Try new experience
with our app

INSTALL

Beri Sedikit Cinta untukku Ibu 

Chapter 2

  Melangkah masuk rumah, masih lenggang. Padahal biasanya ada ibu yang telah duduk manis di atas meja jahitnya. Menjahit baju-baju pesanan pelanggan. Mataku masih berputar, melirik kesana kemari. Rumah kami yang kecil sebenarnya cukup mudah untuk menemukan penghuninya. Hanya ada satu ruang tamu, dua kamar tidur, dapur juga kamar mandi.

Rumah kecil berlantai dua. Lantai atas belum jadi, hanya berupa bangunan tanpa atap.

“Jangan makan dulu, tunggu Ayah pulang!”

  Baru saja kaki melangkah masuk rumah, sebuah larangan telah terucap. Padahal jika pulang sekolah begini, perut sudah keroncongan tak terkendali. Hanya bisa meneguk air putih untuk mengurangi gelitiknya cacing dalam perut. Aku hanya menelan ludah saja melihat masakan yang sudah tertata di meja makan.

  Pekerjaan rumah juga sudah menumpuk, setelah Ibu menikah lagi sungguh terasa perbedaannya. Ibu yang dulu sangat menyayangi kini berubah drastis, lebih mementingkan suami baru daripada anak sendiri. Mereka bilang memuliakan suami itu berpahala. Apa demi pahala harus mengorbankan anak? Hati ini bagai teriris.

  “Nira ... Kamu di mana? Jangan malas-malasan.  Masih banyak piring kotor yang belum dicuci,” terdengar terikan ibu dari ruang tamu. Walau perut sudah keroncongan, akhirnya kuselesaikan juga pekerjaan rumah. Supaya secepatnya mengisi perut ini.

Menjelang sore ayah belum juga pulang, padahal perut makin bergejolak, apalagi  sepulang sekolah masih harus beres-beres rumah.

“Bu, bolehkah aku makan? Nira lapar sekali,  sedangkan Ayah juga sampai sore belum pulang,”aku mengiba mendekati ibu.

“Tunggu Ayah pulang, ngerti nggak!” Suara ibu lantang terdengar dari depan mesin jahit.

  Aku hanya mengangguk dan melangkah menuju dapur. Setidaknya masih bisa meneguk air minum di kulkas, menahan lapar. Mataku tertuju pada buah apel merah yang ranum. Baru saja buah apel aku ambil. Ada tangan yang mencekal tanganku. Aku menoleh, ternyata ibu sudah di sebelah.

“Lancang kamu, itu buat Ayah, jangan kamu ambil. Nanti kalau Ayah sudah makan barulah kamu makan sisanya,” tegur ibu.