Try new experience
with our app

INSTALL

TIKET 

Part 4

  Memberikan sedikit harapan untuk melihat dalam kegelapan. Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 17.27 wib Ruang kamar apartemen itu belum dinyalakan lampunya jadi gelap dan semakin dingin. Nyala handphone MB yang dicharge nyala memendarkan cahaya paling terang di ruangan itu. Cahaya layar yang menyilaukan disudut ruangan. Handphone itu bergetar berulang-ulang, sehingga membangunkan MB yang tertidur dalam pelukan Adelia. Mata MB yang masih terganjal kantuk kelelahan itu melirik kearah handphonenya. MB bangkit dari tempat tidur mengambil handphonenya. Dilihatnya, di layar handphone itu, putrinya meminta videocall. Adelia masih tergolek di tempat tidur. Pulas sekali dia dibuai impian-impiannya. MB keluar dari kamar menyalakan ruang tengah apartemen. Mengambil kaosnya. Setelah mengenakan kaos, dia menerima videocall anaknya itu. 

  “Ayah baru bangun ya. Mandi Yah biar seger.” “Iya Nak, Ayah baru bangun, bentar lagi mandi.” “Ayah Ajeng bentar lagi buka puasa. Nih udah dapat kiriman makanan dari Bunda komplit sama snack dan minumannya. Ayah makan apa mala mini?” “Ayah juga pesen gofood mungkin bentar lagi datang. Ayah minta dikirim sebelum jam 7 malam ini.” “Oh gitu ya terus besok gimana Yah?” “Besok langsung ketemu di Nasi Liwet Mpoh Pinah aja ya. Ajeng kan dijemput pacar Ajeng langsung ketemu disana. Gimana?” “Boleh… ya udah Ayah mandi dulu ya.. terus ambil makanan Ayah, jangan sampai telat makan. Ajeng bentar lagi buka puasa dulu. Ntar sebelum bunda pulang, Ajeng telfon lagi. Daa .. Ayah.” Ajeng mematikan videocallnya. Seseorang mengetuk pintu itu. 

  MB menuju pintu mengintipnya dari lubang intai yang tersedia di pintu itu. Dilihatnya seorang pegawai OB membawa 2 porsi makanan. MB membukakan pintu dan menerima makanan untuknya dan untuk Adelia. “Makasih Mas.” “Sama-sama Om.” “Bentar gue kasih lu rokok mau gak buat tips?” “Gak usah Om udah beres semua kok tenang aja Om.” OB itu tersenyum “Kalau butuh apa-apa cari saya saja Om. Ini nama saya.” MB membaca name tag OB itu bertuliskan Kurdi. OB kurdi bergegas pamit dan langsung meninggalkan pintu kamar MB. Pintu ditutup kembali. Diletakkan 2 porsi makanan itu di kitchen set seraya menoleh kearah kamar dimana Adelia masih tertidur pulas. Ada niat membangunkan Adelia makan bersama, tapi sepertinya tidurnya terbuai entah kemana. 

  MB membuka 1 porsi bungkusan makanan dan melahapnya. Dilahapnya berikut semua sambal yang tersedia. Namun belum dirasanya sembelit di perut. Isi makanan di perutnya hanya membuatnya makin kenyang dan mengantuk dilingkupi hawa dingin AC. MB pun makin jadi kantuknya. Dipungutnya handphone dari anaknya itu. Dia kembali lagi ke kamar. Merebahkan diri disamping Adelia yang masih tertidur. Mata MB perlahan menutup diiringi bayang-bayang putrinya Ajeng yang tersenyum makan bersamanya di Nasi Liwet Mpok Pinah. Hingga akhirnya MB terbawa kembali dalam buaian tidur dengan kilasan-kilasan impian terbebas dari tiket keluar penjara dan bertemu kembali dengan putrinya Ajeng. Dan dia berharap Adelia mau menemaninya buka puasa bersama anaknya. Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 22.22 wib Mata Adelia terkeriap perlahan membuka. 

  Pandangannya berhadapan dengan wajah MB yang masih tertidur kelelahan. Tangan Adelia perlahan membalai wajah MB. Wajah yang keras dengan bekas cukuran brewoknya yang membuatnya geli saat membelai. MB terbangun karena tangan Adelia dirasa hangat. “Tangan lu masih hangat, apa mau ke dokter aja gue bayarin.” “Udah jam berapa sekarang.” “Makan dulu sana, tuh makannya di kitchen set.” “Abang udah makan?” “Udah.” “Kok gak barengan makannya.?” “Mau bangunin elu masih pules banget tidurnya. Kan lagi gak enak badan katanya.” “Belum laper Bang.” “Entar tambah sakit. Makan dulu sana.” “Ntar aja kalau Abang lapar makan berdua.” Tangan MB memegang pipi Adelia yang masih panas. “Apa mau ke apotik cari obat supaya panas lu turun.” “Gak usah. Nanti ngerepotin.” “Cuma beli obat ke apotik kok repot, enggak lah..bentar bentar… mana ya handphone gue tadi” Adelia menemukan handphonenya dibawah bantal yang dipakai MB. “Nih hape Abang.” MB menerima pemberian dari Adel. MB mendial nomor hape Supir Taksi yang tadi mengantarnya. “Dengerin gue, tolong beliin panadol atau segala macem penurun panas. Ntar gue ganti sekalian bayar taksi elu. Antarin ke apartemen. Terus cari yang namanya Kurdi suruh anter ke kamar gue.” “Siap Bang, sekarang juga saya ke apotik.” “Sip” MB mematikan handphonenya. “Bang, besok buka puasa ama anak Abang itu emang gak sama bini Abang?” “Enggak. Kenapa? Gue udah dicerai sebelum masuk penjara. Udah 4 tahun yang lalu” “Kenapa diceraiin bini Abang?” “Seperti kata elu. Gue gak bisa cukupi kuota hidupnya. Gue gak punya tiket untuk berkeluarga” “Susah ya kadang ada cinta tak ada kuota gak bisa juga.” “Kita ini hanya wayang, gimana terserah dalangnya hehehe.. yang penting besok gue bisa buka bersama anak gue. Itu aja dulu” Tatap MB ke wajah jelita Adelia dengan senyuman seadanya. “Bang, berobat ke Dokternya besok sore aja gimana Bang, sekalian buka puasa bareng anak lu.” “Jadi besok elu bisa nemenin?” 

