Try new experience
with our app

INSTALL

Ikatan Cinta: Ketika Aldebaran 

6. Ketika Aldebaran Kesal

"Gak nyangka kamu berbakat juga jadi tukang keramasin orang. Gak mau sekalian buka salon aja entar, Ndin?"


Pernyataan sekaligus pertanyaan tadi dilontarkan oleh Aldebaran ketika duduk di kamar mandi sementara saya menyabuni kepalanya. Sesekali juga memberikan pijatan lembut seperti yang selalu saya lakukan pada kepala saya sendiri ketika keramas.


"Mas tahu enggak?"


"Apa?" Pria yang sejak tadi memejamkan matanya, sejenak membuka netra untuk melihat saya.


"Beberapa waktu belakangan, Mas jadi cerewet. Aneh tahu rasanya!" pungkas saya sungguh-sungguh.


"Lah? Biasa aja perasaan." Aldebaran menjawab. Kali ini matanya kembali terpejam, mungkin takut busa sampo akan mengenai matanya.


"Enggak, Mas. Aku ngerasa kita lagi berganti peran tahu. Biasanya aku yang suka clingy, ngoceh mulu, bikin Mas kesel, sekarang kebalikannya."


"Apaan, mana ada Mas kayak gitu. Perasaan kamu aja kali itu mah." Masih saja dia menyanggah fakta yang terpampang dengan nyata.


"Nah, tuh kan! Mas ngejawab mulu nih kayak aku!"


Aldebaran tidak menjawab lagi setelah itu. Apalagi karena saya kini mulai membersihkan busa di rambutnya dengan shower. Kalian tahu shower apa yang saya pakai? Yups, shower closet. Hehehehe. Untung saja Aldebaran tidak sadar, sibuk memejamkan mata menikmati kesegaran yang singgah di kepalanya.


Setelah memastikan bahwa tidak ada busa yang tersisa di rambut Aldebaran, lekas saya mengeringkan rambut pria itu dengan handuk. Tidak ada hair dryer karena saya tidak tahu awalnya akan disuruh untuk mengkeramasi bayi besar satu ini.


"Seger?" saya tanya, sambil melihat wajah Aldebaran di depan cermin.


Aldebaran mengangguk ringan dengan senyuman tipis yang terpatri. "Banget. Rasanya kepala Mas jadi lebih ringan sekarang. Lebih afdol kalau bisa mandi. Sayangnya, badan masih gak kuat."


"Ya, mandi mah tunggu nanti kalau udah lebih sehat, Mas. Mandi sekarang mah ribet sama infus. Terus bisa-bisa malah makin drop."


"Omong-omong, kamu pakai shower tadi pas bersihin busa di rambut Mas?" tanya Aldebaran.


Seringai lebar mulai muncul di bibir saya. "Iya, pake shower," jawab saya, menahan geli.m saat menerka reaksi macam apa yang akan diberikan oleh lelaki itu jika tahu shower apa yang saya gunakan untuk membersihkan rambutnya.


Awalnya Aldebaran hanya mengangguk singkat. Sampai beberapa sekon kemudian, kerutan di antara keningnya mulai terlihat dan pria itu mulai celinguk kanan celinguk kiri.


"Kenapa, Mas?" Saya bertanya meski tahu alasannya.


"Perasaan enggak ada shower?" Dia kebingungan.


Sekuat tenaga saya berusaha mengulum senyum. "Tuh, shower!" saya mengedikkan dagu ke arah closet di sisi kanan kami.


Aldebaran seketika memusatkan atensi pada benda yang saya tunjuk. Raut wajahnya seketika menjadi kaku. Dia pasti terkejut saat tahu jikalau shower yang digunakan barusan adalah shower closet.


"Andini!" pekik Aldebaran agak melengking, membuat saya tidak bisa lagi menahan tawa. "Bisa-bisanya kamu pakai shower closet?!"


Aldebaran tampak hendak berdiri saking terkejut dan kesal, tetapi karena infus yang menempel di lengan beserta tubuhnya yang kekurangan energi, membuat dirinya tidak bisa melakukan hal demikian.


"Bersih kok, Mas, bersih!" saya meyakinkan sambil berusaha meredam tawa. Lucu sekali melihat reaksi Aldebaran barusan.


"Tapi itu shower closet!" pekik Aldebaran tak terima.


Saya menggeleng. "Tapi bersih, Mas Al. Gak bakalan ada tainya, ih."


Aldebaran mengurut dahi, geleng-geleng kepala atas apa yang saya lakukan terhadapnya. "Kenapa saya harus percaya sama kamu, ya? Sudah tahu otak kamu kadang suka nyeleneh," gerutu lelaki itu, terdengar amat putus asa. Sementara saya masih menyengir kuda. Puas sekali dengan apa yang saya kerjakan.


***