Try new experience
with our app

INSTALL

Sundal Virgin 

SV 6

SV 6. Saksi Mata


Mendapati dilema tidak pantas menafkahi Flor dengan uang itu, Anitha menjadi urung untuk pulang ke kosan. Ia berhenti melangkah dan duduk di tepi trotoar. Ia kini sedang berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang halal. Setidaknya sedikit saja untuk Flor. Biarlah untuk dirinya yang haram asalkan untuk Flor, terutama makan minum Flor yang harus yang halal.


✨❤️✨


Sementara Anitha tidak jadi melangkah pulang, Flor dalam ketakutan di kosan.


Bruakkkk duakkk duakkk! Bruakkkk! Bruakkk! Bruakkkk! Bukkk bukkk! Duakkk! Duakkk!


“Ya Allah, suara apa sih itu?” Flor sangat ketakutan. Di samping itu, ia penasaran suara mengerikan itu suara apa. Dengan sangat ketakutan, ia nekat mendekati pintu. Ia memutar kunci pintu.


Flor sudah memegang gagang pintu. Hendak membuka, tetapi ia ragu dan takut. Kemudian, ia tidak bisa menghentikan niatnya itu karena rasa penasarannya lebih besar dari rasa takutnya. Anak kecil memang demikian, sering kali ingin tahu apa-apa dan keingintahuannya itu harus terjawab. Ia akhirnya, membuka pintu itu.


Jrengggg!


Bruakkkk duakkk duakkk! Bruakkkk! Bruakkk! Bruakkkk! Bukkk bukkk! Duakkk! Duakkk!

 

Flor terbelalak ternganga demi mendapati apa yang tengah terjadi. Ia melihat barang-barang di luar kamar-kamar berantakan dan berserakan. Keset-keset, alas kaki-alas kaki, rak-rak yang diletakkan di luar kamar penghuni-penghuni kosan, tempat sampah-tempat sampah, dan lain sebagainya tidak tertata pada tempatnya. Selain itu, di antara yang berserakan itu, tampak kartu-kartu permainan dan uang-uang. Kemudian, tampak ada beberapa pria berkelahi. Tampak mereka sempoyongan semuanya.


Bruakkkk duakkk duakkk! Bruakkkk! Bruakkk! Bruakkkk! Bukkk bukkk! Duakkk! Duakkk! Pyaarrr pyaarrr pyaarrr! Pyaarrrrrr!


Suara semakin seram dengan tambahan botol-botol kaca pecah di depan mata kepala Flor. Kemudian, sesuatu membuat mata Flor yang telah terbelalak semakin membola.


Jlebbbb!


Sebuah botol pecah masuk ke perut salah satu di antara para pria yang berkelahi itu. Mulut Flor pun menjadi semakin menganga. Refleks, Flor mengeluarkan cicit desah terkejut sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan. Cicitan Flor terdengar oleh para pria yang sedang berkelahi. Mata mereka bertemu tatap dengan mata Flor. Sadar Flor saksi mata, mereka segera menghampiri Flor. Flor semakin ketakutan melihat mereka melangkah ke arah dirinya. Flor berlari ke luar kamar. Para pemain dan pemabuk itu mengejar Flor. Satu pria yang tertusuk dibiarkan begitu saja tergeletak di lantai oleh mereka.


“Tante Anitha!” seru Flor. Lorong-lorong kamar-kamar tampak tidak ada orang selain para berandalan mabuk yang sedang mengejar Flor. Tidak ada juga yang ke luar dari kamar untuk peduli dengan apa yang terjadi, entah takut, entah memang tidak peduli. Flor lari hingga ke luar dari kos-kosan itu.


✨❤️✨


Anitha yang ingin segera pulang, langkahnya terus terganjal dilema harus menghidupi Flor dengan uang halal. Bekerja halal, apa yang bisa dilakukan olehnya? Dengan kekurangan pendidikan, mau jadi apa? Mungkin saja ia akan mendapatkan pekerjaan kasar. Iya, mau tidak mau ia hanya bisa mencari pekerjaan kasar.


“Demi, Flor.” Anitha berujar lirih sembari mantap melangkah pulang ke kosan.


