Contents
Sundal Virgin
SV 4
SV 4. Berharap kepada Allah
“Kamu bisa salat, Flor?”
“Bisa, Tante. Kalau di rumah ada ayah dan ibu, Flor selalu salat sama-sama mereka. Kalau tidak sama-sama, biasanya Flor tidak mau.”
“Mulai sekarang, tanpa sama-sama mereka, kamu harus mau salat, Flor! Doa kamu akan sampai ke mereka dan membuat rumah mereka di sana nyaman, Flor.”
“Begitu, ya, Tante?”
“Iya, Sayang, sekarang mereka sedang sangat butuh doa dan kebaikan dari kamu. Kalau di dunia kamu banyak ibadah, berdoa untuk mereka, dan menjadi anak baik, di sana ayah sama ibu kamu akan bahagia Flor.”
Flor berbinar. “Ayo lekas masuk, Tante!” Flor menjadi tidak sabar untuk beribadah.
Mereka melepaskan alas kaki lalu masuk ke dalam musala itu. Tampak di dalamnya ada beberapa pengunjung baik laki-laki maupun perempuan sedang beribadah sendiri-sendiri karena waktu jamaah telah selesai. Kelihatannya mereka juga tidak datang sama-sama karena tampak ada yang sudah selesai, ada yang baru mulai, dan ada yang sudah pertengahan salat.
“Coba kita lihat apa ada mukena untuk kamu.” Anitha dan Flor mengecek ke area penyimpanan mukena. “Nih, ada! Ih, bagus banyak renda-rendanya!”
“Bagus, Tante, ibunya Flor juga suka renda-renda seperti ini!”
“Kalau, Flor, suka juga tidak?”
“Suka.”
“Ya udah, sana kamu wudu! Baru pakai ini untuk salat.”
“Tante tidak wudu juga?” Anitha terdiam. “Nih, buat yang dewasa juga renda-renda.” Flor menunjukkan salah satu mukena dewasa yang penuh hiasan renda.
“Aku ... aku sedang halangan. Perempuan kalau halangan tidak boleh salat.”
“Oh, begitu. Iya sudah kalau begitu.” Flor lekas ke luar untuk ke area wudu untuk perempuan. Sementara itu, Anitha berkaca-kaca karena hatinya sesungguhnya juga ingin salat. Selain tidak pantas, ia perlu untuk membersihkan diri dengan sah kalau pun ingin ikut salat.
Anitha lekas memilih saf di dekat seorang wanita yang tampak baru selesai salat. Ia menatakan sajadah dan menaruh mukena anak yang dipinjam. Tidak lama kemudian, Flor datang dan langsung melihat keberadaan Anitha. Flor lekas mendekat. Di saat itu, tampak jamah perempuan dewasa yang telah selesai sedang mengenakan kosmetik. Flor tertarik melihat hal itu. Ia ingat jelas ibunya juga sama mengenakan kosmetik itu.
“Kalau sudah besar, Flor ingin pakai itu” celetuk Flor yang terdengar oleh perempuan yang sedang memakai kosmetik itu dan juga Anitha.
Perempuan itu tersenyum kepada Flor. “Iya, kosmetik bikin wajah kamu lebih dari sekedar cantik.”
“Kulit sehat,” celetuk Flor teringat kata-kata Kayshilla ibunya.
“Kamu kok tahu, Flor?” tanya Anitha.
“Ibunya Flor juga pakai, Tante,” terang Flor.
“Berapa, Bu, harganya, mahal ya?”
“Ada harga ada kualitas. Sebenarnya tidak mahal. Em ... kebetulan besok aku mau belanja bulanan, sekalian belanja lagi kosmetik deh. Kamu mau? Sepertinya kulit kita sama. Ini kalau kamu mau, untuk kamu saja! Nih, sepaket! Tasnya juga silakan ambil! Soalnya tasnya udah lama pingin ganti yang baru.”
“Serius, Bu?”
“Serius lah! Kamu jangan lupa coba dulu tes di tangan cocok tidaknya! Kalau sepon-seponnya baiknya kamu ganti baru.”
“Terima kasih, Bu.” Anitha menerima dengan senang hati produk itu.
“Aku duluan! Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam!” jawab Anitha dan Flor kompak.
“Ayo, Flor, kamu salat dulu!” kata Anitha. Flor lekas mengenakan mukena anak berenda itu. Ia lekas mendirikan salat isya.
Sementara itu, Anitha memandanginya dengan rasa ingin juga menunaikan ibadah itu. Kemudian, perhatiannya beralih ke tas makeup pemberian perempuan tadi. Ia sungguh tidak menyangka mendapatkan rezeki makeup satu paket. Ia memeriksa isinya. Ia menjadi ingin segera mengenakannya. Ia mencoba terlebih dahulu di lipatan lengannya.
“Semoga cocok. Aku juga ingin kulit sehat” batin Anitha. Kemudian, ia merapikan tas makeup itu.
Flor telah selesai salat dan berdoa untuk kedua orang tuanya. Ia melihat ke arah tas makeup yang ia ketahui berisi kosmetik. Ia meraih tas itu.
