Try new experience
with our app

INSTALL

Sundal Virgin 

SV 1

SV 1 Flor Ayska Afifa Aime


Flor Ayska Afifa Aime, sebuah nama yang diberikan oleh Kayshilla dan Atharrazka Kanzaki kepada putri pertama mereka. Nama yang berarti bunga bersih murni suci terkasih. Kini, waktu telah berlalu enam tahun dari kehadiran Flor pertama kali ke dunia. Selama itu, Kayshilla masih mengenakan KB demi bisa sebaik mungkin memberikan kasih sayang kepada buah hati pertama mereka. Pagi ini, ketiganya akan pergi ke luar negeri untuk berlibur akhir tahun. Flor dan Kayshilla telah mengenakan lose dress dengan tambahan celana bahan yang nyaman untuk bepergian. Flor melihat ibunya meraih salah satu kosmetik bertuliskan yang mengartikan salah satu kosmetik untuk merawat kecantikan, dari dalam dompet makeup berwarna merah saat sedang mematut diri di cermin.


“Ibu cocok pakai ini. Ini yang sedang Ibu pakai fungsinya untuk melembapkan. Kalau sudah besar, kamu coba ini dulu, siapa tahu juga cocok karena buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Pakai ini bikin kamu memiliki Kulit sehat,” kata Kayshilla sembari memutar tutup kosmetik itu. “Em ... cantik di luar bagus, tapi kamu harus selalu ingat, Flor, kalau kecantikan yang utama dari hati, yaitu hati yang baik,” imbuhnya sembari menerapkan pelembap itu. Flor tersenyum manis sekali menanggapi itu. Kayshilla menyentuh lembut dagu putrinya.


“Flor Sayang, Kayshilla Sayang, masih lama? Yuk buru, biar santai di jalan!” seru Atharrazka dari luar kamar.


“Iya, Ayah, aku hanya memakai pelembab kok, tidak pakai makeup!” jawab Kayshilla dengan berseru lantaran jarak.


Kayshilla segera memasukkan dompet makeup berisi serangkaian kosmetik untuk perawatan ke dalam tas jinjing miliknya yang berukuran sedang dan memiliki tali panjang. Ia memang suka polosan kalau untuk hari-hari atau bepergian jauh. Selain karena ingin simpel, kulit sehat membuatnya percaya diri meskipun tanpa makeup. Untuk itu, soal perawatannya dari kosmetik tidak boleh sampai tertinggal. Atharrazka juga selalu memberi dukungan dengan mengingatkan dan memperhatikan ketersediaan kosmetik Kayshilla.


Tidak lama kemudian, Kayshilla telah ke luar dari kamar sembari menenteng tas dan menggandeng Flor. Atharrazka memberikan senyuman kepada kedua perempuan itu. Kayshilla membalas tersenyum. Sementara Flor, sudah tersenyum terlebih dahulu sejak ke luar kamar dan masih terus tersungging. Atharrazka segera meraih Flor, menggendongnya posesif.


“Gadis baik Ayah yang imut-imut,” celetuk Atharrazka saat menggendong Flor. Kemudian, ia memberikan beberapa kecupan dan gelitikan.


“Hihihihihi ... hihihi, Ayah!” keluh Flor.


Atharrazka berhenti menggelitik Flor lalu menatap penuh kasih kepada Kayshilla dan bertanya, “Semua yang mau dibawa sudah masuk ke mobil, Sayang?”


“Sudah, Sayang, dua koper ransel.”


“Perawatan kamu?”


“Sudah,” terang Kayshilla sembari menunjukkan tas jinjingnya.


“Yuk, berangkat!” seru antusias Atharrazka.


Mereka memiliki dua buah tas koper yang beroda yang bisa juga menjadi tas punggung. Malam sebelum tidur, Kayshilla dibantu Flor telah menyiapkannya dan langsung memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Begitulah keluarga mereka yang acuannya dari Atharrazka. Sedia payung sebelum hujan adalah salah satu peribahasa yang sangat pas untuk mereka sekeluarga.