Belum lama melangkah pulang, di dini hari itu, ia melihat ada anak kecil sedang mengamen. Ia melihat lalu lintas kota besar masih ramai. Ia menjadi berhenti melangkah karena terbesit sesuatu.


“Untuk malam ini, aku mengamen saja dulu. Besok pagi baru mencari pekerjaan apa pun itu asalkan halal,” batinnya. Lantas ia ikutan anak kecil itu mengamen di lampu merah. Tanpa apa pun, hanya menggunakan suaranya.


“Cantik, temani Abang saja karaoke terus ke hotel daripada mengamen,” goda salah satu pengendara roda empat. Anitha tersenyum dan terus bernyanyi. Pria itu akhirnya memberikan selembar merah.


Setelah itu, anak kecil yang juga mengamen menghampiri Anitha. Ia merampas uang Anitha. Anitha lekas merebut lagi haknya. Anak itu berusaha merebut kembali, tetapi Anitha tidak membiarkannya berhasil.


“Cari sendiri!” gertak Anitha


“Lo tidak berhak atas uang itu! Ini lampu merah gue! Itu uang gue! Kembalikan uang gue!” celetuk kasar anak laki-laki itu.


“Kamu tidak bisa mengklaim ini lampu merah kamu! Semua orang berhak karena ini tempat umum! Lagi ya, kamu anak kecil bicara sama orang yang lebih tua tidak ada sopan-sopannya! Kamu tidak diajarin sama orang tua kamu?” Anitha lekas pergi meninggalkan anak itu. Anak itu tiba-tiba dari belakang menendang dan memukul Anitha.


“Akh!” Anitha mau melawan, tetapi tidak jadi karena lawannya adalah anak kecil. Anitha dan anak itu bertemu tatap dengan tatapan anak itu begitu tajam. Anitha tidak takut, tetapi ia merasakan kasihan terhadap anak itu. Ia akhirnya, memberikan selembar merah itu kepada anak itu. Setelah itu, Anitha pergi. Setelah mendapatkan uang itu, anak itu juga sudah tidak mempermasalahkannya.


Dalam hati, Anitha berkata, “ Maaf, Flor, uang untuk kamu aku berikan ke anak lain.”


✨❤️✨


Flor yang sedang lari sampai ke luar dari kos-kosan hampir tertangkap. “Ya Allah, tolong Flor,” lirih Flor. “Tolong!” pekiknya kemudian.


Saat itu, di luar sedang ramai hilir mudik masyarakat beraktivitas berbagai macam. Masyarakat itu ada yang nongkrong, ada yang makan di warung, ada yang berangkat kerja, dan ada yang pulang kerja. Masyarakat mendengar dan melihat Flor yang sedang berlari dikejar pemuda-pemuda mabuk. Masyarakat itu tanpa komando siapa pun kompak segera menghampiri para pemuda dan menghadang mereka sehingga Flor lolos. Flor lekas lanjut berlari lalu ia bersembunyi di celah sempit antar rumah warga. Ia membekap mulutnya sendiri dengan kedua telapak tangannya sembari jongkok. Napasnya tersengal-sengal. Ia sungguh ketakutan. Matanya berkaca-kaca. Mau menangis deras, tetapi ia tahan sekuatnya. Bulir air matanya lolos jatuh satu persatu.


Cukup lama Flor bersembunyi di tempat itu. Ia tidak berani mengintip mengecek. Apalagi ke luar dari persembunyiannya dan kembali ke kosan itu, rasanya tidak mungkin ia lakukan. Kemudian, dari celah itu, ia melihat seseorang melangkah. Seorang perempuan ternyata. Ia mengenali perempuan itu dan membuat matanya berbinar. Ia lekas ke luar dari celah itu dan berlari menghampiri perempuan itu.


“Tante Anitha!” serunya memeluk Anitha.


“Flor! Flor kenapa kamu di sini? Aku sudah bilang jangan ke mana-mana dan kunci kamarnya sampai aku kembali!”


“Tante!” tangis Flor pecah.


