Contents
Dua Sisi
Bab 3 Melepasmu
Digenggamnya sebingkai fotho sepasang sejoli yang tersenyum bahagai. Airmata mengalir tiada henti. Membasahi pipi putih Renata. Isak mulai terdengar memilukan siapapun yang mendengarnya. Cinta telah membuat hatinya lemah. Sang wanita yang menekadkan diri agar tidak menangis karena cinta. Kini semua itu telah dikalahkan oleh perasaannya kepada Kak Fauzan. Renata memeluk erat fotho itu sebelum ia memasukkan ke dalam koper.
Hari ini adalah hari keberangkatanya ke Belanda, kembali kepada kepangkuan kedua orangtuanya. Sebenarnya berat mengambil keputusan ini. Tetapi mau bagaimana lagi, ia harus bisa ikhlas melepas Kak Fauzan. Apalagi kini Kak Fauzan sudah bertunangan dengan wanita lain.
Tanpa Renata sadari, dari balik pintu kamar Rehan memperhatikannya. Hati Rehan terenyuh melihat sang adik yang begitu ia cintai menangis. Tak pernah ia melihat Renata sesedih ini. Mungkin memang inilah kekuatan cinta. Bisa merubah sifat seseorang. Kaki Rehan melangkah mendekati Renata yang duduk di tepi ranjang.
"Dek, semua belum terlambat. Kamu masih bisa memperjuangkan Fauzan. Mommy, Daddy, dan kakak, mengizikanmu untuk pindah keyakinan. Pasti keluarga Fauzan akan menerimamu," Rehan duduk di samping Renata sambil memegang pundaknya.
"Semua sudah terlambat kak. Kak Fauzan sudah bertunangan dengan wanita lain," Jelas Renata sedih."Lagi pula, ibunya Kak Fauzan tak akan pernah menerimaku. Meski ia tahu aku akan pindah agama. Tetapi dia tetap nggak mau menerima aku. Ia ingin keluarga yang jadi besannya muslim semua."
Rehan termenung, sungguh pelik kisah cinta Renata. Baru juga ia merasakan cinya, ujian langsung menerpanya.
"Kapan jadwal penerbangannya kak?"
"Nanti jam 11, Kita berangkat malam. Kakak dapat tiketnya yang malam."
"Baiklah, sedikit lagi aku beres. Mommy dan Daddy sudah tahu?"
"Sudah Kakak kasih tahu. Mommy dan Daddy senang kau akhirnya pulang. Bahkan Daddy sudah memilihkan universitas terbaik di sana, supaya kamu bisa langsung melanjutkan kuliah."
Renata tersenyum, dia sangat beruntung memiliki keluarga yang begitu menyayanginya, selalu ada ketika ia tertimpa musibah.
"Kakak tunggu di bawah."
Renata menganggukkan kepala. Tangan Rehan terulur lalu mengusap kepalanya. Dia berdiri meninggalkan Renata.
Selepas kepergian kakaknya, Renata memasukkan fotho itu ke dalam koper. Ia menghirup napas dalam-dalam, untuk melepas kepenatan hati barang sekejap. Kini Ia harus benar-benar kehilangan sang pujaan hati. Awalnya ia merasa akan bisa melewatinya, namun ternyata tak semudah dibayangkan. Rasanya begitu sakit, apalagi saat melihat Kak Fauzan bersanding dengan wanita lain. Ia tak akan mampu menghadapinya. Semoga keputusannya untuk pergi ke luar negeri, mampu melupakan semua kenangan indah tentang kisah-kasih dirinya dan Kak Fauzan.
Renata berdiri dan merapikan pakaiannya. Lalu melangkahkan kaki sambil mengeret koper. Sebelum Ia benar-benar meninggalkan kamar ini. Ia menghentikan langkahnya sebentar dan mengitari setiap sudut kamar. Entah kapan Ia kembali lagi menempati kamar ini? Perlahan tangannya memegang gagang pintu dan menutupnya.
Dari lantai satu, terlihat Rehan sedang menerima telpon dari seseorang. Raut wajahnya tampak serius. Renata menuruni tangga perlahan, koper yang besar membuat ia susah untuk melangkah.
"Dek, Kakak kira masih di atas. Sini kopernya Kakak bawa." Rehan mengambil alih koper dari tangan Renata. Mereka berdua memang tidak mempekerjakan pembantu. Sebab Rehan dan Renata sepakat untuk membagi tugas. Agar nanti ketika mereka berumahtangga, mereka tidak kaget dengan kegiatan rumah yang seabreg-abreg. Setiap harinya mereka berdua bergantian jadwal. Jika hari ini jadwal Renata mencuci. Besoknya bagian Rehan yang mencuci. Begitu seterusnya.
"Kak, setelah aku pergi, kayaknya kakak harus cepat cari pembantu, deh! Kalau enggak cari calon istri aja, Kak!" Renata menyenggol Kakaknya sambil menatap nakal.
"Kamu tuh! Kakak belum mikir kesana. Tenang, nanti Kakak minta Daniel buat nyari pembantu. Paling buat bersih-bersih aja. Jadi nggak harus nginep." Jelas Rehan sambil menggeret koper keluar. Sedang Renata mengikuti dari belakang.
"Nata, bosen tau ditanyain mommy sama daddy tentang kakak?"
"Emang mereka nanyain apa sama kamu?"tanya Rehan memasukkan koper ke dalam bagasi.
"Ya, kapan Kakak menikah. Umur kakak udah mau 35 tahun. Masih aja jomblo."
"Nanti kalau sudah waktunya, pasti kakak akan menikah. Jadi sabar aja dulu ya!" Rehan kembali melangkah ke depan pintu dan menguncinya."Tidak ada yang ketinggalan kan?"
Renata menggelengkan kepala.
"Ayo masuk ke mobil!" Rehan menuju pintu kemudi. Lalu mulai menyalakan mesin mobil."Oh iya! Kayaknya rencana kakak sebulan di Belanda nggak jadi."
"Lho, kenapa Kak? Padahal mommy dan daddy sangat rindu sama kakak."
"Mendadak, Dek. Kakak disuruh membimbing anak-anak yang koas. Paling Kakak cuman seminggu di sana."
"Oh," ujar Renata singkat.
"Nata harus kuat, ya! Kakak yakin di sana Nata pasti akan dapat pasangan yang lebih dari Fauzan. Lupakan semua yang terjadi di sini." Rehan mengusap kepala sang adik. Sedang Renata tersenyum miris.
Ia tidak tahu apa, ia bisa melupakan Fauzan dan semua kenangannya. Sebab hanya Fauzan yang mampu mengetarkan hatinya. Semoga saja seiring waktu semua tidak akan terasa berat seperti saat ini.