Try new experience
with our app

INSTALL

Tuhan = Kau = Sah 

SURAT TERAKHIR DARIMU = JAWABAN TUHAN UNTUKKU

  Kamu masih menangis terisak di dadaku. Sambil terkadang kamu memukulku. Kamu kembali meminta aku menceraikanmu dan aku menikah dengan Maryam. Dengan mata berkaca-kaca aku tetap menggeleng pelan. Aku memegang pipimu. Aku tahu hatimu pasti akan sangat terluka. Aku masih selalu ingat, betapa terpuruknya kamu ketika kamu memutuskan menjauh dariku. Aku tak sanggup melihat hal itu lagi. 

  Aku tetap memegang pipimu. Air matamu menggenang. Membasahi telapak tanganku yang berada di wajahmu. Dengan pelan dan bergetar aku mengatakan kepadamu, “aku hanya mencintaimu. Dan akan selalu mencintaimu.” Kamu langsung menggeleng dan tangismu lebih pecah dari yang tadi. Kamu keluarkan sebuah surat. Dan kamu tunjukkan kepadaku. Lalu kamu menangis deras dalam pelukanku. 

  Aku kaget. Surat apa yang kamu berikan kepadaku. Aku coba membaca surat itu. Bibirku bergetar hebat. Air mataku tak kuasa lagi kubendung. Sebuah vonis yang menyatakan kamu terkena kanker payudara stadium 4. Aku lalu memelukmu erat-erat. Aku mengelus punggungmu. Aku mencoba menyabarkan dan menguatkanmu. Aku yakin kita dapat melewatinya. 

  Kamu melepaskan pelukanmu. Dengan air mata yang mengalir deras dari wajahmu, kamu menggeleng pelan. Kamu mengatakan bahwa ini mungkin hukuman Tuhan untukmu. Kamu yang selama ini tidak pernah bersyukur punya suami saleh sepertiku. Kamu yang selama ini hanya menjadi dosa untukku. Aku langsung menggeleng. Aku tetap selalu berdoa agar kamu bisa jadi istri yang shalihah. 

  Kamu lalu berlutut menunduk. Kamu memeluk kakiku. Kamu memohon agar aku menceraikanmu dan menikahi Maryam. Kamu tiba-tiba memanggil Maryam. DEG! Aku kaget. Maryam pun dengan mata berkaca-kaca masuk ke dalam kamar. Aku bingung apa maksud semua ini. 

  Ternyata sore tadi, kamu juga sudah menceritakan kepada Maryam soal kanker stadium 4 mu ini. Dan kamu yakin tidak akan hidup lama. Sangat sedikit orang yang bisa selamat dari kanker yang sudah masuk stadium 4. Dan kamu tidak ingin aku bertambah sedih. Kamu ingin pergi dari hidupku dan biarkan aku bahagia dengan Maryam. Yang tentu bisa sekali menjadi istri yang shalihah. 

  Aku mengangkatmu kembali berdiri. Pipiku kini juga sudah basah oleh air mata. Aku belai rambutmu. Aku sebagai lelaki yang mencintaimu tidak akan mungkin tega membiarkan kamu sendirian menghadapi penyakit ganas ini. Seorang imam yang baik tidak akan mencampakkan makmumnya yang tengah masih melaksanakan salat bersama. Termasuk aku imammu yang masih melaksanakan rumah tangga bersamamu. 

  Engkau tetap terisak sambil menggeleng. Engkau tetap memohon kepadaku. Bahkan permohonanmu kini kau ubah. Jika aku tidak bersedia menceraikanmu maka kamu meminta aku untuk poligami. Menikahi Maryam juga. Kamu memohon kepadaku. Kamu merasa hidupmu tak akan lama lagi. Ketika kamu pergi akan ada Maryam yang akan mendampingiku. DEG!

  Aku memandang Maryam. Maryam sepintas memandangku lalu menundukkan wajahnya. Aku tahu hal ini juga berat bagi Maryam. Tapi aku yakin kamu yang memaksa Maryam. Mataku terpejam kembali. Aku mendongakkan kepalaku ke atas. “Ya Rabb… mungkinkah ini jawaban-MU atas doa-doaku selama ini? Engkau percayakan perempuan ini kepadaku agar aku bisa mendampinginya melawan penyakitnya di akhir hidupnya untuk Husnul Khatimah kembali kepada-Mu?”

 

END…