Try new experience
with our app

INSTALL

Amorf Part 3: Annoying Boy 

Part 5

“Misi, dong, kita mau jenguk si Nat!” ujar Neira pada Ibet yang duduk di depan pintu UKS. Ibet menghalangi Neira dan Rocha untuk masuk ke dalam.

  Ibet diam saja. Ia masih asyik dengan game di iPadnya seakan-akan tidak ada orang yang bicara padanya.Rocha yang sedari tadi mengetuk-ngetukan sepatunya ke lantai mulai geram. “Heh, mau lo tuh apa sih? Udah bikin Nat pingsan, ngehalangin jalan lagi!” omel Rocha. “Awas, dong!”

Ibet menoleh dengan tatapan kosong. Lalu serius lagi dengan iPadnya.

  Rocha geram. “DUH! Mau lo apa sih? Maksud lo apa ngelempar bola voli sampe kena Natasha? Kalo gak bisa maen ya udah. Belagak sih. Letoy juga lo!” omel Rocha lagi. “Awas lo kalau gak mau gue tendang.”

Ibet menatap Rocha dengan pandangan aneh, sulit ditafsirkan. “Gue yang bikin dia pingsan, gue yang jagain dia.”

“Gak perlu. Kita gak percaya sama lo,” tolak Neira.

“Lo harus percaya.”

  Neira dan Rocha saling berpandangan. Neira mengangkat bahu, tanda gak tau harus ngapain supaya Ibet minggir dari situ. “Well. Tapi kalo ada apa-apa sama Nat, elo yang pertama gue cari!” ancam Rocha kemudian pergi menjauh dari UKS. Neira pun mengikuti.

Sejenak Ibet terdiam menatap kepergian mereka. Tapi kemudian ia kembali sibuk dengan iPadnya. 

Patra yang kebetulan lewat UKS mendekati Ibet. “Ngapain lo di sini?” tanya Patra yang cukup dekat dengan Ibet.

“Jagain Natasha.” Jawabnya singkat.

“Ngapain? Gak penting tau,” komentar Patra. “Temenin gue ke kantin, yuk!” ajaknya kemudian.

“Gue lagi jagain Natasha.” Ulang Ibet.

“Kenapa sih lo?” tanya Patra heran. “Jangan bilang lo naksir sama Nat!” 

Ibet menggigit bibirnya tanpa mengalihkan pandangan. “Lo kalau mau ke kantin sendiri aja, Pat.”

  Patra mencak-mencak mendengar ucapan temannya. Ia kemudian pergi meninggalkan Ibet. Patra seakan tak habis pikir mengapa Ibet begitu peduli pada Natasha. Perasaan, Ibet gak pernah tuh se-care itu sama perempuan.

  Ibet masuk ke dalam UKS. Bu Yayuk, pengurus UKS mempercayakan Nat pada Ibet sepenuhnya. Bu Yayuk tahu benar kalo Ibet bisa mengurus Nat dengan benar. Ibet anak dari seorang dokter, ia tak asing dengan obat-obatan yang ada di UKS tersebut. Ibet mulai memeras handuk yang ia rendam dengan air hangat, kemudian mengompres dahi Nat dengan handuk tersebut.

  Nat mulai membuka matanya. Samar-samar ia melihat Ibet mengoleskan minyak kayu putih pada pergelangan tangan Nat. Nat sebenarnya agak kaget melihat Ibet yang seperhatian itu. Ibet juga tampak telaten. Nat kemudian memutuskan untuk pura-pura tidur. Ia melihat Ibet bergerak menjauh lalu duduk di sofa yang biasa digunakan kalau ada siswa yang lemas atau tidak enak badan.

Ibet melahap sesuatu lalu mengunyahnya. Nat terkesiap, Ibet sedang mengunyah donat stroberi  yang Nat berikan. Ibet memakannya? Bukannya donat itu udah kotor?

“Ibet…” panggil Nat dengan suara serak. Ibet terlihat kaget, ia dengan cepat menyembunyikan donat yang tadi asyik ia lahap. Kemudian Ibet menyodorkan teh hangat pada Nat. “Minum,” suruhnya singkat.

Hati Nat sedikit luluh. Ia duduk di sofa lalu meneguk secangkir teh yang Ibet berikan. “Thanks ya,” ujar Nat sambil tersenyum.

Ibet terdiam menatap senyuman Nat. “Untuk apa?” 

Nat tersenyum lagi. “Lo udah jagain gue.”

“Jangan geer,” ucapnya, “soalnya gue yang bikin elo pingsan.”

Nat tertawa. “Iya, iya. Gue suka,kok, pingsan gara-gara elo,” kata Nat jujur. 

Ibet membuang muka. Ia lalu sibuk dengan kotak obat yang ada di UKS tersebut. Nat cekikikan, “Tapi boong…” ujar Nat sambil nyengir kuda. 

Ibet berusaha tidak menanggapi cewek disebelahnya. Ibet kemudian duduk kembali di sofa. “Enak gak donatnya?” tanya Nat membuat Ibet terkejut.

Ibet beranjak dari tempat duduknya. “Kalo lo udah baekan, gue pergi.” 

Nat memegangi kepalanya sambil berusaha turun dari tempat tidur. Ibet yang melihat ini diam dengan kaku, seakan-akan tidak mau membantu Nat turun dari kasur. “Gak usah. Lo di sini aja. Gue ke kelas,” kata Nat sambil berjalan menuju pintu UKS. 

Ibet lantas mengeluarkan iPadnya kembali. Melanjutkan game yang tadi sempat tertunda. Sesekali ia menatap punggung Nat yang berjalan menjauh.

“Ibet.”

Ibet menoleh. Nat menatapnya sambil tersenyum, begitu tulus.

“Makasih ya.”

Ibet mengangguk tanpa ekspresi berarti di wajahnya.

“Ibet.”

Ibet menoleh.

“Lo udah gue maafin.”

Ibet diam saja.

“Ibet.”

Ibet menoleh lagi, kali ini dengan wajah kesal tertahan. “Apa lagi, sih?” 

“Majalahyang elo pinjemin ke Ndud ada di gue. Ntar lo ambil aja kalo mau,” kata Nat lalu ngeloyor pergi.

Tinggal Ibet yang berdiri dengan kaku terdiam. Ia meringis. “Dasar aneh,” ujarnya singkat. 

 

***