Try new experience
with our app

INSTALL

Setulus Cintamu 

Hari Ulang Tahun

  Sayup-sayup terdengar suara burung berkicauan. Angin sepoi-sepoi, walau sedikit mendung sedari pagi. Tinggal beberapa jam lagi tahun ini akan berganti. Seperti biasa, aku, istri dan anak-anakku datang ke rumah ayahku. Tepat tanggal 31 Desember beliau berulang tahun. 

  Sebenarnya beliau sudah lupa kapan tepatnya berulang tahun. Namun di KTPnya tertulis tanggal 31 Desember. Jadi kami sekeluarga merayakannya di hari itu. Ayah kini genap berusia 70 tahun, dan masih tinggal di rumah lama kami. Sementara aku dan adikku telah pindah ke rumah lain. Ini bukan semata kemauan kami, namun kata Ayah dia lebih senang menyendiri, sementara anak-anaknya dibiarkan hidup mandiri. 

  Rumahku berada 500 meter dari rumah Ayah. Istriku telah sibuk membuat opor ayam, dan beberapa masakan kesukaan Ayahku. Tak lama kemudian, kami sekeluarga berjalan kaki ke rumah Ayah. 

Sesampainya kami di depan pagar, tampak adikku dan suaminya telah datang membawa sebuah kue cantik berukuran hati. Kami pun masuk bersama ke rumah Ayah. 

  Rumah bernuansa zaman 90’an masih terasa. Lantai keramik bermotif, tempat duduk dari rotan tua di ruang utama, lemari kayu jati, jam dinding tua yang usang, dan radio kesayangan Ayah. Semuanya masih tertata rapi. 

  Aku masuk lebih dulu ke kamar ayah yang berada tak jauh dari ruang utama. Ranjangnya masih berhiaskan kelambu, dan tepat di atas ranjang itu, terlihat Ayah sedang berbaring. 

“Yah, aku pulang.. “ 

  Namun suaraku tak digubris. Ayah masih terbaring. Aku mendekatinya selangkah demi selangkah. Aku pastikan tubuh Ayah masih naik turun bernafas. Dengan saksama aku perhatikan, dan syukurlah nafasnya mash terasa. 

“Ayah, ini aku Wira.. Selamat ulang tahun ya, Yah”

  Aku menggenggam tangan Ayahku. Ia pun tersadar dan perlahan membuka matanya. Ayahku perawakannya kini sungguh berbeda dari foto masa muda yang masih terpajang di tembok kamarnya. Rambutnya sekarang sudah putih beruban, beberapa gigi depannya sudah ada yang tanggal, tubuhnya semakin kurus dan ringkih. Bahkan urat-urat di balik kulitnya terlihat menonjol. 

“Hmm..” suaranya terdengar lirih. 

Ia pun melihatku dan tersenyum. 

“Sudah waktunya ya?” 

“Iya, hari ini ulang tahun Ayah. Yuni juga sudah datang dengan suaminya. Di luar ada istri dan anak-anakku yang sudah menunggu” 

Ayahku mengangguk paham, lalu dia mengambil kemeja lusuhnya. Dipakai, lalu merapikan rambutnya sedikit dan perlahan ke luar kamar. 

***
“Happy birthday to you.. Happy birthday to you…”

Riuh suara nyanyian ulang tahun terdengar. Di sana Yuni tampak membawa sebuah kue ulang tahun yang di atasnya berisi lilin angka 7 dan 0. 

Tampak semua orang berbahagia. Ayah pun melihat mereka dan tersenyum. 

Ayah lalu meniup lilin dan mengucapkan terima kasih. 
“Makasi ya Nur”
Kami semua seketika diam. Raut wajah Yuni pun mendadak murung. 
“Ayah, ini Yuni, bukan Nur” kataku pelan. Tanganku mengarah ke tempat Nur. 
“Kalau yang ini baru Nur”, istriku tersenyum. 

Ayah tampak terdiam, seolah sedang mencerna.