Try new experience
with our app

INSTALL

CODET 

Part 3

  Dia memandangi preman yang terkapar itu. “Udah bawa ke Rumah Sakit, terus telfon Polisi” sergah Pak RT ditengah riuh rendah pembicaraan dengan Gabut. Pak RW mencari telfon RS dan seorang warga mendial telfon polisi. “Gak usah..” kata supir pick up, “biar saya saja yang antar ke RS mumpung searah” Warga yang lain spontan menggotong preman itu berbarengan menuju ke pick up si supir. Preman direbahkan telentang diatas pick up. Supir kembali masuk mobilnya dan segera menjalankan mobil pick up itu Pak RT memberi kode pada salah satu warga “Lu kenal sama supir itu…?” “Dari RT sebelah kali” “RT sebelah RT berapa maksud lu?” Ternyata tidak ada satupun yang mengenali supir pick up itu. Pick up sudah jauh belok di perempatan. Tidak ada yang menyadarinya, tidak ada yang mengenalinya. *** Mata Codet terkeriap membuka perlahan. Dia terbaring di ruang depan sebuah kontrakan. Lukanya sudah dibersihin. Satu dua kulitnya yang sobek sudah dihandsaplast. Dihadapannya bocah 5 tahunan sedang bermain robot-robotan di depan televisi yang menayangkan berita Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti sedang mengatakan “Perlu dimengerti masyarakat, narapidana yang dilepaskan dalam program asimilasi dan intergrasi penyebaran covid 19 ini, jangan dianggap penjahat. 

  Semua orang bisa punya masa lalu dan kesalahan tapi semua orang punya kesempatan. Tuhan saja kasih kesempatan kita berkali-kali, kita hanya ditutupi dosanya sama Tuhan jadi tidak ketahuan” Ditengah siaran berita itu terdengar keributan si supir pick up dengan istrinya di kamar. “Ngapain bawa-bawa preman itu kemari Bang, kan bahaya, apalagi abis kejadian begitu, entar bisa berurusan sama polisi, abang ke bawa masuk lagi” “Abang cuma pingin bales budi nolong dia Neng, selama di penjara bareng, Bang Codet sering nolong abang kalau ada masalah, masa sekarang giliran mau nolong gak boleh?” “Bukan gak boleh Bang, abang sendiri mikir dong mestinya, nolong diri sendiri saja belum bisa mau nolong orang lain, belum lagi kalau dia sudah kena corona, kita bisa kena semua, duh abang pulang bikin tambah mumet saja, puasa gak puasa temen abang kan butuh makan, makan kita aja dari utang sono tutupi utang sini, apa gak nambah banyak utang kita kalau nolong dia Bang” “Cuma 2 atau 3 hari aja sampai lukanya sembuh” “2 hari kek 3 hari kek emang makan segitu gak dapet dari ngutang? Lagian utang bayar pegawai penjara ngempani abang supaya bisa ikut dibebasin aja belum lunas. 

  Mana sekarang cari duit tambah susah Bang lagi corona begini. Tempat Neneng kerja londry aja udah mulai sepi. Apalagi panggilan pijit urut Eneng juga sepi pada takut ketular virus semua” “Sekarang kan udah ada Abang bisa bantuin bayar utang” “Nah bayaran nyopir hari ini aja mana? Masih belum dibayar kan? Ngutang lagi kan makan kita malam ini sama sahur nanti?” Mendengar itu semua, perlahan Codet berusaha bangkit meski masih pening dirasa. Bocah kecil itu hanya memperhatikan Codet berusaha berdiri dan melangkah keluar dari kontrakan rumah petak itu. Lembayung senja seakan mengiring untaian perpisahan terang kepada kegelapan. Apa yang sudah dilakukan Codet terhadap supir pick up itu sudah dianggap terbayarkan. Dan pertolongan Codet kepada supir pick up yang sama-sama napi itu seperti pergantian waktu terlewatkan begitu saja. Tanpa kesan mendalam apapun arti pertolongan itu terkadang. Kemana benderang siang itu terlewatkan hingga sejauh mana fajar akan menyingsing kembali. Kehidupan manusia seperti siang berganti malam dan terus akan bergulir bergantian. Bagi Codet semua itu hal yang biasa. Langkah Codet telah membawanya di tempat orang biasa jual beli sepeda motor bekas. 

  Tapi disitu sepi, hanya ada segelintir orang di pojok warung rokok sedang ngopi dan merokok. Codet menjulurkan uang 10.000,- ke tukang jual rokok. “Filter, semua” Tukang Rokok membuka bungkus rokok filter yang dimaksud Codet dan mengurangi isinya. “Ada lihat yang mau jual motor Yahama C70 bebek merah modif gak Pak” “Gak ada lihat, Bang. Coba aja tanya Kang Kisut, Noh disebarang” Codet menerima rokok yang dibelinya. Mengambilnya sebatang sisanya dimasukkan kantong celananya. Codet menyulut rokok sembari melihat kearah Kang Kisut diseberang. Saat hendak menyebrang jalan, dari belakang Codet melintas anak muda 25 tahunan mengendarai motor Yamaha bebek merah C70 modif yang dimaksud. “Woi motor gue, berhenti lu!” Anak muda yang mengenakan helm nazi itu menoleh. Codet mengejarnya sambil terus meneriakinya. Anak muda itu tancep gas.