Try new experience
with our app

INSTALL

TIKET 

Part 5

  Adelia digeletakan di lantai lift itu. MB memencet huruf G di lift itu. Lift segera meluncur turun ke Ground. MB bergegas mengambil handphonenya. Parkiran Kedai Kopi Mister Item, Los Kios Apartemen pukul 23.13 wib Supir taksi itu telah memarkir mobilnya persis di depan Kios Kopi Mister Item di area apartemen. Pikirnya supaya mudah dicari, baik sama Kurdi maupun MB. Handphone berdering. Supir taksi mengangkatnya dan terdengar suara MB dengan tergesa-gesa. “Lu dimana?” “Parkir di depan Kios Kopi Mister Item yang tadi Abang kesitu.” “Cepetan parkir ke lobby apartemen, tungguin gue pas persis di pintu lobby. Ngerti ya lu?” “Iya Bang, saya ke lobby sekarang Bang.” Handphone dimatiin dari MB. Supir itu menstarter dan meluncur ke lobby apartemen elit itu. Lobby Apartemen pukul 23.16 wib Bertepatan mobil taksi parkir di lobby apartemen itu, MB dengan membopong Adelia dengan berbalut sprei tempat tidur itu, langsung menghampiri taksi itu yang baru berhenti. “Astagfirullah… kenapa itu Bang?” “Bukain pintu cepetan.” Supir taksi bergegas keluar membukakan pintu belakang. Portir, resepsionist serta secuirity mendekati kejadian itu. Kejadian MB memasukkan Adelia ke jok kursi belakang. “Kenapa dia Pak?” “Jantung.” “Ya ampun, kasihan,” terdengar suara resepsionist terlontar. MB telah memangku kepala Adelia dipahanya sambil tetap terus memeganginya. “Rumah Sakit Pak, bawa ke Rumah Sakit terdekat. Buruan!” Supir taksi tergopoh-gopoh masuk kembali ke mobil. Menstarternya hingga mesin nyala dan segera tancap gas, meluncur meninggalkan kerumunan di lobby apartemen. 

  Setelah menempelkan e-money di pintu keluar parkir, mobil taksi segera keluar dari gerbang apartemen. Jalan Raya Jakarta Selatan, pukul 23.23 wib Mobil Taksi telah memasuki jalan raya menuju Rumah Sakit terdekat. Sambil memegangi kepala Adelia, MB memulai percakapan. “Pak tolong bapak yang antar wanita ini ke Rumah Sakit. Bapak langsung ke UGD atau IGD. Gue gak mungkin ikut. Disana pasti ada polisi dan tentara yang berjaga. Gue bisa tertahan di Rumah Sakit. Apalagi gue tatoan gini.” “Terus saya mesti gimana Bang? Entar saya bisa tertahan juga kan?” “Bapak tahu gue lagi ada tugas. Dan kalau gagal anak gue bisa mati Pak. Tolong lah.” “Lah kalau saya ditahan keluarga saya bagaimana Bang?” “Gue janji kalau lu kenapa-kenapa, gue bantuin keluarga lu, gue akan cari keluarga lu, gue bantu kirim nafkah untuk anak istri lu. Tapi yang terpenting gue harus selamat dan tugas gue harus gue selesaiin dulu. Ngerti kan?” “Saya mesti ngomong gimana kalau saya ditahan Bang?” 

