Contents
CODET
Part 6
“Tinggal sama Damar mau?” “Bukan tidak mau, kamu tahu duniaku selalu ada musuh yang aku tidak tahu dia dendam atau iri atau merasa tersaingi bisa sewaktu-waktu membahayakan diriku sendiri apalagi kalau aku tinggal sama orang lain…. Itu…itu kenapa aku belum berani nikah.” “Kamu kalau pingin nikah dan tidak ada yang mengusikmu, ya nikah di hutan” “Emang ada wanita yang mau diajak nikah di hutan?” “Kalau kamu tarzannya aku pasti mau” Tanpa disadari supir taksi itu mencari-cari Codet di sekitar tempat itu.
Codet langsung mengajak Nur berdiri dan langsung berjalan kearah belakang. “Ke kantin yuk” “Ngapain, emang punya duit” “Cukup buat ngopi segelas berdua” “Dasar Codet” Codet sama Nur menyelonong berjalan menuju kantin. Supir taksi itu masih celingak celinguk mencari Codet. *** Di tempat tunggu UGD para remaja meriung berkumpul mengamati foto Codet bersama Nur dri handphone masing-masing yang telah dishare oleh remaja yang memotretnya tadi. Rupanya remaja-remaja itu kumpulan Genk Motor temennya Boni si Helm Nazi yang tertusuk lehernya kena tangkisan Codet. Tapi mereka tahunya yang membunuh diduga Codet. “Binyo, lu hubungi bang Samson, kenal sama begundal di foto itu apa egak. Temuin langsung aja sekalian minta back up kalau kita ada apa-apa” Binyo mengangguk “Simon lu awasi dia. Ikutin kemana saja dia pergi. Handphone lu jangan sampai lowbat. Yang bawa power bank pinjemin ke Simon dulu” “Siap” jawab Simon singkat “Yuyun tunggu di UGD kabari kami apapun hasil operasi Boni. Mati atau hidup kita harus balas dendam anggota kita. Ngerti semua” Mereka saling menjawab ngerti dan segera menyebar sesuai tugas masing-masing.
Simon remaja yang tadi motret Codet langsung menuju ruang tunggu mencari Codet dan Nur. *** Simon telah kembali di ruang tunggu dan tidak menemukan Codet disitu. Dia terus mencari dan menemukannya di sudut kantin yang di luar. Disitu, Codet sedang menghisap rokok dan ngopi bersama Nur. Simon mencari sudut yang mudah untuk mengamati mereka di kantin itu. “Bang kalau Diana positif gimana kalau enggak gimana?” “Setahuku kalau positif corona semua biaya ditanggung pemerintah, tapi kalau ternyata penyakit lain ya harus bayar sendiri” “Uang dari mana Bang untuk bayar sendiri” “Kamu tunggu disini” “Aku gak mau kamu masuk penjara lagi. Kalau anakku sembuh atau tidak atau tidak bisa membayar Rumah Sakit, tapi yang penting kita usaha pakai jalan yang benar. Kalau gagal ya pasrah sama Allah mau digimanain lagi” Codet menganggguk seraya bangkit dari kursinya mau pergi dari situ tapi tangannya ditahan dipegangi sama Nur “Ingat itu ya” “Pasti” Nur memperhatikan kepergian Codet.
Sekali lagi Codet menoleh ingin melihat sekali lagi Nur tersenyum tapi Nur sudah tidak ada di tempatnya. Sambil terus berjalan tatapan Codet kearah kantin itu hingga tak disadari berpapasan dengan Simon. “Maaf Bang gak sengaja” Codet hanya menatap Simon sekilas karena masih penasaran kemana Nur pergi dari tempatnya. Sementara Simon belaga acuh melangkah kearah lain. Namun begitu Codet membelok kearah keluar, Simon berbalik mengikuti arah kepergian Codet. *** Foto Codet dari gallery handphone Binyo disodorkan Bang Samson oleh anak buahnya. “Suruh masuk anak itu” perintah Samson pada anak buahnya. Anak buahnya menerima handphone itu untuk dibawa keluar ruangan memanggil pemilik handphone itu. Binyo diiringi anak buah Samson melangkah memasuki ruangan. “Darimana dapet foto itu?” Binyo masih berdiri disamping anak buahnya. “Dari Rumah Sakit Bang temen yang motoin” jawab Binyo kalem “Masih disana dia?” tanya Samson tetap membelakangi Binyo karena sedang dirapikan rambutnya sama seorang perempuan. “Setengah jam yang lalu menuju Ramawangun, Bang, Si Simon lagi ngikutin dia” “Jebot, simpan nomer handphone Simon, kalau sudah, dia boleh pulang” Jebot anak buah Samson menyimpan nomer handphone Simon yang di share contact dari handphone Binyo. “Saya pulang dulu Bang” ujar Binya seusai mengantongi handphonenya” “Tunggu, lo tadi juga ke UGD?” “Iya Bang” “Gimana ponakan gue?” “Barusan Yuyun dari RS ngabarin operasinya udahan tapi Boni masih koma” Tangan Samson melambaikan kode Binyo boleh pulang. Binyo melangkah keluar ruangan. “Jebot, tanya sama Simon dimana posisi Codet saat ini, suruh Onggo kesana” “Baik Bang” *** Codet berdiri disebrang komplek perumahan yang ramai beberapa orang memandang kearah komplek. Di gerbang komplek itu ramai orang-orang komplek melihat ambulance keluar dari komplek.