“Flor! Flor ....” Anitha penuh tanya dalam benaknya karena tidak tahu apa yang terjadi pada Flor. Saat ini, yang ia tahu, ia harus segera membawa Flor kembali ke kosan. Ia lekas menggendong Flor sembari mengusap-usap punggung Flor agar Flor bisa tenang. Sembari itu, benaknya menduga mungkin Flor takut karena ditinggal sendirian di kamar kosan.


✨❤️✨


Saat mendekati kosan, Flor ketakutan. Ia teringat akan pemuda-pemuda yang memburunya. Ditambah lagi ia teringat peristiwa penusukan itu. Ia menjadi bereaksi memeluk Anitha sekencang-kencangnya. Ia berusaha bergerak-gerak bermaksud agar Anitha berhenti melangkah dan menjauhi kos-kosan itu.


“Ada apa, Flor?”


“Tante, Flor tidak mau ke kosan.”


“Kenapa?” Flor tidak sanggup menjawab pertanyaan Anitha. Anitha lantas melanjutkan langkahnya memasuki kos-kosan. Seketika itu, Flor semakin kencang saja memeluk Anitha. Bahkan, Flor membenamkan wajahnya ke tengkuk Anitha sembari memejamkan matanya. Sungguh begitu ketakutan.


“Ada apa, Flor?” Pertanyaan Anitha masih tidak ada jawaban. Anitha lalu membatin, “bisa jadi melihat hantu. Biasanya anak kecil sensitif dengan hal semacam itu.”


Masuk ke kosan itu, mereka tidak mendapati apa-apa. Flor sedikit-sedikit mengintip. Flor tidak melihat yang dilihatnya tadi satu pun kecuali barang berantakan. Barang berantakan itu pun sudah tidak sebanyak sebelumnya. Sebagian besar tampak telah tertata lagi dengan semestinya.


“Duh, keset kamar ke mana-mana sih?” heran Anitha saat melihat keset kain sederhana di depan kamar yang disewanya tidak pada tempatnya. Anitha menurunkan Flor dan membenahi keset itu. Sementara itu, Flor mengedarkan pandangannya dengan heran dan memastikan hal-hal buruk tadi sudah benar-benar tidak ada. Flor merasa lega dan ia menghempaskan napas lega lalu kembali memeluk Anitha.


“Flor ....” Anitha tersenyum menanggapi pelukan gadis berusia enam tahun itu. “Ayo, masuk!” ajak Anitha sembari membuka pintu kamar yang tertutup. Flor lalu ingat jika pintunya tadi sedang terbuka saat ia tinggalkan.


Saat mereka masuk, tampak kamar mereka itu berantakan. Seperti ada yang mengobrak-abrik. Kamar mereka isinya hanya tempat tidur, persediaan makanan instan, teko listrik plastik, dispenser, baju-baju, dan perkakas lain.


“Siapa yang mengobrak-abrik?” tanya Anitha lalu menatap Flor. Flor hanya menatap bergeming. “Kamu tidak tahu, Flor?” tanya Anitha. Flor menggeleng. “Apa saat kamu pergi kamu tidak menutup pintu?” tanyanya lagi. Flor menggeleng. “Menggeleng maksudnya sudah kamu tutup?” Flor geleng lagi. “Berarti terbuka?” Flor kali ini mengangguk.


Anitha menduga sesuatu. “Sepertinya ada yang mau maling. Untungnya aku tidak meletakkan uang sedikit pun di kamar. Em ... sebenarnya perlu juga meletakkan uang untuk kamu karena pasti kamu akan butuh.”


Lantas, Anitha mengecek persediaan makanan. “Ini persediaan makanan kita tinggal satu bungkus mie instan kuah. Harusnya kita masih memiliki banyak.”


“Maafkan Flor, Tante.” Flor merasa hal itu salahnya.


“Tidak apa-apa, Flor. Ikhlaskan saja mie-mie itu. Mungkin yang mengambil sedang lapar, Sayang.” Anitha lalu bertanya, “Flor, kenapa kamu tadi di luar?” Flor tidak sanggup menjawabnya. Ia berekspresi ketakutan.


