Contents
Beri Sedikit Cinta untukku Ibu
Chapter 6
Lagi-lagi Ibu lebih percaya sama Ayah. Katanya aku hanya mengarang, berbohong agar Ibu dan Ayah bertengkar. Wanita itu juga seolah tidak bersalah. Dia pintar sekali membalikkan fakta. Persekongkolan yang klop antara sepasang orang pendosa.
Allah menunjukkan kuasanya. Seiring berjalannya waktu. Saat sedang berbelanja kain pesanan pelanggan. Ibu mengetahui dengan matanya sendiri kelakuan suaminya. Dengan asiknya Ayah bermesraan di sebuah mall.
“Ayah ... ternyata benar kata Nira, kamu memang lelaki buaya!”
“Wanita itu gebetan kamu yang keberapa? Selama ini aku banting tulang, malah dengan enaknya kamu hamburkan uangku untuk wanita gatal seperti dia?”
“Kamu jangan salah paham. Dia ini sepupuku jauh yang baru pulang dari TKW.”
“Bohong! Kamu jahat, Ayah!”
“Nira benar, kamu memang lelaki bejat!”
Menurut saksi di TKP, mereka bertengkar hebat di tengah jalan. Hingga tanpa sengaja ada mobil yang menabrak Ibu. Mereka bercerita kronologi sebelum ibu tertabrak. Bukannya Ayah menolong, malah pergi dengan wanita tersebut. Mereka menghubungi kami berdasarkan KTP ibu.
Kesedihan makin menjadi, saat kami butuh banyak uang untuk bayar rumah sakit. Hingga rumah kami terjual malah di bawa kabur Ayah. Pergi tanpa belas kasihan sedikitpun. Akhirnya keluarga besar ibu berembuk dan patungan buat membayar rumah sakit.
Ibu ... mungkin perlakuanmu dahulu sering membuat hati ini terluka, tapi kamu tetaplah ibu yang mengandungku selama sembilan bulan. Mungkin kamu sangat mendambakan sosok laki-laki pendamping saat itu, hingga kamu terlupa kalau aku ini anak yang butuh kasih sayang. Lelaki yang engkau agungkan ternyata dialah yang selalu membuat hidup kita sengsara.
Perlahan kesehatan ibu berangsur membaik. Alhamdullilah akhirnya sembuh. Namun, akibat operasi otak beberapa kali, membuat beberapa syaraf terganggu. Kaki juga agak lumpuh. Berjalan harus memakai alat pembantu. Keadaan beliau yang demi kian, membuatku terus banting tulang buat memenuhi kebutuhan hidup.
Saat kami ngobrol bersama, air mata ibu menetes. Beliau merasa bersalah telah menyia-nyiakan anaknya. Suami yang dia banggakan adalah pendusta. Kami berpelukan dan saling memaafkan. Menata hidup untuk masa depan.
“Maafkan Ibu ya, Nak. Telah zholim terhadapmu. Lelaki itu memang jahat. Kenapa dari dulu ibu tidak mendengarkan semua ucapanmu. Ibu menyesal,” ucap ibu di sela tangisnya.