Contents
Luka Terindah
Bab 1 Kejutan Di Siang Hari
"Mata elangmu telah sukses membuat jantungku berdetak abnormal. Tatapanmu seketika membuat pipiku merona merah. Kau bagai magnet yang menarikku untuk selalu mengagumimu." (Sandra Kauny)
Bab 1 Kejutan di Siang Hari
Buku dan diktat kedokteran berserakan di ruang tamu. Sandra menatap layar laptop tanpa berkedip. Tugas makalahnya harus beres besok. Kalau tidak, ia tak tahu hukuman apa yang akan didapatkan dari dosen yang terkenal killer di fakultas kedokteran. Namanya dr. Irawan.
Minggu lalu saja, Gea sahabatnya tidak mengumpulkan tugas. Ia malah ditugaskan untuk piket di ruangan jenazah di rumah sakit tempat dr. Irawan praktek. Besoknya Gea langsung sakit, karena memang aslinya Ia penakut sekali.
Tak mau mengalami hal yang sama dengan Gea. Sandra berusaha keras untuk menyelesaikan tugas makalahnya. Sudah hampir 5 jam, ia menatap layar laptop. Matanya mulai terasa perih. Rasanya ia butuh istirahat dulu sejenak.
Sandra meregangkan tangan yang pegal. Lalu melepas kacamata yang digunakannya. Tenggorokannya terasa kering. Ia melihat gelas di dekat laptopnya ternyata sudah kosong. Mau tak mau ia harus pergi ke dapur. Ia beranjak dari tempat duduk dan mengambil gelas kosong itu.
***
"Ya, ampuuun! Ini rumah apa kapal pecah?" Rama terkejut melihat ruang tamu penuh dengan buku yang berserakan."Duh! Maaf Faiz! Ini pasti perbuatan adikku. Kita ke ruang tengah saja."
Rama malu. Untuk pertama kalinya, ia mengajak rekan kerjanya mengunjungi rumahnya. Eh, malah disuguhi pemandangan seperti ini.
"Ah, tak apa Ram!" Faiz mengambil satu buku yang ada di dekat kaki yang hampir saja ia injak.
"Ini buku kedokteran! Adikmu kuliah di kedokteran?" tanya Faiz sambil membuka lembar demi lembar buku yang diambilnya tadi.
"Iya, sekarang ia mau hampir beres. Makanya mungkin saking banyaknya tugas. Ruang tamu dia jadikan ruang kerja. Yuk! Kita masuk ke dalam!" ajak Rama.
Faiz meletakkan buku itu di atas meja. Ia berjalan mengikuti Rama ke ruang tengah. Lalu Rama menyuruh Faiz untuk duduk di sofa.
"Lho! Kak Rama sudah pulang?" Sandra muncul dari arah dapur. Ia tak menyadari seseorang sedang memperhatikannya.
"Sandra." Rama menunjuk kepala.
"Apa?" Sandra tak paham maksud kakaknya.
"Itu, ada temen Kakak!" tunjuk Rama pada Faiz.
"Astaghfirullah." Sandra terkejut, tanpa pikir panjang ia langsung berlari ke kamar mengambil kerudung instannya.
"Aduh! Kenapa aku sampai teledor sih! Biasanya kan aku suka pake kerudung, meskipun di dalam rumah. Kenapa tadi aku nggak pake kerudung sih? Jadi kelihatan sama orang lain kan?" Sandra merutuki dirinya sendiri. Sekarang ia jadi malu untuk keluar kamar dan berhadapan dengan teman kakaknya itu.
Sandra serba salah. Kalau ia tak keluar dari kamar, bagaimana tugasnya. Mana besok harus dikumpulkan.
"Bismillahirrahmanirrahim." Sandra mengumpulkan keberanian. Akhirnya ia memutuskan untuk ke luar dari kamar. Masa bodoh! Apa pun tanggapan teman kakaknya itu.
Saat Sandra keluar dari kamar, tak sengaja pandangannya bertemu dengan mata elang teman kakaknya. Sejenak ia terpesona dengan mata itu. Sadar. Ia mengedipkan mata dan menunduk malu. Ia hendak kembali menyelesaikan tugas yang sempat tertunda. Namun dari arah dapur Kak Rama berteriak memanggilnya.
"Ada apa, Kak?" tanya Sandra. Langkah kakinya berbelok ke arah dapur yang tak jauh dari ruang tengah.
"Kamu udah beli kopi’kan? Di simpen di mana?" tanya Kak Rama sambil mengobrak-abrik rak tempat kopi.
Sandra menepuk jidat."Aduh! Masih di keranjang belanjaan. Sebentar aku ambilin!" Sandra mengambil keranjang belanjaan yang ia letakkan di samping kulkas.
"Sekalian kamu bikinin kopinya, ya! Nanti Kakak Kenalin kamu sama temen Kakak! Oke! Biar kamu nggak ngejomblo mulu," goda Kak Rama sambil membawa satu toples camilan dan berlalu meninggalkan adiknya.
"Apaan sih? Kayak adiknya nggak laku aja!" Sandra cemberut.
Kopi sudah ditemukan. Ia mengambil dua cangkir. Lalu memasukkan bubuk kopi satu sendok makan plus gula putih dua sendok makan. Kak Rama menyukai kopi buatannya. Padahal ia membuatnya sama dengan yang lain. Tapi, Kak Rama bilang rasanya berbeda. Ah, entahlah! Yang penting sekarang ia harus segera mengantarkan kopi ini dan melanjutkan tugas makalah, sebelum matanya tak bisa diajak kompromi.
Dua cangkir kopi sudah tersaji. Sandra mengambil nampan dan meletakkan dua cangkir kopi itu. Lalu melangkahkan kaki menuju ruang tengah.
Di sana terlihat dua orang pria sedang membicarakan sesuatu. Laptop ada di depan mereka. Sepertinya mereka sedang ada proyek. Teman Kak Rama, menyimak penjelasan kakaknya sambil mengusap dagu dengan tangan kirinya.
"Permisi! Ini kopinya, Kak!" Sandra meletakkan nampan di atas meja. Saat tangannya hendak meletakkan satu cangkir ke depan temannya. Kak Rama melarang.
"Sudah! Simpan saja di nampan. Takutnya tersenggol."
"Oh! Oke!" Sandra meletakkan kembali cangkir itu di nampan.
"Oh iya, Faiz. Kenalin ini Sandra, adikku!"
"Faiz," ucap teman Kak Rama memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
"Maaf. Sandra," balas Sandra tanpa menerima uluran tangan Faiz. Namun kedua tangan ia tangkupkan ke dada.
"Jangan sakit hati, ya! Sandra emang gitu! Anti bersentuhan dengan pria yang belum mahram. Tau tadi aja nggak kerudungan langsung lari terbirit-birit," jelas Rama. Ia takut Faiz tersinggung.
"Nggak apa-apa! Malah aku suka dengan perempuan seperti itu. Pandai menjaga marwah," ujar Faiz sambil tersenyum, menampakkan lesung pipi di wajah sebelah kanan.
Mendengar perkataan Faiz. Pipi Sandra merona merah. Ia harus segera pergi dari sana. Sebelum Kak Rama menggodanya lagi.
"Maaf, Kak! Aku tinggal dulu, ya! Tugas kuliahku belum beres," pamit Sandra.
"Iya, sekalian rapikan lagi ruang tamunya. Bikin makalah kok sampai buku bertebaran di mana-mana," umpat Kak Rama.
"Baik, Kak! Nanti aku beresin lagi," ucap Sandra. Ia pun berlalu meninggalkan dua pria yang kini kembali menatap layar laptop.