Contents
ARMADILLO
CHAPTER #2 – Lengan Siapa?
Doa Disa bisa satu kelas dengan Ruri terkabul., tapi Tuhan memang lagi baik banget sama gadis mungil itu, bukan hanya sekelas dengan Ruri tapi doanya bisa sekelas sama Raka juga terkabul. Sungguh semesta sedang sepakat membuatnya bahagia.
Namun ternyata, satu kelas dengan Raka benar-benar kewalahan. Kelasnya jadi rame ditongkrongin cewek-cewek yang datang entah dari kelas mana saja. Yang dia tahu, ada kakak kelas dan teman seangkatan dari kelas lain. Tapi tidak sedikit kakak kelas yang datang karena penasaran ingin melihat bagaimana sosok yang bernama Raka Ganoza, junior yang selalu disebut-sebut namanya di sekolah mereka.
Setelah tahu, mereka jadi semakin sering datang dan buat kehebohan di kelas. Yang buat Disa gondok, kakak-kakak kelasnya itu jadi sok bawa-bawa senioritas dan merintah-merintah teman sekelasnya seenak mereka.
Suatu hari, kakak kelas mereka yang bernama Annet menyuruh Sapto -teman sekelas Disa- untuk membelikan minuman kaleng di kantin Bu Atin, setelah Sapto datang membawa minuman kaleng itu, Annet memberikannya ke Raka. Annet sudah senang awalnya, tapi mendadak dia kesal karena Raka hanya menatapnya datar lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Tapi dasarnya Raka memang keren, sikap dinginnya itu malah buat cewek-cewek semakin penasaran dan kencangin sabuk pengaman buat mengejar cowok berkulit sawo matang itu. Via anak kelas XI-IPA 2, kakak kelas yang cantiknya aduhai, hampir setiap hari membawa bronies untuk Raka, namun Raka memberikannya ke Ricky yang doyan makan di kelas sekalipun guru lagi ngajar di depan kelas. Citra anak kelas XII-IPS 1, si sekretaris OSIS yang centil, bawa minuman kesukaan Raka setiap jam istirahat, malah di kasih ke Farhan. Ratna anak kelas X-2 yang terpilih sebagai ratu MOS kemarin, setiap hari bawa cokelat plus setangkai bunga mawar putih, berharap Raka luluh dengan sikap sweetnya itu dan ngelirik dia, tapi malah dibentak sama Raka.
"Lo bawa bunga tiap hari, mau ngedoain gue cepat mati?" Kata Raka dengan sarkas. Setelah berbicara seperti itu Raka langsung ngeloyor pergi sama Farhan tanpa melihat ekspresi wajah Ratna yang mulai banjir air mata.
Hari ini Disa mendengar kabar dari Ruri, katanya tadi siang waktu jam istirahat, di lapangan basket mendadak heboh. Ada kakak kelas yang menyatakan cinta ke Raka. Viona, bunga sekolah SMA Bina Harapan. Viona itu cantik banget, pintar dan model di sekolah. Semua cowok mau ke dia, tapi tidak pernah ada yang berhasil menarik perhatian si bunga sekolah itu. Tiba-tiba sosok Raka yang penuh pesona dan begitu digilai oleh cewek-cewek satu sekolah itu mampu menarik perhatiannya. Viona maju dengan sebuket bunga dan sekotak cokelat di tangannya.
Semua mengira bahwa Raka pasti tidak bisa menolak pesona Viona yang cantiknya kebangetan itu. Ternyata salah, sikap dingin Raka itu memang tidak dibuat-buatnya. Satu kalimat yang keluar dari mulut cowok itu.
“Gue nggak suka cewek yang lebih tua dari gue."
Boom!
Disa yang mendengarkan cerita itu dari mulut Ruri langsung gigit jari. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana malunya Viona menerima penolakan yang sadis seperti itu.
“Seriusan Raka ngomong gitu?” Disa masih tidak percaya. Tapi anggukan Ruri yang tegas itu langsung meyakinkannya.