  “Ngomong apa adanya, yang penting lu bisa selamat dari urusan tugas gue. Bilang aja lu dipangggil ke apartemen menjemput wanita ini, entah jantung atau corona, pokoknya lu disuruh nganter ke Rumah Sakit terdekat.” “Terus Abang gimana kalau saya bilang begitu?” “Gue gak akan balik ke apartemen. Gue akan cari solusi sampai tugas gue kelar. Gue juga gak akan telfon lu lagi. Lu hapus semua nomor telfon gue maupun yang nyuruh lu jemput gue. Hapus sekarang.” Supir taksi itu sambil nyetir mengeluarkan handphone nya dan menghapus nomor-nomor telfon yang dimaksud. “Turunin gue sebelum lu belok masuk ke Rumah Sakit.” MB merogoh amplop berisi uang dari kantong celananya. Dia mengeluarkan 5 lembaran seratus ribuan. MB menyodorkan uang itu kepada Supir taksi. Supir taksi menerimanya. “Ini buat elu. Gue makasih banyak lu udah nolong gue. Semoga lu baik-baik saja. Inget lu mesti ngomong yang penting lu bisa selamat. Gak usah nyebutin gue apapun. Bilang aja lu disuruh bawa wanita ini ke Rumah Sakit udah lu gak tau apa-apa selain itu.” Adelia yang masih sesak nafas itu, terkeriap matanya terbuka. “Gue dimana Bang?” 

  “Kita lagi di taksi Del, lu gue bawa ke Rumah Sakit. Biar cepet sembuh ya” “Abang mau ninggalin Adel ya?” “Enggak. Nanti gue pasti jenguk Adel ke Rumah Sakit. Gak usah khawatir.” “Janji ya?” “Pasti kita akan ketemu lagi. Adel mesti berobat dulu biar sembuh.” “Abang juga, jangan sampai sakit kayak Adel.” “Tolong Adel jangan bilang apa-apa tentang Abang.” Adelia mengangguk pelan sambil menahan sesak nafasnya. “Bang, di depan Rumah Sakit. Abang mesti segera turun.” Mobil Taksi merapat lambat di tepi trotoar sebelum belokan Rumah Sakit. MB membuka pintu mobil. Dia keluar dengan sigap sambil meletakkan kepala Adelia dengan diganjal bantal kecil yang diambilnya dari dashboard belakang taksi. Sebelum menutup pintu mobil, tangan Adelia meraih tangan MB. “Abang sayang Adel gak?” “Iya, Abang sayang Adel. Pasti besok Abang jenguk Adel.” Adelia tersenyum manis melepas tangan MB pergi. Pintu taksi ditutup kembali sama MB. Taksi meluncur membelok kedalam bangunan Rumah Sakit. MB memperhatikan taksi itu meluncur melalui gerbang Rumah Sakit. MB menoleh ke belakangnya. Di jalanan yang sepi dan temaram itu hanya terlihat sebuah motor menuju kearahnya. MB mencoba menyetopnya. Sepeda motor itu memperlambat jalannya. 

  MB menghampirinya. “Ojeg bukan?’ “Iya. Mau kemana Bang?” MB langsung memboceng dibelakang supir ojeg seumurannya. Si Ojeg menyodorkan helmnya. Tapi MB menolaknya. “Jalan dulu nanti gue kasih tahu.” Si Ojeg memasukkan gigi sepeda motornya dan segera melaju. “Anterin ke Mini Market yang 24 jam, atau apotik, atau apa saja yang buka 24 jam yang terdekat dari sini. Gue mau berhenti sebentar mau telfon. Ntar ditungguin gue telfon terus nanti kita jalan lagi.” “Baik Bang.” Rumah Sakit terdekat pukul 23.33 wib Taksi telah berhenti di UGD. Si Supir keluar dari taksi. “Bantu saya Pak, ini ada orang sakit di taksi saya. Saya disuruh nganter kesini.” Satpam, tentara, polisi juga suster laki-laki yang berjaga di area UGD berhamburan ke taksi. Supir taksi membuka pintu belakang mobilnya. Dilihatnya Adelia sesak nafas. “Corona, jangan ada yang megang,” ujar suster laki-laki itu. Dia langsung teriak Corona, kearah dalam UGD dimana terdapat suster jaga yang lain untuk diminta bantuan. Satpam juga dengan sigap membantu suster lainnya membawa brangkar kearah taksi itu. 

