Contents
Beri Sedikit Cinta untukku Ibu
Chapter 1
“Nira, boleh ya si Om Heri menikah dengan ibu?”
“Om Heri? Yang sering ajak kita jalan-jalan itu, Bu?”
“Dia baikkan? Pasti Om Heri akan menjadi Ayah terbaik untuk Nira.”
“Jangan ... aku nggak mau punya ayah. Maunya sama Ibu berdua saja.”
“Tapi ... Nira juga butuh seorang ayah yang menjaga kita.”
“Ibu pasti akan berubah, Nira nggak mauuu!”
Aku menangis dan marah. Ibu membujuk terus. Akhirnya hati ini luluh juga. Saat Ibu berjanji tidak akan berubah kasih sayangnya. Akhirnya pernikahan itu berlangsung.
Ibu menepati janjinya. Om Heri menyayangiku. Sering ngajak jalan-jalan. Ketakutan memiliki Ayah tiri sudah hilang. Namun ternyata lama-lama itu hanya kedok belaka.
Semua orang memanggilku Nira. Sejak usia empat tahun. Ibu bercerai dengan Bapak. Konon banyak kasak-kusuk terdengar kalau Bapak tukang selingkuh. Menjadi seorang janda muda dengan beranak satu, membuat Ibu dikejar-kejar jejaka. Apalagi ibu sudah punya penghasilan yang lumayan. Usaha jahitnya sudah terkenal.
Selain mapan, Ibu juga cantik. Mungkin karena haus akan kasih sayang laki-laki, Ibu menerima pinangan seorang pemuda yang usianya jauh di bawah usia ibu. Tujuh tahun selisihnya. Walau pengangguran, tapi pesona ketampanan lelaki yang kini menjadi Ayah tiriku membuat ibu tergila-gila. Walau saat itu aku melarang, pernikahan itu tetap berlangsung. Apalah daya, saat itu aku masih kelas dua SD.
Beberapa tahun kemudian perbedaan itu terlihat jelas. Ibu lebih menyayangi suami barunya dari pada anaknya. Janji hanyalah sebuah ucapan saja. Buktinya aku makin menderita. Apalagi ketambahan lahirnya dua adikku dari hasil pernikahan ibu dan ayah tiri.
Panas terik siang ini, sangat menyengat kulit. Seperti biasa, aku bersama teman-teman menyusuri jalan sepanjang rel kereta api. Kami sudah terbiasa berjalan sejauh lima kilo meter. Sesekali terkadang juga naik sepeda, tapi kami sangat menikmati tanpa mengeluh. Ada Joni, Ely, Ika, Tia. Terkadang kami kejar-kejaran di tengah rel kereta. Beberapa pohon besar, pohon kelapa membuat area sekitar lebih teduh.
Satu jam perjalanan dari sekolah menuju rumah, sangat membuat lapar. Seperti kebanyakan anak sekolah, sampai rumah yang dituju pasti meja makan. Apalagi saat ini aku masih duduk di bangku SMP. Dimana orang tua bilang, lagi gemar-gemarnya makan banyak. Kuucapkan salam ketika sampai di depan pintu rumah. Terlihat sepi, tanpa sahutan dari dalam.