Try new experience
with our app

INSTALL

CODET 

Part 2

  Angin berhembus meluruhkan dedaunan kering untuk berjatuhan ke bumi menyiratkan hokum alam yang rapuh akan terhembus angin sia-sia. Bersamaan ranting kering yang retak itu jatuh, warga dikejutkan saat Preman itu berlari dan melompat pintu pagar besi itu seperti singa keluar dari gua. Dari berbagai penjuru warga langsung menghambur kearah pintu gerbang Masjid. Mereka melingkar mengelilingi sosok Preman yang berdiri di depan pintu pagar besi gerbang Masjid. Preman itu kurus tinggi semampai. Umurnya sekitar 40 an. Berdiri tenang ditengah kepungan warga. Matanya nyalang memperhatikan warga yang mengepung dengan membawa berbagai senjata. Koas hitamnya yang fit body sudah kekecilan sehingga dari lenganya tampak tato ular cobra yang melilit di lengannya dan tato kepala cobra ada di punggung tangannya. Wajahnya ada luka sabetan benda tajam yang membekas mencoreng diagonal dari ujung jidat kanan hingga pipi sampai rahang bawah kiri. “Tolong tiarap dan kami tidak akan melukai..” teriak Pak RT dengan bijak “Udah hajar aja Pak RT” “Diam kamu!” “Iya.. bisa jadi dia yang membunuh kepala bonyok” “Tunggu, kita tanya dulu..,” sergah Pak RT, “Apa yang kamu lakukan di Masjid kami” “Saya tidak mencuri apa-apa, kalian semua bisa lihat sendiri, tidak ada yang saya curi” “Kalau ini kita lepas pasti dia bisa berulah di tempat lain” “Ayo hajar” “Serangggggg…!!!!!” Semua warga menghambur tak terkendali. 

  Preman itu menangkis satu per satu serangan warga. Ia sepertinya mahir menghadapi keroyokan begitu banyak orang. Preman itu hanya menangkis, mengelak, menepiskan serta memutarkan serangan meskipun sesekali terkena beberapa pukulan yang menyebabkan darah mengucur dari kepala juga lengan dan wajahnya. Tapi preman itu tetap berdiri tanpa gontai sedikitpun. “Berhenti !!! Berhenti semua !! “ teriak Pak RT Warga semakin beringas penuh amarah karena tak mampu menjatuhkannya. Sodokan tangannya membuat warga mulai merasakan sakit perlawanan dari preman itu. Sehingga membuat warga makin emosi dan kalang kabut menyerang memukul-mukul dengan membabi buta. Beberapa pukulan balok, bambu, batu tetap membuat Preman itu tak bergeming. “Pakai jimat nih Preman sialan” “Kalau gak gelang babi pasti punya merah delima” Warga yang jatuh atau terpukul semakin jadi amarahnya. Mereka jadi beringas ingin membalas. Bergantian mengayunkan pukulan dan tangkisan preman itu mengenai serangan mereka sendiri seperti di film-film silat. 

  Namun tak disadari dari belakang Preman itu, sebuah hantaman linggis yang keras menimpa leher hingga kepala Preman itu. Darah mengucur bercucuran di permukaan aspal. Kuda-kuda mulai goyah tergontai. Tangan kanannya menahan di aspal jalanan saat membungkukkan badan. Preman itu menoleh ke belakang perlahan tapi pandanganya yang mulai blur itu membuatnya terjatuh terkapar diatas aspal jalanan. “Mampus lo bangsat” Semua warga meluap amarahnya hendak memukulinya “Cukup. Berhenti semua. Stop.. Berhentiiiiiii….” Semua warga berhenti berkerumun melingkari Preman itu. “Jangan ada yang menyentuh, nanti kena corona. Siapa tahu Preman ini sudah kena” Semua warga kemudian memandang kearah pemegang linggis yang masih tercenung tak bergeming memegangi linggisnya. Orang berbadan gempal berpeci serta bersarung itu hanya melongo tetap dengan menggenggam linggis keatas. Warga juga heran memandanginya. Setahu mereka anak itu tidak pernah marah atau galak. Baru kali ini bisa sebegitunya. Warga yang penuh tatapan keheranan itu membuatnya berbeda tanggapan. 

  Wajahnya yang culun itu berubah takut dilihatin warga. “Gue gak bunuh dia lho Cuma gini in doang” marbot Masjid itu praktekin cara dia mukul preman itu. “Gabut? Untung ada ente But. Top dah ente” Warga ada yang membalikan badan Preman itu dengan bambu yang dipeganginya. Dan wajahnya yang berlumuran darah itu terlihat jelas oleh Gabut pemukul linggis. “Bang Codet? Kok elu Det?” teriak Gabut. Warga pada menoleh Gabut lagi, “Maafin gue ya Bang” “Ente kenal But” “Pan dia yang pernah menolong gue waktu dikeroyok di orkesan dangdut, kalau gak ada Bang Codet dah nihil kali gue” “Jadi elu dari tadi didalam Masjid, But?” Gabut mengangguk “Elu kenapa gak WA gue kasih tau dia nyolong apa egak di Masjid” “Kalau dia nyolong gue pasti WA lah, kalau gue gak WA kenapa elu-elu pada keroyok dia” “WA gak WA dia kan preman But, bahaya. Lu dah denger berita kan” “Kalau Bang Codet mah beda” Sebuah mobil pick up menepi. Keluar dari pintu pick up itu sopir bertato, orang itu langsung menyeruak diantara kerumunan warga yang lain.