  Tim suster yang mengenakan pakaian penanganan penderita Corona segera memindahkan Adelia dari dalam taksi keatas brankar yang tersedia. “Pak Supir tidak boleh pergi dulu ya. Tolong Pak Polisi, Pak Tentara amankan dulu supir taksinya supaya tidak pergi. Dia mesti disterilkan dulu sebelum pergi. Mobilnya juga harus disinfektan dulu,” ujar suster laki-laki itu cekatan. Polisi dan Tentara mengamankan Supir taksi itu. “Maaf Bapak tidak boleh pergi dulu. Kuatir Bapak terinfeksi virus corona.” Supir taksi itu tertegun memperhatikan Adelia dibawa masuk para suster penanganan corona. Polisi langung meminta kunci mobilnya. Supir itu hanya pasrah. Menyerahkan kunci mobilnya. Mini Market, pukul 23.43 wib MB sedang dipojokan Mini Market menerima telfon. Tukang Ojeng yang mengantarnya menunggunya di parkiran sambil merokok. “You kenapa tolol amat! Kalau sudah tahu pekcun itu corona ya tinggal aja di apartemen. You cari tempat lain. Ngapain nganterin pakai taksi itu segala ke Rumah Sakit. You mestinya mikir anak you daripada pekcun itu!” “Kalau gak segera dibawa ke Rumah Sakit cewek itu bisa mati.” “Kalau you gagal anak you juga pasti mati. Itu yang mestinya ada di otak you!” “Lagian kenapa gue dikasih cewek yang udah corona?” “Maminya bilang, itu pekcun udah 3 atau 4 hari gak nerima tamu. Jadi Maminya bilang udah pasti sehat gak bakal kena corona. Dan pekcun itu sesuai selera you. Kurang apa you udah di service begitu. You aja yang memang tolol. Sekarang you dengerin baik-baik dan jangan ulangi lagi ketololan you itu. Pertama you tidak boleh balik lagi ke apartemen yang tadi. You tiap 3 atau 4 jam mesti berpindah-pindah tempat. Nomor handphone supir taksi sama nomor handphone ini you catat dulu sebelum you hapus. You cari sim card bekas atau yang sudah diaktifkan, you ganti nomor dan simpan kembali nomor ini. Dan yang terpenting you cari cara supaya yang ada didalam perut you itu segera keluar. Pembeli bisa mempercepat pengambilan asal dikabari satu jam sebelumnya. Sekarang you cari tempat lain yang aman dan lakukan itu semua.” 

  Penelfon misterius itu mematikan handphonenya. MB langsung bergegas menghampiri tukang ojeg yang menungguinya disitu. MB juga langsung naik ke boncengan tukang ojeg yang sudah siap menjalankan motornya. Motor meluncur meninggalkan Mini Market itu. “Cari tukang urut yang bisa bikin BAB dimana ya?” “Jam segini yang ada tukang urut plus-plus Bang.” “Bisa bikin BAB gak. Gue udah 3 hari gak bisa BAB.” “Kurang tahu sih Bang bisa enggaknya. Tapi tukang urut yang jam segini kemungkinan ada ya kayak di Kalcit.” “Kalibata city?” Tukang Ojeg itu mengiyakan. “Ada kenalan enggak?” “Bisa dicari di aplikasi-aplikasi gituan Bang.” “Punya aplikasinya enggak Pak.” “Ada Bang.” “Ya udah ke Kalcit.” Tukang Ojeng itu memboncengkan MB kearah Kalcit. Kalcit, pukul 00.07 wib Ojeg telah sampai di gate 1 Kalibata City. Gerbang itu bersebrangan dengan rel kereta api arah Bogor. Ojeg itu sengaja parkir di dekat tikungan arah belok ke pintu rel kereta api. “Kenapa berenti disini.” “Abang gak bakalan bisa masuk jam segini kalau gak ada yang kenal.”