“Apa ada hantu? Em ... kalau begitu, kamu banyak-banyak pakai kamar ini untuk salat.” Anitha mengambilkan air mineral untuk Flor. “Nih, minum!” titahnya sembari menghapus air mata Flor. Flor menerimanya dan meminumnya. Flor bernapas merasa lebih baik.


Kemudian, Anitha teringat apa yang harus dilakukannya untuk mendapatkan uang halal. “Flor, besok pagi, kita tidak keliling dulu ya? Em ... Tante ... Tante perlu mencari pekerjaan lagi.”


“Tante kan baru pulang kerja? Kerjaan Tante yang baru saja kenapa?”


“Tidak kenapa-napa. Malam Tante bekerja. Pagi juga Tante perlu bekerja. Kebutuhan banyak perlu uang banyak. Jadi, harus rajin-rajin bekerja siang malam.”


“Apa sebelum ada Flor, Tante juga banyak pekerjaan? Apa karena Flor, Tante, jadi, banyak pekerjaan?”


Anitha tersenyum lalu mengusap lembut puncak kepala Flor beberapa kali. “Flor Sayang, kamu jangan berpikir karena kamu. Meskipun tanpa ada kamu, Tante tetap harus bekerja siang malam. Sudah Tante katakan karena kebutuhan banyak.”


Flor menguap. “Ayo, sekarang kamu tidur!”


“Pipis.”


“Ayo!”


Setelah itu, Flor menuruti untuk tidur. Tidak lama, ia sudah terlelap. Anitha meninggalkannya dan tas jinjingnya untuk ke kamar mandi dahulu. Ia menutup pintu kamarnya, tetapi tentunya tidak ia kunci.


Saat ia kembali dari kamar mandi, ia melihat seorang pria membuka pintu kamarnya dan masuk. Ia segera berlari menghampiri dan menarik baju pria itu agar ke luar dari kamarnya. Pria itu menghempasnya. Pria itu tampaknya mabuk dan sedang memegang pisau lipat kecil. Dari pada tidak ada hasil dari tujuan utamanya, saat melihat tas Anitha, pria itu lekas mengambilnya. Anitha lekas meraih tasnya yang sedang di genggaman pria itu. Anitha berusaha keras mendapatkan tasnya dan melawan pria itu. Pria itu membuka belati lipatnya. Anitha berusaha menghindar sembari tetap mempertahankan tasnya. Anitha memegangi tasnya sembari menahan tangan pria itu yang hendak menusuknya.


Sringg!


Anitha berhasil mendorong pria itu ke luar dari kamarnya. Anitha lekas menutup pintu dan menahan pintu yang hendak dibuka paksa pria itu. Anitha lekas menguncinya rapat-rapat. Tidak terasa, darah segar mengucur dari tengah telapak tangannya antara ibu jari dan telunjuk. Tali tas Anitha juga menjadi putus.


Pria itu sudah tidak terasa berusaha membuka pintu lagi. Anitha yang napasnya tersengal-sengal segera menghempaskan napas lega. Anitha lekas membereskan noda darah dan luka itu, tetapi tidak memakai obat dan perban atau plester karena ia tidak siap obat untuk luka seperti itu. Setelah itu, ia baru berbaring di sini Flor.


✨❤️✨


Baru terlelap, Anitha mendengar suara mengigau Flor. Flor mengigau ketakutan. Tampak ketakutan sekali. Anitha berpikir karena hantu. Anitha membangunkan Flor pelan-pelan agar Flor tidak terbangun dengan terkejut. Pelan-pelan, Flor terbangun. Kemudian, mimpi buruknya membuatnya yang sudah terbangun langsung refleks terkejut, ketakutan, dan segera memeluk Anitha.


“Kamu mimpi hantu apa?” tanya Anitha. Flor tidak sanggup menjawab. “Ke kamar mandi lagi yuk! Kamu wudu terus berdoa. Kamu tadi tidurnya belum berdoa kan?” Anitha masih terus mengira demikian. Flor pun menurut untuk ke kamar mandi lagi. Saat melintasi jalan kamar-kamar itu, setiap melihat ke sisi kejadian itu terjadi, ia merasakan kengerian sangat.


Bersambung

Terima kasih

✨❤️❤️❤️✨


DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)