Try new experience
with our app

INSTALL

Sundal Virgin 

SV 3

SV 3. Mencari Jalan Pulang


“Em ... mungkin kamu akan ingat kalau melintasi jalan yang biasa kamu lalui. Kalau begitu, kita jalan-jalan saja keliling naik bus! Kamu perhatikan jalannya! Mungkin ada jalan yang kamu ingat yang kamu pernah lalui.” Anitha akhirnya mengajak Flor keliling dengan menaiki bus yang berafiliasi.


“Bagaimana, Flor, ada yang kamu ingat?” Flor menggeleng. Memperhatikan sembari duduk di bus dan pandangan sering kali terhalang, membuatnya tidak begitu jelas memperhatikan. Ia sudah mencoba dengan berdiri untuk melihat, tetap saja belum ada jalan yang ia kenali atau ia ingat. Ia mengenali patung-patung yang ada, tetapi ia tetap bingung ke manakah arah ke rumahnya.


Saat turun dari bus untuk berganti ke arah lain, Flor menangis karena tidak kunjung menemukan jalan pulang ke rumahnya. “Flor tidak tahu jalannya ke mana, Tante.”


“Shhh ... shhh ... cup, Sayang. Jakarta itu luas, Sayang. Ada banyak jalan, ada banyak tempat. Jadi, memang tidak mudah. Kalau kita terus berkeliling pasti kamu akan mengingat jalan ke rumah kamu.”


“Kalau tidak juga Flor tahu, Tante?”


“Kita akan keliling Jakarta terus! Kamu jangan putus asa!”


Flor tersenyum mendengarnya, lalu berkata, “Ayahnya Flor juga pernah bilang kalau Flor tidak boleh putus asa.”


“Kalau begitu kamu semangat! Ayo, kita makan dulu setelah itu keliling lagi!” ujar Anitha antusias. Flor tersenyum mengangguk antusias.


Setelah makan di warteg, mereka kembali berkeliling. Sampai hampir tengah malam, Flor tidak kunjung bisa mengingat jalan menuju ke rumahnya. Akan tetapi, beberapa jalan ia merasakan familiar.


“Flor, ini sudah sangat malam. Kita harus sudahi keliling. Kita harus mencari tempat menginap. Aku punya teman di sini. Aku akan hubungi dia untuk bisa menumpang bermalam.” Flor mengangguk dengan wajah murung karena tidak kunjung bisa pulang. “Kamu sabar, jangan sedih, kamu pasti bisa pulang ke rumah kamu.” Flor tersenyum tipis.


Anitha menghubungi teman sebayanya yang juga berprofesi sebagai kupu-kupu malam. Tempat tinggalnya di sebuah kos-kosan di mana banyak penghuninya yang sama saja.


“Ada apa?” suara dari komunikasi suara melalui WhatsApp.


“Aku di Jakarta sekarang. Aku butuh tempat menginap sekarang juga.”


“Gue ada pelanggan janjian di hotel. Kamar gue lagi kosong. Silakan saja kalau lo mau tempati. Buruan ke tempat gue! Satu jam lagi gue mau berangkat.”


“Kalau aku telat?”


“Kunci akan gue taruh di bawah keset,” ujar Rina. Anitha merasa lega. Ia lekas membawa Flor ke kos-kosan temannya itu.


✨❤️✨


“Anak siapa yang lo bawa?” tanya Rina saat melihat kedatangan temannya bersama dengan seorang gadis kecil yang begitu imutnya.


“Anak orang.”


“Aduh, imutnya, gemesin!” Rina menyentuh lembut dagu Flor, menowel-nowel pipi Flor, kemudian mencubit gemas pipi Flor, dan lanjut mencubit hidung Flor. Flor meringis-ringis saat cubitan gemas beberapa kali mendarat di wajahnya.


“Namanya Flor,” terang Anitha.


“Hai, Flor, kenalin gue Rina, temannya Anitha.” Flor menyambut ucapan Rina dengan senyuman lebar. Membuat Rina beberapa kali mendaratkan cubitan gemas lagi ke wajah Flor.


“Ya udah ya, gue berangkat dulu! Daa Flor, bobok yang nyenyak!” Rina bergegas pergi karena saat Anitha dan Flor datang, bertepatan Rina sudah mengunci pintu kamar kosnya.


Anitha ingat, Rina memberitahukan tempatnya menyimpan kunci. “Flor, awas! Aku mau mengambil kunci di bawah keset yang sedang kita injak ini.” Flor segera beralih dari keset. Begitu juga dengan Anitha.


Anitha segera mengambil kunci kamar dan membuka kamar. “Ayo, Flor, kita masuk!”


Mereka kini berada di dalam sebuah kamar yang lebih kecil dari kamar kontrakan Anitha. Bahkan hanya memiliki satu ruangan. Ruangan kecil itu begitu penuh dengan perabotan. Sama dengan kamar Anitha, di kamar kecil itu digelar kasur di lantai.