Ibu-ibu di depan Codet berkomentar. “Kasihan mertua Salahudin bisa kena Corona, padahal penutupan pengajain udah sebulan yang lalu” “Bu Haji kan aktif juga kalau urusan sosial, bagi-bagi sembako, cari-cari donator. Pasti sering pergi-pergi banyak ketemu orang juga” Mendengar itu Codet tertegun, sepertinya dia harus mengurungkan niatnya menemui Salahudin temannya itu. Perlahan Codet menyeruak kerumunan meninggalkan tempat itu. Dan berangsur-angsur dia menyadari tidak mungkin akan terus menerus merepotkan temannya panti yang sudah baik sekali padanya. Melihat mertuanya dibawa ambulance diduga corona, juga apa yang bisa dia perbuatan untuk balas budi. Hanya doa yang dia bisa. Entah diterima atau tidak. Dalam perjalanannya pulang ke Rumah Sakit untuk menemui Nur kembali hanya dengan harapan doa agar Diana putrinya Nur tidak kenapa-kenapa. Tapi kalau bukan terkena Corona justru akan membutuhkan biaya Rumah Sakit yang tidak kecil. Sementara melihat anak-anaknya juga pada belum makan dan tidak punya persediaan makan di rumahnya. Codet teringat istri supir pick up yang menolongnya yang risau soal tolong menolong di masa corona ini.
Nolong diri sendiri saja belum bisa mau nolong orang lain. Codet juga heran pada dirinya sendiri kenapa dia jadi ikutan galau memikirkan putrinya Nur atau dia sedang terpikat pada Nur. Sudah terlalu lama hatinya kosong dan merasa selalu gagal dengan perempuan. Bukan tidak bisa memikat wanita. Tapi hidupnya di dunia hitam tak membikin hidupnya nyaman didampingi wanita. Yang dikhawatirkan justru lingkungan hidupnya tidak menjamin keselamatan wanita yang menjadi pendampingnya. Sasaran dendam dan picingan mata tetangga hanya menyudutkan perasaan pendampingnya. Dan itu trauma besar dalam hidup Codet. Jadi apa yang telah membuatnya risau? Dalam hidup Codet hanya mengenal beraksi atau kelaparan, melawan atau jadi korban, menolong atau ditolong. Balas budi dalam prinsip hidup Codet jangan sampai ditunda. Alamiahnya seperti lingkaran kehidupannya yang disadari atau tidak selalu dalam bahaya atau ancaman tidak terduga jadi bila punya kesempatan balas budi jangan sampai tertunda. Berhutang budi bagi Codet haram.
Apalagi Nur waktu menolong dari ancaman kejaran puluhan warga, dia tidak ada rasa takut sama sekali. Dari tatapan matanya yang terbayang di benaknya, Nur penuh kepasrahan saat menolongnya. Memang dalam kamus preman picisan apapun yang menguntungkan diri sendiri saja yang diutamakan. Tapi lain bagi Codet. Urusan Codet selalu tuntas lunas. Tapi mau dapat uang dari mana kalau bukan dengan beraksi. Asalkan Nur tidak tahu dapat dari mana. Hanya saja pesan Nur yang begitu sederhana masih terngiang di benaknya. Jangan sampai ketangkep polisi atau masuk penjara lagi. Kalau pun beraksi, apa Nur mau menerima pertolongannya yang akan dianggap haram sama Nur. “Lebih baik aku jujur apa adanya daripada Nur jadi kecewa.” bisik hati Codet masih dalam kegalauannya.”Yang penting menolong sebisanya saja” itulah tekad bulat yang dipilih Codet. Sebelum melanjutkan perjalanan, Codet mampir ke Mini Market yang buka 24 jam di dekat komplek perumahan. Dia mampir ingin numpang buang air kecil. “Toiletnya sebelah mana ya Mas” “Itu Pak pojok belakang” “Makasih Mas” Codet menuju toilet.
Tak disadarinya Onggo dan Jebot memantaunya dari sebrang. Jebot menuliskan chating ke Samson. Karyawati yang baru datang mau oplosan kerja langsung aja masuk toilet dan terkejut di dalam toilet Codet sedang mengelap pistol rakitannya yang baru jatuh. “Rampok!!! Rampok!!!” karyawati itu teriak sejadi-jadinya karena takut dan panik “Diem lu!” Dibentak Codet tambah keder karyawati gendut itu. Dia lari keluar melewati koridor bahan makanan sambil terus teriak-teriak rampok. Rekan kerja yang dilewatinya melongo kebingungan kenapa dia teriak rampok dari toilet, dan langsung bergegas menuju keluar dari Mini Market. Bersamaan dengan itu, mendengar teriakan itu, Onggo dan Jebot yang sedang menyebrang jadi langsung lari membobos masuk Mini Market itu. Codet keluar dari toilet dengan rilex karena tidak punya niat merampok.
Dia berjalan melenggang menuju rekan kerja si cubby. Bahkan Codet melempar senyum pada rekan kerja si cubby. Tiba-tiba wajah Codet menyeringai menahan benda tajam yang menusuk pinggangnya. Tapi dengan reflek, dia memelintir tangan yang menancapkan belati itu. Saat Onggo berontak hendak meloloskan belati yang digenggam dari pelintiran Codet, Jebot menghambur dengan terburu-buru mengayukan kampak. Codet mengindarinya. Kampak mengenai lengan Onggo.