“Boleh Flor lihat, Tante?”
“Boleh, Sayang.”
Flor membuka tasnya. Ia melihat-lihat isinya. Ia teringat Kayshilla. Matanya menjadi berkaca-kaca.
“Ibu,” lirihnya singkat lalu memeluk dua wadah kosmetik itu. Memeluk kosmetik itu terasa bagai memeluk ibunya. Kenangan ibunya dengan kosmetik B Erl begitu melekat padanya. Apalagi di hari terakhir bersama ibunya, ia mendapati ibunya sedang mengenakan salah satu kosmetik untuk perawatan wajah.
“Ingat ibu kamu?”
“Iya, Tante. Terakhir sama ibu, ibu sedang memakai salah satunya yang katanya untuk melembapkan.” Flor menerangkan dengan menitihkan beberapa bulir air mata. Anitha mengusap lembut puncak kepala Flor.
“Ibu kamu pasti cantik.”
“Iya, ibu cantik. Ibu selalu merawat kecantikannya dengan kosmetik. Em ... tapi ibu pernah bilang, cantik di luar bagus, tapi Flor harus selalu ingat, kalau kecantikan yang utama dari hati, yaitu hati yang baik.”
“Ibu kamu sangat benar, Flor. Dengan kamu menjadi anak baik nan manis bisa memberikan cahaya dan kedamaian bagi kedua orang tua kamu di sana.”
“Flor mau jadi anak baik. Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan bagi ayah dan ibu di sana.”
“Aamiin. Nama ibu kamu siapa?”
“Kayshilla, Tante.
“Kalau ayah kamu, siapa namanya?”
“Atharrazka Kanzaki, Tante.”
“Sudah salatnya?”
“Sudah, Tante.”
“Sini lepas mukenanya, biar Tante lipat!”
“Setelah ini, kita akan keliling lagi, Tante?” tanya Flor setelah melepaskan mukenanya.
Anitha meraih mukena dari tangan Flor sembari berpikir. Kemudian, ia melipat sembari terus berpikir. Selesai melipat, ia menyadari tidak akan mudah dan entah akan sampai kapan. Yang pasti kalau ke kantor polisi ia tidak mau melakukannya.
“Flor, mungkin kita akan membutuhkan waktu banyak. Berhari-hari yang tidak tentu. Kita tidak mungkin menumpang menginap di teman Tante terus-menerus. Tante ... Tante rasa, kita akan cari kos-kosan untuk kita berteduh. Semoga cukup sebulan kita ngekos. Semoga tidak sampai sebulan, syukur-syukur cukup sepekan, kamu sudah bisa menemukan jalan pulang ke rumah kamu.”
“Apakah Flor telah merepotkan, Tante?” tanya Flor yang merasa demikian.
Anitha tersenyum. “Tidak apa-apa, Flor. Tante malah senang bisa bertemu kamu yang sudah cantik, cerdas, baik lagi. Tante senang kalau bisa bantu kamu, tapi ya hanya ini yang bisa Tante lakukan untuk kamu. Maaf, Tante tidak bisa berbuat lebih dari ini.” Anitha merasa salah karena seharusnya kalau ia lapor polisi mungkin Flor sudah sampai di rumahnya. “Tante hidup sendiri dan Tante tahu rasanya hidup sendiri. Kamu masih terlalu kecil untuk mengalami. Tante senang selama kamu belum menemukan rumah kamu, Tante jadi ada yang menemani,” imbuhnya kemudian sembari mengusap-usap lembut puncak kepala Flor.
“Flor juga seneng bisa bertemu Tante Anitha yang baaaaiiik sekali!” ujar Flor antusias begitu tulus dengan mata berbinar-binar.
✨❤️✨
Flor dan Anitha sekarang sedang mencari kos-kosan. Akan tetapi, beberapa kosan yang telah ditemukan, Anitha merasa harganya kurang pas dikantongnya. Di saat itu, Rina menghubunginya menggunakan telepon aplikasi WhatsApp.
“Di mana lo? Udah balik?”
“Belum, ini lagi cari kosan di Jakarta.”
“Di tempat gue ngekos aja! Murmer, dua ratus tujuh lima. Lagi ada satu kamar nih di sini kosong.”
“Murah ya? Ya udah, aku akan ke sana sekarang juga!” Mendengar harga miring, Anitha kepincut tanpa memikirkan bagaimana kehidupan sosial masyarakat di kos-kosan itu. Buat dirinya yang sama saja mungkin tidak masalah. Akan tetapi, lain jika untuk Flor yang masih gadis kecil.
“Yuk, kita ke kosan teman Tante yang kemarin!”
“Menumpang lagi, Tante?”
“Tidak, kita akan menyewa sendiri kamar di sana. Di sana harganya murah.” Pergilah ia membawa Flor kembali ke kos-kosan itu. Akan tetapi, kali ini ia dan Flor akan menyewa sendiri salah satu kamar di tempat itu. Flor terdiam sepanjang perjalanan ke tempat itu karena ia teringat semalam, suara berisik yang begitu menyeramkan.
Bersambung
Terima kasih
✨❤️❤️❤️✨
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)