“Flor, sekarang kita istirahat dahulu. Besok kita akan lanjutkan keliling. Semoga saja besok ada jalan yang kamu ingat. Semoga kamu bisa pulang ke rumah kamu.”


“Iya, Tante.”


“Kamu mau ke kamar mandi? Di sini kamar mandinya di luar bergantian dengan penghuni yang lain. Besok, kita harus bersiap pagian agar tidak antre dengan penghuni lain. Kamu mengerti, Flor?”


“Iya, Tante.”


“Kamu anak yang baik dan cerdas. Sekarang bagaimana, kamu mau ke kamar mandi, Sayang?”


“Mau, Tante.”


“Karena letaknya di luar, Tante anterin ya?”


“Iya, Tante.”


Saat melangkah menuju ke kamar mandi, banyak penampakan manusia melakukan berbagai macam hal negatif. Mabuk, berduaan, nongkrong dengan hampir tanpa busana, dan lain sebagainya. Anitha melindungi Flor menggunakan telapak tangannya menutup kedua mata Flor.


“Kenapa mata Flor ditutup, Tante?” heran Flor.


“Ada banyak hal yang tidak baik, yang tidak boleh kamu lihat, Sayang.”


“Hal apa itu, Tante?”


“Usia kamu masih terlalu dini untuk tahu, Flor. Jadi, jangan bertanya lagi hal-hal apa itu! Ayo, jalan lebih cepat!”


“Baik, Tante.” Flor menurut. Selesai dari kamar mandi, Anitha kembali menutup mata Flor sampai mereka masuk kembali ke dalam kamar Rina.


“Kamu lapar, Sayang? Kalau lapar akan aku buatkan mie instan. Rina punya stok banyak. Ada telurnya juga. Sosis juga ada. Eh, ini ada keju juga! Mau, Sayang?” tawar Anitha saat memeriksa persediaan makanan Rina.


“Sudah kenyang makan di luar tadi, Tante. Flor hanya haus, Tante.”


“Rina juga punya macam-macam minuman sachet. Kamu mau yang mana?”


“Air putih saja, Tante.” Anitha lekas mengambilkannya.


“Ini, Sayang.” Anitha menyodorkan gelas berisi air mineral kepada Flor.


“Terima kasih, Tante.” Flor lekas meminumnya.


Bruakkk duakkk! Bruakkkk Bruakkk! Duakkk! Duakkk! Bruakkkk duakkk!


Akan tetapi, sesuatu mengejutkan Flor hingga tersedak dan air putih tumpah. Anitha lekas meraih Flor dan mendekap Flor. Flor ketakutan sekali.


“Tante ... takut ....” Flor mengeluh dan memeluk erat Anitha. Anitha lekas menutup kedua telinga Flor.


“Jangan dengarkan! Em ... sebaiknya kita lekas tidur saja!” Anitha mencoba membuat Flor tidur. Akan tetapi, bagaimana mungkin bisa tidur dengan suara ribut-ribut seperti itu.


Flor akhirnya mulai menangis. “Cup cup, Sayang! Cup cup! Shhhh ... shhhh! Tenang, ada Tante bersama kamu! Tante tidak akan membiarkan hal buruk terjadi sama kamu!” Anitha berusaha menenangkan dan meyakinkan, tetapi Flor tetap ketakutan dan menangis hingga terisak-isak.


Suara itu akhirnya berhenti. Flor yang lelah berkeliling, menangis, dan ketakutan akhirnya tertidur pulas. Anitha menghempaskan napas lega. Ia pun berbaring dengan tetap memeluk Flor.


✨❤️✨


Saat mentari baru menyingsing, Anitha terbangun. Ia mengambil ponsel pintarnya. Ia melihat waktu. Ia melihat baterai. Ia mengambil charger, mengisi daya ponsel pintarnya itu. Setelah itu, ia lekas membangunkan Flor.


“Flor, sudah mau jam setengah enam! Ayo, kita harus mandi sekarang untuk keliling lagi mencari jalan pulang ke rumah kamu!”


Flor menggeliat. Ia teringat suara mengerikan yang semalam. Ia memeluk Anitha karena ketakutan.


“Flor takut, Tante.”


“Takut apa, Flor?”


“Suara.”


“Suara? Suara apa?”


Flor mencoba mendengar. Ia tidak mendengar lagi suara mengerikan itu. Ia mencoba mendengar dengan mendekati pintu lalu menempelkan telinganya ke pintu. Suara itu benar-benar sudah tidak ada.


“Suaranya sudah tidak ada, Tante.” Flor merasa lega. Anitha mengerti suara yang dimaksud oleh Flor.