  Adelia mengangguk dengan matanya yang sahdu. Membuatnya MB bahagia. Adelia mencium MB dengan lembut. “Gue suka kumbang kayak elu Bang.” “Suka kenapa?” “Seburuk-buruknya hidup lu masih ada perhatian buat keluarga. Buat anak.” “Gue ya semampu hidup gue, memang cetakan gue begini mau gimana lagi” “Gak boleh ngomong begitu. Orang-orang kayak kita ini juga mesti mikir tuanya gimana?” “Gue udah ketuaan untuk mikir begitu.” “Iya dicoba dulu lah Bang. Siapa tau bisa ada jalan. Soalnya Abang kan juga masih punya orang yang Abang sayang, anak Abang.” “Ya jalanin aja, siapa sih yang gak pingin hidup bener.” MB sejenak terlihat tatapannya terpaut sesuatu yang diingatnya. “Ada yang Abang pikirin sepertinya, boleh tahu Bang?” “Anak gue minta gue bisa kuliahin dia. Padahal Sugar Daddy bini gue yang sekarang ini, janji mau kuliahin anak gue. Tapi anak gue berharap gue yang bisa kuliahin dia. Ya dia emang gak maksa sih kalau gue bisa aja katanya.” “Ya udah jalanin aja dulu sebisa Abang, kalau gak bisa ya jangan maksain diri ntar Abang masuk penjara lagi, kan kasihan anak Abang. Dia masih butuh kasih sayang Abang. Gue yakin buka puasa bareng aja, itu sudah kasih sayang yang bisa Abang berikan sama anak Abang. Dia juga pasti seneng sekali” MB menatap Adelia sedalam-dalamnya. Kata-kata itu yang tak pernah dikeluarkan sama mantan istrinya. Justru wanita murahan yang biasa dibayar bisa ngomong seperti itu. 

  Adelia pun tersentuh tatapan menawan dari rona MB yang menyerupai Tom Cruise. Dikecupnya sekali lagi bibir MB dan dibalas MB. Romansa kelopak-kelopak bunga malam pun bermekaran kembali dalam alunan rasa yang berbeda dari sebelumnya. Gairah yang tak terbendung lagi ini berbeda dari sebelumnya. Itu yang dirasa mereka berdua. Gairah saling menemukan energi baru untuk bersama. Kristal-kristal keringat yang berkelipan di kegelapan kamar itu, memercikkan pendaran kilat sebagai harapan ditengah gelitanya hidup. Seakan telah tertanam benih janji mencapai tujuan bersama. Alunan nafas pun silih berganti menjadi iringan orkesta irama klasik yang menyejukkan jiwa mereka. Hingga pada pendakian gairah yang tak terkendalikan. 

  Puncak-puncak orchestra menjelang akhir. Dan alunan itu terhenti seketika. Sisa-sisa nafas seperti tepuk tangan makhluk-makhluk di ruangan itu yang menikmati dosa sialan yang indah bagi para pendosa. MB merasakan sesuatu yang ganjil. Nafasnya yang mulai teratur berganti keanehan. Adelia masih tengkurap tubuhnya. Rambutnya tergerai menutupi seluruh kecantikan dari paras jelitanya itu. MB mengira mungkin tertidur lagi. “Adelia?” MB menyibakkan gerai rambutnya. Adel masih tak bergerak sedikitpun. Matanya tertutup. Kedua tangannya diatas bantal. MB memegang pergelangan tangannya masih terasa denyut nadinya. Dari hidungnya dirasakan masih ada angin keluar masuk dengan sangat pelan. MB memutuskan Adelia terlelap tidur. Tubuhnya diraba kembali semakin panas. MB segera berkemas. Memakai celana dan kaosnya kembali. Mengambil handphonenya. Mendial nomor handphone Supir taksi. 

  Beberapa detik terdengar suara si Supir Taksi. “Ya Bang ini sebentar lagi sampai.” MB mematikan handphonenya. Mengantongi handphonenya. Memeriksa amplop dicelananya. Mencek isi amplopnya masih utuh. Memakai jam tangannya. Apartemen lantai 18 nomer 28 pukul 23.03 wib MB membalikkan badan Adelia perlahan supaya tidak terbangun. Begitu terkejutnya MB saat Adelia sontak menahan nafas. Tersengal-sengal. Kedua kakinya lasak menggosek-gosek diatas tempat tidur itu. Kedua tangannya memegangi lehernya. Tanpa pikir panjang, MB langsung membalut tubuh Adelia dengan sprei tempat tidur itu dan langsung membopongnya keluar dari kamar. Disautnya kunci apartemen dengan gantungan scan lift di tangannya. Pintu apartemen dibuka, MB keluar dari unit apartemen. Dibawanya tubuh tergolek wanita penghibur dirinya itu, keluar dari apartemen itu menuju ke lift. Lift dipencet tak berapa lama lift yang barusan dari lantai atas itu segera terbuka pintunya. MB masuk dengan masih membopong Adelia dalam balutan selimut tempat tidur. Pintu lift tertutup kembali. Untung saat itu lift dalam keadaan kosong.