✨❤️✨


“Kang Mamu, pelan-pelan saja bawa mobilnya! Masih banyak waktu,” pesan Atharrazka kepada sopirnya.


“Baik, Tuan.” Marwan Musir melajukan kendaraan sesuai perintah Atharrazka. Marwan Musir biasa disapa sejak kecil dengan Mamu. Ia sudah hampir lima tahun bekerja pada Atharrazka.


Saat mobil itu mulai melaju meninggalkan rumah, seseorang mengintip dari sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah Atharrazka dengan tersenyum miring. “Jangan pernah kembali,” suai bibirnya.


✨❤️✨


Saat di jalan raya biasa, kepadatan lalulintas membuat laju mobil begitu santai. Saat mobil memasuki tol, tampak jalanan agak lenggang. Jarak mobil Atharrazka dengan mobil di depannya cukup jauh. Mamu mempercepat laju kendaraan karena hal itu. Kemudian saat mengerem, deg deg deg, mencoba dan mencoba, akhirnya, Mamu terbelalak menyadari yang tengah terjadi.


“Blong!” pekik Mamu sambil melempar setir untuk membuat mobil berbelok agar tidak menabrak kendaraan di depannya yang jaraknya dengan mobil yang mereka tumpangi sudah tinggal sepuluh centi saja. Seketika itu, Kayshilla segera meraih Flor, mendekapnya ke dalam pelukannya.


Bruakkkk!


Mobil berhenti karena menabrak pembatas jalan. Atharrazka dan Mamu yang duduk di depan terantuk. Begitu pula dengan Kayshilla yang duduk di belakang bersama Flor. Sementara Flor, selamat karena kedua tangan Kayshilla melindunginya agar tidak terbentur.


✨❤️✨


Kedua orang tua Flor tiada. Mamu masih dirawat intensif di rumah sakit. Flor yang masih kecil terdiam terpaku di kamarnya. Hanya ada seorang pembantu berusia lima puluh tahun yang menemaninya di rumah.


“Non Flor, ayo a makan dulu! Kalau nggak makan nanti bisa sakit. Mbok Da yang repot kalau Non Flor sakit,” bujuk Damini sembari mengarahkan sesuap nasi ke bibir Flor. Flor menggeleng.


Saat itu, tiba-tiba seorang pria menyelonong masuk begitu saja dan langsung menuju ke kamar Flor. Pria itu dan keluarganya biasa seperti itu saat ke rumah itu. Bahkan dia memiliki kunci-kunci rumah itu. Dia adalah kakak dan saudara kandung satu-satunya dari almarhum Atharrazka Kanzaki. Dia tinggal tidak jauh dari rumah Flor.


“Hai, Flor, kamu masih tidak mau makan?” sapa Aidan Abinaya saat masuk ke kamar Flor. “Kalau begitu, kamu ikut aku saja jalan-jalan!” Tanpa persetujuan Flor atau Damini, ia langsung menggendong Flor dan membawanya pergi tanpa alas kaki.


Aidan membawa Flor ke rumahnya. Tidak sampai masuk ke dalam rumah, hanya di teras. Di teras, mobilnya sedang menyala, tanda sudah siap akan pergi. Ia memasukkan Flor ke dalam mobil itu di bagian depan. Kemudian, ia juga masuk duduk di sisi Flor. Pelan-pelan, ia mengemudikan mobilnya ke luar dari terasnya.


“Ke mana ya enaknya kita jalan-jalan, Flor? Meskipun bukan luar negeri, di sini banyak kok tempat liburan. Flor, coba kamu pilih ingin ke mana!” ujarnya dengan antusias dengan tidak bermaksud membuat Flor antusias. Ia sungguh tidak peduli Flor tidak antusias. Wajah antusiasnya yang ditunjukkannya kepada Flor hanyalah topengnya untuk menjalankan rencana tambahan.


