Try new experience
with our app

INSTALL

SKANDAL 

Part 2

Skandal bab 2


"Aku? Ehm aku ...." jawab Al terbata, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.


Andin lalu memotong perkataan Al, cepat.

"Maaf ya Mas, aku sedang sangat buru buru sebentar lagi mau take soalnya. So, untuk wawancaranya nanti saja ya setelah aku selesai syuting, lagian Masnya aneh deh, mau wawancara nggak ada kameranennya, percuma dong, hihi," jawab Andin setengah menyindir.


Al seketika syock mendengar perkataan Andin, tanpa menunggu lebih lama lagi, Ia pun berpamitan pada Andin, "Maaf kalau aku sudah mengganggu waktu kamu," ucap Al geram, terlihat jelas dari wajahnya yang seketika berubah.


"Masa sih dia nggak tau kalau aku ..., Ach, walaupun aku belumlah seterkenal Nicholas Saputra ataupun Lukman Sardi tapi setidaknya dia taulah kalau aku itu akan jadi lawan mainnya dalam film ini," gerutu Al, langkah kakinya berjalan kekanan dan kekiri mengikuti gerakan mulutnya yang tak henti-hentinya menggerutu.


"Segitu sombongnya Andin, sampai tidak bisa mengenali lawan mainnya sendiri, kalau seperti ini gimana aku bisa membangun chemistry yang baik dengannya.

Nyesel gue ngefans artis sombong seperti Andin," sesal Al yang terlihat sangat kesal.


Tak lama kemudian, seorang kru memanggil Al.


"Al, kita take sekarang ya." Panggil seorang kru.


"Iyaaaa," Jawabnya tak bersemangat.


"Tadinya aku sangat excited banget, Tapi sekarang? Aku jadi males banget," keluh Al tak henti-henti, seraya berjalan menuju tempat pengambilan adegan.


Tak lama kemudian nampak Sutradara sedang memberikan arahannya, Al dan Andin memperhatikan dengan seksama, dan tanpa sengaja pandangan mata Al melihat kearah Andin, Ia memicingkan matanya.


"Jujur, aku jadi ilfeel sama si Andin, sejak kejadian tadi, dasar Artis sombong, mentang-mentang sudah punya nama," gerutu Al dalam hati.


Sedangkan di sisi lain, Andin juga nampak memperhatikan wajah Al.


"Itu bukannya wartawan yang tadi wawancara aku, tapi kenapa dia ada disini ya," Andin kebingungan.


Dan benar saja betapa terkejutnya Ia Tatkala mengetahui bahwa orang yang di temuinya tadi adalah lawan mainnya dalam film itu.


"Ja ... ja ... jadi, Aldebaran Al Fahri itu dia? Orang yang aku kira wartawan tadi?" ucap Andin terkejut, matanya membulat sempurna.


****

Matahari mulai tenggelam, langit yang terang berganti awan mendung berwarna gelap, saat syuting berakhir.

Andin masih dengan rasa bersalahnya pada Al, yang membuatnya gelisah dan tak tenang.


"Ya Allah betapa bodohnya aku, kenapa bisa semudah itu bersikap tak baik kepada orang yang baru aku temui, aku melakukan kesalahan fatal, dan sepertinya Mas Al marah, dengan sikapku tadi," sesal Andin.


Setelah doa bersama, satu per satu bergegas pergi untuk meninggalkan tempat itu, sementara beberapa kru masih terlihat sibuk membereskan semua perlengkapan syuting dan lain sebagainya. Tak terkecuali Andin, Ia lari terburu-buru Demi mengejar Al, Sedangkan Al berjalan cepat menuju mobilnya.


"Mas Al ... Mas ...," panggil Andin.


Namun Al tak menghentikan langkah kakinya, meskipun Ia mendengar suara dari arah belakang yang memanggil namanya, namun amarah kini telah menyelimuti hatinya.


"Mas Al ... Please tunggu Mas," panggil Andin lagi.

Makin lama, Ia berlari semakin kencang, Panggilan demi panggilan yang dilontarkan padanya sama sekali tak digubris oleh Al.


"Apa Mas Al, sudah terlanjur sakit hati dengan omongan aku tadi," pikir Sarah, "Tapi aku nggak boleh nyerah, nggak mungkin doang aku bisa nyaman kerjanya jika aku bersitengang dengan lawan main ku," batinnya lagi seraya tetap berlari mengejar Al.


"Auw." teriak Andin.


Sepertinya kali ini highheels yang Ia kenakan membawa petaka baginya, karna terburu-buru membuat kaki kanan Andin mengalami cidera dan kesleo, "Aduh ... Sakit," jerit Andin memegangi kakinya.


Tak tega mendengar jeritan Andin, Al lalu menghentikan langkah kakinya, membalikkan badannya kemudian berjalan kembali kearah belakang.


