Contents
Sundal Virgin
SV 2
SV 2. Zanitha Fiorenza Gelya
Semua yang melintas melihatnya. Mereka hanya menganggapnya anak jalanan. Setiap yang peduli hanya sejenak menghampiri dengan ramah untuk memberikan uang tanpa bertanya lalu pergi. Flor terisak sembari memunguti uang-uang yang tergeletak di depannya. Ia berpikir mungkin ia bisa memanfaatkan uang-uang itu untuk bisa sampai rumahnya. Isaknya mulai mereda seketika benaknya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan dengan uang-uang itu. Ia mengantongi uang itu, meletakkannya di saku sisi kanan dress-nya.
Malam semakin larut dan saatnya kupu-kupu malam berkeliaran, termasuk di wilayah Flor berada. Zanitha Fiorenza Gelya sedang berdiri tidak jauh dari Flor berada untuk menunggu pelanggannya. Sekilas tatapannya mengarah ke Flor.
“Cute sekali,” lirih Anitha Fior menanggapi wajah Flor. Ia segera kembali mengarahkan tatapannya ke jalan raya ke arah kedatangan mobil pelanggannya. Tampak mobil dengan pelat nomor sesuai pesan WhatsApp pemesannya tadi siang. Mobil itu berhenti menepi persis di hadapan Anitha Fior.
“Anitha Fior?”
“Aslan?”
“Masuklah!” ajak pria yang ada di dalam mobil. Anitha Fior masuk ke dalam mobil, duduk di sisi pria itu.
“Mau di mana?” tanya pria itu.
“Terserah kamu saja.”
“Kalau terserah aku, aku bisa main di sini.”
“Aku tidak keberatan.”
Di saat yang sama, sindikat perdagangan manusia juga sedang melintas di jalan di mana ada Flor. Sopir sekelompok sindikat itu, menepi dan menghentikan mobil berbodi panjang yang sedang mereka tumpangi saat salah satu dari rekan mereka menunjuk ke gadis kecil yang jongkok di tepi jalan. Mereka mengamati Flor bersih tidak seperti anak jalanan pada umumnya. Baju yang dikenakan Flor sebuah dress putih panjang bercorak kue-kue begitu bagus menurut pengamatan mereka. Tampak sedikit muncul ada legging fusia berkelap-kelip dari balik dress itu. Tampak pula Flor mengenakan sepasang anting emas dan sebuah kalung emas.
“Tidak mungkin anak jalanan,” kata penjahat yang mengemudikan mobil.
“Sepertinya barang bagus. Cepat ambil!” titah bos kelompok penjahat itu. Satu orang dari enam orang yang ada di dalam mobil itu lekas turun untuk menghampiri Flor.
Pria dewasa yang menghampiri Flor langsung meraih Flor. Flor paham sedang dalam bahaya. Ia berusaha lepas dari tangan penjahat itu.
Di saat yang sama, Anitha sedang baru saja bermain dengan pria yang mengaku Aslan di dalam mobil. Saat itu, ia melihat Flor sedang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman seorang pria dewasa. Anitha paham, anak itu sedang dalam bahaya. Anitha lekas menyudahi permainan, membawa tasnya, dan ke luar dari mobil itu. Anitha merebut Flor dari pria itu. Pria itu menghempaskan Anitha dan kembali meraih Flor.
“Tante, tolong Flor!” pekik Flor. Anitha bangkit dan segera meraih Flor lagi. Pria itu kembali memukul Anitha. Pria yang mengaku Aslan lekas menghampiri dan menolong. Lima pria di dalam mobil segera ke luar untuk membantu rekan mereka menghadapi Aslan. Anitha lekas meraih Flor dan mendekapnya erat. Sementara itu, para pria sedang berkelahi. Aslan berhasil mengalahkan keenam penjahat. Keenam penjahat pergi.
“Anak kamu?”
“Bukan.”
“Kamu kenal anak ini?”
“Tidak. Aku hanya tidak bisa membiarkannya dalam bahaya. Maaf, sudah menghentikan permainan dan mengecewakan. Kamu tidak perlu membayarku.” Anitha pasrah jika pria yang memesannya tidak memberikannya upah.
Pria itu mengeluarkan dompetnya dan memberikan semua lembaran merah dan biru di dalamnya. “Ambil!” Anitha mengambilnya dengan ragu. Pria itu bergegas pergi. Anitha menyimpan uang itu dalam tas clutch bertali selempang.
Anitha lekas beralih ke gadis kecil yang ada dalam dekapannya. “Nama kamu siapa, Sayang? Rumah kamu di mana? Kok malam-malam begini di sini?”
“Aku Flor, Tante. Flor tinggal di Jakarta. Paman Aidan meninggalkan Flor di depan toko sepatu di pasar di sana.” Flor menunjukkan ke arah ia di tinggalkan Aidan.
“Ditinggalkan atau ketinggalan? Kalau ketinggalan pasti ada yang mencari kamu ke kantor polisi. Kalau orang tua kamu?”
“Ayah sama ibu Minggu lalu meninggal, kami kecelakaan.” Flor lalu menangis deras dan memeluk Anitha.
“Astaqfirullah! Kalau begitu jangan-jangan ....” Anitha menduga jika Flor sengaja ditinggalkan. Dalam hati, ia membatin, “jika memang demikian, jika dikembalikan, pasti anak ini akan dibuang lagi. Aku harus bagaimana? Apa aku ajak saja tinggal bersamaku? Aku tidak mungkin ke kantor polisi, aku takut.” Kemudian, Anitha bertanya, “Kamu ingat alamat lengkap rumah kamu di Jakarta?”
“Tidak, tapi kalau sampai sana Flor hafal jalan ke rumah Flor.”