“Em ... kalau kamu tidak memilih, aku yang pilih. Kamu ikut saja, kamu pasti suka!” ujarnya kemudian tetap dengan topeng antusias.


Aidan Abinaya membawa Flor jauh hingga ke luar provinsi. Di sebuah pasar yang begitu ramai, ia membawa turun Flor dari mobil. Ia menggendong Flor jalan kaki sampai jauh dari mobilnya parkir. Di rasa sudah jauh, ia melihat ke sekitar untuk memilih toko. Ia segera menuju ke salah satu toko sepatu.


“Aku mau cari sepatu dulu! Flor, mau sepatu juga?” Ia berpura-pura menawarkan sembari melangkah. Flor menggeleng.


Di depan toko sepatu itu, ia menurunkan Flor. “Kalau begitu kamu tunggu sini, aku masuk dulu!”


Flor berdiri diam menurut untuk menunggu. Pikirannya terus melayang kepada kejadian yang telah menimpanya. Cukup trauma dan membuatnya bingung sekarang ini. Diam dan diam serta geleng dan geleng yang ia lakukan sejak kejadian tujuh hari lalu. Setiap makan, Damini hanya berhasil memasukkan makanan barang sesuap dua suap saja.


✨❤️✨


Langit tengah menjadi merah. Sayup-sayup terdengar suara adzan magrib. Kemudian, langit segera menjadi hitam pekat. Selama itu, Flor masih menunggu. Aidan tidak akan pernah kembali kepada Flor karena sementara Flor melamun, pria itu diam-diam pergi meninggalkan Flor sejak awal masuk ke toko itu pada siang hari sebelum asar. Mobil pelat B yang membawa Flor sampai ke pasar itu telah kembali ke teras rumah Aidan.


“Mbok Damini, aku memasukkan Flor ke panti rehabilitasi karena aku lihat dia trauma banget. Dia menginap di sana dan perlu waktu yang entah sampai kapan tidak pasti. Mbok Damini, jadi, tidak perlu lagi bekerja di sini. Ini gaji, Mbok Damini. Mbok, silakan pergi sekarang juga dari sini!” Damini tertegun mendengar kata-kata Aidan Abinaya itu. Ia bisa apa. Ia pasrah menerima.


✨❤️✨


Merasakan waktu berganti dan telah menanti lama, Flor tersadar. Ia masuk ke toko mencari-cari Aidan. Ia tidak melihat ada Aidan. Ia bertanya-tanya, tetapi tidak ada yang tahu. Deg, ia mulai panik. Meskipun melamun, otak cerdasnya mengingat di mana tadi Aidan memarkir mobil. Ia segera pergi ke tempat itu. Sudah lelah melangkah, ia tidak menemukan mobil Aidan. Deg, deg, deg, ia semakin panik.


“Ayah ... Ibu, Flor takut,” lirihnya. Seketika itu, otak cerdasnya segera mengingat-ingat mobil Aidan datang dari arah mana. Ia segera melangkah mengikuti ingatannya. Ia menapaki jalan tanpa alas kaki. Jauh sekali sudah ia tempuh. Begitu letih, lapar, dan kakinya merasakan perih. Akan tetapi, rasa takut dan ingin segera kembali ke rumahnya, membuatnya tak acuh pada rasa tidak nyaman di tubuhnya itu. Jarak yang begitu jauh membuatnya tidak bisa mengingat semua jalan yang dilalui. Selain itu, ia kini merasakan limbung. Ia menjadi terhenti melangkah. Di tepi jalan, ia jongkok dan menangis.


“Ayah ... Ibu ... Ayah ... Ibu ....” Flor menyebut berulang-ulang sembari terus terisak-isak.


Bersambung

Terima kasih

✨❤️❤️❤️✨


DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)