“Jangan kamu ingat suara yang semalam. Anggaplah suara semalam itu mimpi buruk, Flor. Ini sudah pagi, mau setengah enam. Ayo, kita mandi. Em ... tapi pakai sabun saja ya? Sabun Rina cair tidak masalah kita minta. Kalau sikat gigi tidak baik kalau tidak pribadi. Handuknya pakai tisu saja. Di tas Tante ada tisu kering.”


“Iya, Tante.”


✨❤️✨


Rina, kuncinya aku letakkan di bawah keset. Aku memakai sabun mandi cair kamu dan meminta air mineral kamu. Terima kasih.


Sembari duduk di bus, Anitha mengirimkan pesan WhatsApp kepada Rina. Anitha dan Flor telah kembali menaiki bus untuk berkeliling kota besar. Flor kembali mengedarkan netranya melihat ke arah jalan raya di jendela belakang bangkunya dan di jendela seberangnya. Namun, masih saja Flor tidak tahu jalan ke rumahnya.


“Tante, bagaimana jika Flor tidak tahu?” Flor mulai bingung lagi dan putus asa.


“Flor, kita baru mencari kemarin dan ini baru tiga jam. Kamu jangan putus asa! Kata kamu, ayah kamu pernah berpesan untuk tidak putus asa. Kamu harus ingat selalu pesan itu, Flor!” Anitha menyentuh lembut puncak kepala Flor, mengusap-usapnya penuh kasih sayang. Flor menatap Anitha dengan tersenyum.


“Tante, benar.” Flor berusaha mengikuti pesan almarhum ayahnya.


Anitha sendiri sesungguhnya bingung dan dalam hati, ia bermonolog, “Mungkin akan mudah kalau aku ke kantor polisi, tapi aku takut. Maafkan aku, Flor, aku hanya bisa membantu seperti ini. Semoga saja walaupun dengan cara seperti ini, kamu bisa kembali pulang ke rumah kamu. Em ... kalau tidak juga berhasil bagaimana ya?”


Seperti hari sebelumnya mereka berhenti sejenak untuk makan di warteg. Baru setelah itu mereka lanjut berkeliling. Sama juga seperti sebelumnya, sampai isya tiba hasilnya nihil.


Allahuakbar Allahuakbar!


“Ini sudah isya, Tante. Bagaimana, Tante?” Flor akhirnya menangis.


“Memang kenapa kalau sudah isya, Flor?”


“Sebentar lagi waktu untuk mencari rumah Flor habis, Tante.”


“Besok masih ada hari lagi, Flor. Kalaupun besok juga belum ketemu, masih ada besok, besok, dan masih banyak hari untuk mencari Flor.” Anitha menggendong Flor. “Cup cup cup, Sayang.” Flor tidak berhenti menangis. Anitha bingung harus bagaimana menemukan rumah Flor. Ke kantor polisi sudah pasti ia tidak akan melakukan hal itu karena di benaknya banyak kekhawatirannya akan dirinya sendiri jika ke tempat itu. Sekarang, ia ditambah bingung dengan tangisan Flor yang semakin menjadi di dalam bus.


“Maaf, maaf, maaf.” Anitha meminta maaf kepada penumpang di sekitarnya.


“Tidak apa-apa biasa anak kecil menangis.”


Anitha menggendong Flor yang masih terisak turun dari bus. Saat turun dari bus, tampak orang-orang ada yang menunaikan salat. Ia terpikir sepertinya hanya itu satu-satunya cara untuk Flor tenang dan mungkin menemukan jalan pulang. Akan tetapi, ada dilema karena rasa tidak pantas untuk dirinya seperti itu dan mengajak Flor.


Anitha memilih ke luar dari stasiun bus karena Flor masih terisak. Ia merasa tidak enak dengan penumpang lain dengan tangisan Flor. Khawatir ada yang terganggu dengan tangisan Flor.


“Kita berhenti mencari, Tante?”


“Iya, kita makan dulu. Kalau kamu sudah tenang dan tidak putus asa baru kita lanjutkan mencari jalan pulang ke rumah kamu.”


Anitha memasuki gang kampung mencari penjaja makanan yang murah. Ia sadar entah sampai kapan harus mencari jalan pulang untuk Flor. Ia harus berhemat karena uangnya pas-pasan. Saat itu, ia melintasi musala kecil. Lagi, pikiran untuk sujud kepada Allah SWT adalah jalan ke luarnya.


“Aku tidak pantas, tapi Flor sangat pantas. Flor masih anak kecil yang tiada dosa,” batin Anitha yang akhirnya membuatnya memasuki tempat ibadah itu.


“Flor, hanya Allah SWT yang bisa menolong. Hanya Allah SWT yang bisa menunjukkan jalan pulang untuk kamu.”


Bersambung

Terima kasih

✨❤️❤️❤️✨


DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)