“Jakarta jauh, Sayang. Ini sudah tengah malam. Sekarang kamu menginap dulu di kontrakan aku. Besok, aku akan antarkan kamu ke rumah kamu. Bagaimana?” tawar Anitha. Flor mengangguk. “Yuk!” Anitha menggandeng tangan Flor membawanya melangkah ke arah kontrakannya. Melihat kaki Flor yang tidak memakai alas kaki, Anitha menggendongnya.
✨❤️✨
“Kamu sudah makan?” tanya Anitha sesampainya mereka di sebuah rumah kecil yang hanya terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan untuk segala aktivitas dan satu ruangan untuk kamar mandi.
“Belum, Tante.”
“Ke kamar mandi dulu ya? Cuci muka, tangan, dan kaki saja.” Anitha lekas membawa Flor ke kamar mandi.
Setelah itu, Anitha lekas membuatkan mie instan goreng menggunakan teko listrik plastik. “Aku hanya ada ini. Kalau beli ke luar atau pesan online kamu keburu kelaparan. Makan ini dulu ya?”
“Iya, Tante, terima kasih.” Flor menerima mie itu lalu duduk di lantai memakan mie itu.
“Duduknya di kasur, dingin di lantai, nanti kamu masuk angin!” titah Anitha sembari menyeduh susu bubuk putih sachet. Flor menurut.
“Namanya, Tante, siapa?” tanya Flor di sela makan.
“Aku Zanitha Fiorenza Gelya. Panggil saja aku Anitha! Nama kamu tadi siapa?”
“Flor, Flor Ayska Afifa Aime.”
“Flor, susu kamu!” Anitha meletakkan secangkir susu yang diseduhnya ke lantai di dekat Flor. Kemudian, ia duduk di kasur lantai di sisi Flor. Ia menatap Flor. Ia tidak bosan menatap Flor. Flor begitu imut menggemaskan. Saat tampak Flor selesai makan, ia segera meraih piring Flor dan bergegas mencucinya di kamar mandi.
“Mau air putih?” tawar Anitha.
“Mau, Tante.” Anitha lekas menuangkan segelas air mineral dari dispenser lalu menyodorkan kepada Flor. Flor menerimanya setelah menghabiskan susu dan meletakkan cangkir susu ke lantai. Flor menghabiskan juga segelas air mineral itu.
“Kamu kelihatannya haus sekali. Mau tambah lagi air putih atau susunya?”
“Iya, air putih saja, Tante.”
“Kamu tadi dari pasar?” tanya Anitha sembari mengambilkan air mineral lagi.
“Iya, Tante.”
“Dari pasar sampai tempat tadi kita berjumpa, kamu naik angkot atau ada yang mengantar?” tanya Anitha sembari memberikan segelas air mineral.
“Jalan kaki, Tante.”
Deg, Anitha cukup terkejut. “Pantas saja kamu haus!”
Saat Flor sudah menghabiskan satu gelas, Anitha kembali menawarkan, “Mau air putih lagi?”
“Sudah cukup, Tante. Flor mau pipis sekarang.”
“Oh, ayo, Tante bantu!”
“Tidak perlu, Tante, Flor bisa sendiri.”
“Yakin bisa?”
“Bisa dong, Tante.”
“Ya sudah, sana ke kamar mandi!” Flor lekas ke kamar mandi. “Kelihatannya anak itu anak yang cerdik,” batin Anitha lalu tersenyum. Kemudian, senyumannya menghilang saat mengingat anak itu sedang susah.
Flor telah ke luar dari kamar mandi. “Sudah, Tante.”
“Sini, kamu tidur, besok baru kita ke Jakarta! Kita akan naik kereta!” Anitha menatakan bantal untuk Flor. Flor berbaring di tempat tidur itu dan dengan segera ia terlelap karena memang sangat kelelahan. Sementara itu, Anitha membersihkan cangkir dan gelas bekas Flor. Kemudian, ia membersihkan dirinya dan mengobati luka-lukanya akibat hempasan penjahat saat menolong Flor. Baru setelah itu, ia berbaring di sisi Flor. Ia pun segera terlelap.
✨❤️✨
Pagi hari, Anitha membelikan Flor sandal jepit di warung terdekat dengan kontrakannya. Ia sekalian pergi membawa Flor ke pasar di mana Flor ditinggalkan oleh pamannya. Anitha membawa Flor ke pasar itu dengan tujuan ke stasiun kereta. Tidak lama menunggu, mereka telah masuk ke dalam kereta. Flor cukup antusias mengedarkan netranya melihat sekeliling ia duduk.
“Kamu sudah pernah naik kereta, Flor?”
“Belum pernah, Tante.”
“Jadi, ini yang pertama kali buat kamu?”
“Iya, Tante.”
“Suka tidak?” Flor menengok ke Anitha lalu mengangguk dengan senyuman. Anitha menyentuh lembut dagu gadis cilik itu.
✨❤️✨
Flor dan Anitha telah sampai di Jakarta. Mereka tengah berada di pinggir jalan raya kota tua.
“Dari sini kamu tahu tidak jalannya ke rumah kamu?” Flor mencoba melihat ke jalan raya. Akan tetapi, ia tidak tahu ke mana jalan ke rumahnya. Ia menggeleng-geleng dengan pelan
“Ini di Utara. Kamu di Utara, Selatan, Barat, atau Timur?” Tanpa berpikir Flor segera menggeleng karena ia memang tidak tahu sama sekali soal itu. “Katanya kamu akan ingat kalau sampai sini!” Flor menundukkan wajahnya, tidak tahu lagi harus bagaimana mendengar kata-kata bernada protes dari Anitha.
Bersambung
Terima kasih
✨❤️❤️❤️✨
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)