Try new experience
with our app

INSTALL

Paragraf Terbuang 

Kedung Pedut

Gelanggang tak lagi sama tanpa Aswin. Masa ujian terlewati, Aswin tak juga kembali kuliah.

Memang, sebenarnya Aswin hamya berlagak memperbaiki nilai. Semua tahu ia cerdas, tapi tak ada yang tahu pasti alasannya menunda lulus selain karena ingin tetap menjadi mahasiswa, predikat yang dibanggakan Aswin.


Gelanggang juga sepi karena libur panjang dimulai. Satu-satunya tempat yang bisa membuat Zhiya tak kesepian hanyalah rumah Kinabalu. Ada Noval yang juga sedang berada di sana.

Keduanya lalu memutuskan untuk mengunjungi tempat wisata agar Zhiya bisa sekalian membuat konten vlog.


Zhiya menikmati anak-anak tangga menurun yang membuat urat kakinya terasa kencang. Tanah merah yang sedikit licin membuatnya menahan pijakan agar tak terpeleset. Jalan menuju air terjun Kedung Pedut cukup untuk mengolah raga.


Pohon-pohon tinggi yang sebagian batangnya berlumut, menemani langkah riang Zhiya dan Noval. Celoteh dan tawa menggugurkan kesunyian di sekelilingnya. Langkanya pengunjung di hari kerja, membuat keduanya leluasa mengabadikan setiap objek pilihan.


Di bangku kayu memanjang, di bawah bulatnya atap rumbia, Zhiya duduk mengatur nafas, menunggu detak jantung kembali normal.


“Ambil posisi, Zhi. Aku foto nih!” seru Noval yang sudah membidikkan kamera, beberapa langkah dari Zhiya.


Sebelumnya sudah banyak foto yang Noval ambil tanpa Zhiya sadari. Setiap sudut wajah dan gerak tubuh Zhiya sangat ramah kamera bagi Noval. Fotogenic, tak banyak yang memilikinya. Antusias Noval menerima tawaran Zhiya untuk membantu, menjadi penunjuk jalan, teman bermain sekaligus fotografer.


Hanya beberapa langkah lagi ia sampai ke air terjun yang telah tampak di depan mata. Percikannya bahkan sudah menerpa wajah dan lengan Zhiya. Kolam di bawah air terjun terlihat menggiurkan. Keinginan untuk menceburkan diri nyaris tak mampu dilawan seandainya Noval tak mengingatkan harus ada foto dan video untuk diunggah.


Zhiya puas akan keputusannya meminta Noval menemani ternyata menjadi nilai tambah bagi vlog-nya. Noval bisa menjadi partner tepat untuk meningkatkan kualitas konten membuat vlog dan blog. Video dan foto menawan berpadu kata-kata menarik akan menjadi konten yang berbobot.


“Review lokasi dulu, baru nyebur. Nanti, aku take shoot waktu kamu main air!”


“Oke. Aku titip tas dong!" seru Zhiya.


“Bawa sini.”


Kaki Zhiya tergelincir batuan yang licin saat mengulurkan tangan dengan tas dalam genggaman. Noval gesit menangkap tubuh yang limbung ke arahnya. Keduanya berpelukan tanpa sengaja hingga Zhiya mampu menapakkan kedua kakinya dengan benar.


“Hahaha ... sorry!” Zhiya menertawakan diri sendiri.


“It’s ok. Untung kamu ringan ... hahaha!”


Noval terbahak, berusaha membohongi jantung yang berdetak lebih cepat. Ia pikir, debar itu akibat gerak refleks saat menangkap tubuh mungil Zhiya. Tapi, degupnya tak juga berhenti beberapa waktu kemudian. Wajah penuh tawa yang tengah bercanda dengan air mengalir, mulai mengetuk hati. Dari balik kamera, Noval enggan mengedipkan mata.


Usai menghibur diri menikmati air terjun, keduanya mencari tempat tersorot sinar matahari. Selain menghangatkan badan, juga mengeringkan pakaian yang basah usai bermain di air terjun. Di sampingnya, sebuah warung kecil menyajikan gorengan dan mie instan. Kopi hitam dan kopi susu menjadi penghangat tubuh sementara mie dimasak penjaga warung.


“Kamu ... biasa pergi sendiri, tidak takut?” tanya Noval usai meneguk kopi hitamnya.


“Sejak kecil aku terlatih mandiri, ayah ibu bekerja, jadi sudah biasa. Eh, kamu punya pacar?”


“Saat ini tidak, kamu mau jadi pacarku?” Noval bicara semaunya, tanpa arti.