Tanpa ragu Al mengulurkan tangannya "Sini aku bantu," kata Al ketus, dengan mimik wajah datar khasnya.


Andin menoleh kearah Al, sepersekian menit mereka beradu pandang.


Deg!


Sejenak jantung Andin bergetar, "Mata yang sangat Indah," Andin mulai mengagumi salah satu bagian tubuh Al.


"Auw," jeritan Andin kembali terdengar ketika Ia berusaha untuk berdiri tegak.


"Ndin kenapa?" teriak seorang kru yang tengah mengangkat sebuah alat berat bertanya.


"Kaki aku kesleo deh kayanya Mas," jawab Andin sedikit merintih.


"Tolongin tuh Al, kasian anak orang," ujar kru tersebut lagi yang belakangan di ketahui bernama Alex dan jimmi.


"Gimana? Sakit? Lagian siapa suruh ngejar-ngejar, kamu kan artis terkenal, nggak malu memangnya ngejar-ngejar wartawan," ucap Al ketus membuat Andin merasa tersindir dan sakit hati, namun Ia tetap berusaha tenang.


"Bisa tolong bantu aku untuk duduk disana? Biar kita ngobrolnya enak, kaki aku sakit," pinta Andin setengah memohon.


Al tak menjawab, namun laki-laki sejuta pesona itu kemudian menunduk pada bagian bawah kaki Andin, melepaskan dengan perlahan highheels yang dipakai gadis itu, sedangkan Andin hanya terpukau melihat cara Al memperlakukannya dengan baik meski dari wajahnya masih terlibat kekesalannya.


Setelah itu, Al kemudian memapahnya menuju sebuah kursi yang tak jauh dari tempatnya tadi terjatuh.

Al lalu mendudukkan Andin perlahan, tangan kirinya memegang bahu kiri gadis itu, sementara tangan kanan memegang sepatunya.


"Thanks Mas Al," ucapan terima kasih yang tulus diberikan Andin pada Al, dengan suaranya yang begitu lembut, sejurus kemudian mata keduanya kembali saling bertemu.


Al membuang mukanya, mencoba mengalihkan tatapan mata diantara keduanya, wajahnya nampak tak senang namun hal sebaliknya bagi Andin, gadis itu justru tersenyum manis, nampaknya Ia mulai terpesona pada lelaki yang baru saja menolongnya itu.


"Masya Allah, pandangan mata itu tajam, menusuk hingga jantungku," gumam Andin dalam hati, Ia dapat merasakan degupan jantungnya yang berdetak semakin kencang.


"Sudah kan? Maaf aku sedang buru-buru, tukas Al melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Andin tadi.


"Sebentar Mas, ada yang mau aku omongin," sahut Andin cepat, takut Al benar-benar pergi.


"Buruan mau ngomong apa! aku nggak punya banyak waktu," jawab Al sombong.


"Begini Mas Al, ehm ... aku ... aku mohon maaf ke Mas Al, atas perlakuan aku tadi, "Maaf ya jika tadi ada kata-kata dan sikap aku tadi yang menyinggung perasaan Mas Al," ucap Andin, permintaan maaf itu begitu tulus dirasakan oleh Al.


"Aku sungguh tak bermaksud begitu Mas, aku memang benar-benar nggak tau kalau yang datang adalah adalah Mas Al, lawan main aku. Aku hanya tau lawan mainku adalah Aldebaran Al Fahri, aku nggak tau wajah kamu, sebab kita belum pernah bertemu sebelunya, dan aku pun tak pernah berusaha mencari tau seperti apa wajah kamu, please maafkan aku ya," sesal Andin.


Al mulai melemah, Ia mulai bisa menerima penjelasan dari Andin.


"Kalo dipikir-pikir, memang Andin juga nggak sepenuhnya salah sih, aku aja yang kepedean dan sok akrab, memangnya siapa aku," batin Al menertawakan dirinya sendiri.


"Dan lagi pihak kantor juga belum pernah mempertemukan kami sebelum ini, bertemu ya saat ini tadi. Jadi wajar sih kalau Andin tak mengenali siapa aku," pikir Al lagi dalam hatinya.


"Mas Al? Kok malah ngelamun," ujar Andin mengagetkan Al.

Al menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya.


"Jadi gimana? Mau maafin saya?"


"Iyaa, dimaafkan," Al tersenyum kecut. "Maaf juga, karna aku, ya kaki kamu jadi kesleo dan kesakitan," ujar Al kaku.

Andin tak mendengar apa yang dikatakan Al, dirinya hanya terdiam, terpaku, juga kagum memandangi wajah Al yang kharismatik.


"Masya Allah sungguh indah ciptaan Mu Ya Allah, Matanya indah dan senyumannya manis sekali, bagaikan candu," gumam Andin, tak mengedipkan matanya.


Dan melihat Andin seperi itu membuat Al kebingungan.