Contents
Tertindih
Perjalanan Pertama
Aku mulai berpikir bahwa ini menarik, jika kemampuan ini aku dalami lagi, aku bisa berkomunikasi dengan keluargaku yang telah meninggal, tapi aku hanya minta satu, tolong jangan munculkan wujud kalian dengan sosok yang mengerikan. Aku hanya butuh berkomunikasi untuk melepas rasa rindu. Khususnya Om Angga, Om yang paling gaul dan asik semasa hidupnya, tapi tidak seperti malam-malam sebelumnya, Om Angga muncul dengan mengerikan. Aku kembali becerita ke Ayahku, Ayahku menyatakan bahwa aku sebenarnya sudah siap, tapi apakah aku ikhlas melakukannya? Sebenarnya aku hanya penasaran, tapi boleh lah kita coba dulu, pikirku. Lalu Ayahku memberitau segala cara untuk mengendalikan mimpi. Pertama jika kita mengalami ketindihan, kita harus tenang, dan coba pikirkan tempat yang sangat indah dan ingin kita kunjungi. “Udah gitu doang?” Tanyaku, tapi Ayahku hanya tertawa meremehkan aku. Lalu Ayahku kembali menjelaskan panjang lebar sampai tak sadar aku mulai mengantuk, seolah-olah Ayahku sedang membacakan dongeng. Akupun pindah ke kamar untuk tidur.
Di kamar, aku malah jadi kepikiran, apakah sebenarnya aku bisa? Ah mungkin belum waktunya untuk mencoba hal itu, lebih baik aku lanjut tidur aja sekarang karena sudah cukup ngantuk. Baru saja memejamkan mata, aku merasakan keram yang amat hebat dari ujung kaki dan menjulur sampai ujung kepala.Herannya, kenapa aku bisa ketindih lagi dengan posisi yang belum sepenuhnya tidur. Ini gak wajar, karena biasanya aku mengalami ketindihan ketika aku sudah tertidur pulas, tapi ini masih dalam keadaan sadar, ya mungkin setengah sadar, aku juga tidak tau. Dalam keadaan mata terpejam, Aku teringat dengan kata-kata Ayahku, untuk memikirkan sebuah tempat spesial dengan keadaan harus tenang. Aku coba menenangkan diri, saat itu aku teringat rumah Almarhum Om Angga, suasana sekitarku menjadi hening, bahkan suara detik jam yang biasanya terdengar tidak terdengar sama sekali. Tiba-tiba sekitarku mendadak gelap gulita. Total black!
Rasa keram di sekujur tubuhku menghilang, suasana masih hening, hanya terdengar tiupan angin, perlahan aku membuka mata. Aku berdiri tepat di depan rumah Om Angga. Saat itu rumah Om Angga terlihat sangat sepi, bahkan sekitar area rumah Om Angga itu gelap gulita, yang terang benderang hanyalah rumah Om Angga sendiri.
Aku mulai memasuki rumah Om Angga, tak lupa aku mengucap salam. Aku mendengar seseorang menjawab salamku, tapi aku tidak melihat wujudnya, hanya bisikan tepat di dekat telinga, tapi rasanya aku kenal dengan suara ini. Ketika aku masuk ke teras rumah, aku melihat Kakek ku sedang duduk santai. Aku kembali ucapkan salam, Kakek ku tersenyum ramah. Saat itu dia terlihat begitu bersih bersinar, mengeluarkan pantulan cahaya putih di sekitar tubuhnya. “Farhan, Apa Kabar?” Tanya Kakek ku dengan ramah. “Alhamdulillah Farhan kabarnya baik, Kek.” Jawabku. Kakek mengangguk dengan senyuman ramahnya, lalu tangannya menunjuk ke arah pintu masuk rumah Om Angga, seakan-akan Kakek ku tau kalau aku ingin bertemu dengan Om Angga. Aku pun mengikuti petunjuknya untuk masuk ke dalam rumah, tanpa mengucap salam, di sini lah letak kesalahanku.
Suasana rumah Om Angga terlihat biasa saja, hanya sedikit lebih gelap dan kotor mungkin? Karena aku melihat banyak debu berterbangan. Aku mulai melangkahkan kaki menuju ruang tamu, tempat di mana Om Angga biasanya duduk santai bersama keluarganya. Aku melangkah dengan sangat hati-hati, aku melihat Om Angga sedang duduk di sofa favoritnya, saat itu dia membelakangiku. Aku mulai mendekati Om Angga, sampai kira-kira tinggal sejengkal lagi aku sampai tepat di belakangnya, tiba-tiba aku mendapat bisikan, “Farhan, pulang sekarang!”, itu adalah suara Kakek ku, dia terdengar tegas. Aku menoleh ke segala arah tapi tidak melihat wujudnya.
Aku menepuk pundak Om Angga dengan ramah berniat untuk komunikasi dengannya, tapi ternyata aku salah, harusnya kau mendengarkan ucapan Kakek ku. Yang ku tepuk ternyata bukan Om Angga, itu adalah jin yang menyerupai Om Angga dan Jin itu lah yang selama ini membuat ku tertindih setiap tidur. Lalu wujud yang menyerupai Om Angga itu tiba-tiba menoleh sambil tertawa, ia menatap tajam seakan-akan marah padaku.. Kejadian ini tidak akan terlupakan dalam benak ku.