“Idih, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! Maksudku, kalau pacarmu posesif, aku pasti dimusuhi, dianggap orang ketiga. Aku sebal, berkali-kali dianggap begitu. Karena teman-temanku lelaki, dan mereka lebih sering bersamaku daripada pacarnya ... hahaha, emang aku salah kali ya?"


“Terus, pacarmu juga posesif? Cemburu sama teman-teman cowokmu ... hahaha berantakan!”


“Haha ... untungnya aku gak punya pacar, jadi aman!"


“Maksudku, saat kamu punya.”


“Aku gak pernah pacaran, Val. Aku lebih suka berteman seperti ini.”


Kalimat terakhir itu menjadi catatan penting bagi Noval. Tapi, waktu bisa mengubah segalanya, seperti bunga yang tiba-tiba mekar di hatinya.

“Saat ini, ada perempuan yang sedang kamu suka?”


“Ada dong. Kinabalu!” canda Noval.


“Aih ... hahaha.” Zhiya terbahak.


“Mumpung masih kecil bisa digendong, kalau udah gede pasti kayak kamu.”


“Kayak aku gimana?”


“Galak, pecicilan, haha ... kalau kamu, siapa yang kamu suka?”


“Bang Zaki, papanya Kin hahaha ...!" Zhiya membalas Noval.


Canda terus mengalir, keduanya menuntaskan tawa saat mie rebus yang mereka pesan tersaji. Tak menunggu lama, tandas sudah semuanya, menyisakan mangkuk dan gelas-gelas kosong.


Pakaian keduanya masih setengah kering saat meninggalkan Kedung Pedut di wilayah Kulon Progo. Noval berhenti di sebuah toko ketika memasuki jalan utama.


"Ngapain?" tanya Zhiya.


"Ayo turun aja!" ajak Noval.


Noval memilih dua kaos berwarna hitam dengan cepat. Satu kaos lengan panjang diberikannya pada Zhiya setelah dibayar di kasir, "Nih, biar gak masuk angin!"


Noval dan Zhiya berganti pakaian di toilet, lalu melanjutkan perjalanan.


"Mau aku antar ke kos atau balik ke rumah Kin?"


"Ke rumah Kin aja, kosan sepi!"


"Wokeh!"


"Beli something gitu, ah itu aja, berhenti bentar, Val."


Noval menepikan motornya di sebuah warung bambu. Zhiya membeli salak pondoh dan sebuah tas slempang bulat dari anyaman serat pandan.


Senja merah menyambut mereka di halaman rumah Kinabalu. Zhiya dan Noval mengucap salam lalu masuk ke rumah setelah Kinabalu membukakan pintu untuk mereka.


"Oleh-oleh buat Kin!" seru Zhiya saat duduk di ruang tengah.


"Wah! Makasih, Kak Zhiya the best deh!" Kin mencium pipi Zhiya.


Zhiya bergerak ke dapur menghampiri Alifa. "Zhi bawa salak nih, Mbak. Mbak bikin apa? Perlu Zhi bantu?"


"Makasih ya, Zhi, cuma bikin gorengan, Zhi duduk aja, capek kan baru pulang. Ke mana tadi?"


"Air terjun Kedung Pedut!"


"Lumayan jauh itu, udah makan?"


"Udah, jajan mie tadi, heheh!"


Suara motor berhenti di samping rumah. Kinabalu langsung membuka pintu, menyambut papanya yang baru pulang dari warung.


"Papa! Kak Zhiya beliin Kin tas ini, bagus ya?" Kinabalu pamer pada papanya.


"Wah bagus banget! Dirawat ya!" Zaki beralih pada Noval dan Zhiya.


"Val, Zhi, kalian udah tahu Lombok gempa parah?"


"Hah?" Zhiya dan Noval terperangah.


"Nyalakan saja TV-nya, cari info. Abang baru coba kontak teman pendaki di Kopang tapi belum bisa dihubungi."


Lombok, Sumbawa, dan Bali diguncang gempa bermagnitudo 6,4. Lombok Timur di kaki gunung Rinjani terdampak paling parah. Ratusan pendaki terjebak di kaldera Segara Anak, beberapa korban meninggal tertimbun longsor.


Zaki dan Kinabalu pernah mendaki Rinjani, banyak teman pendaki Lombok yang mereka temui di sana. Bahkan, tim pendakian sempat menginap di rumah-rumah mereka. Mereka mendukung kampanye bebas sampah yang dilakukan Kinabalu dan tim. Pertemuan itu membuat ikatan yang kuat di antara tim pendakian Kinabalu dan para pendaki di sana.


Zhiya terisak sambil menelepon Ayah, tak ada nada sambung.


"Zhiya?" tanya Noval, ia lupa ayahnya Zhiya ada di Sumbawa dan mungkin terdampak gempa.