Sejak awal Disa sudah mendengar dari Ruri bahwa Raka adalah cowok yang dingin dan cuek. Ruri tahu banyak karena berasal dari satu SMP yang sama dengan Raka. Sejak SMP sudah banyak cewek-cewek yang mendekatinya dan mengejarnya. Bukan hanya lima, enam, atau tujuh orang, bahkan lebih. Tapi Raka selalu bersikap dingin ke semua cewek. Mau bagaimana lagi, meskipun cewek-cewek yang mendekatinya selalu mendapat perlakuan dingin bahkan kadang seperti tidak terlihat ada di mata Raka, tetap saja fansnya tidak berkurang. Siapa suruh dia punya wajah yang ganteng, suara yang bagus, jago main gitar, jago basket dan otak encer. Sempurna.
***
Satu bulan berlalu, yang datang ke kelas untuk mencari perhatian Raka mulai berkurang, tidak seperti minggu-minggu sebelumnya setiap hari penuh sesak dengan kedatangan cewek-cewek dari kelas lain. Banyak yang akhirnya mengangkat bendera putih, menyerah dengan sikap dingin dan tatapan tajam pemilik manik mata berwarna cokelat itu.
Siang itu setelah jam istirahat selesai, Bimo, Citra dan beberapa anggota OSIS lainnya datang ke kelas X-1 dengan membawa beberapa lembar kertas.
"Selamat siang, kami dari OSIS, minta waktunya sebentar untuk menyampaikan informasi seputar eskul yang wajib diikuti oleh siswa-siswi kelas X." Ucap Bimo sambil mempersilahkan anggotanya membagikan selembar kertas yang mereka bawa.
“Eskul ini wajib kalian ikuti, sebagai nilai tambahan dan masuk dalam raport.” Lanjut Bimo, menjelaskan.
"Lo masuk eskul basket aja ya, biar bisa ketemu gue terus." Tiba-tiba suara Citra membuat setengah isi kelas itu menoleh kesumber suara.
Disa dan Ruri yang duduknya tepat berada di depan meja Raka, menoleh dan saling menyikut saat memperhatikan Citra sedang usaha menggoda Raka. Padahal di depan kelas Bimo sedang menjelaskan jenis-jenis eskul, tapi Disa dan Ruri malah sibuk memperhatikan respon Raka yang kelewat cuek.
Kali ini semua pasang mata menunggu jawaban Raka. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat, lima... Krik krik, tidak ada jawaban. Usaha Citra gagal, dia akhirnya menyerah dan beranjak ke kursi yang lain membagikan formulir.
"Sudah jelas semua?" tanya Bimo sambil melemparkan pandangannya ke semua arah.
"Sudaaahhh..." jawab mereka serentak.
"Kalau gitu, tentukan eskul apa yang mau kalian pilih dan besok kumpulkan formulir ini lagi setelah kalian isi. Jadiin satu aja terus kasih ke ketua kelas dan bawa ke ruang OSIS." Kata Bimo lagi.
"Siap, Kak." Sahut Andre si ketua kelas.
"Raka, lo ikut eskul voli, kan?" tanya Bimo kemudian sebelum memutuskan untuk meninggalkan kelas itu.
Disa melirik ke arah Raka sebentar, semua menunggu jawaban Raka. Suara bisik-bisik dari setiap siswa-siswi mulai terdengar. Tapi orang yang ditanya hanya diam, masih tidak ada jawaban, malah mengalihkan pandangannya keluar.
Bimo menghela nafas sesaat, lalu tersenyum. "Baiklah. Terima kasih untuk waktunya. Kami permisi dulu, selamat belajar kembali dan selamat siang." Ucap Bimo lalu pergi beserta rombongannya.
Disa menangkupkan kedua tangannya, matanya menatap langit-langit ruang kelasnya, memikirkan eskul apa yang kira-kira akan Raka ikuti.
***
Teriak girang membahana dari setiap penjuru kelas, ketika bel istirahat kedua berbunyi dengan mantap. Disa sudah bersiap untuk melompat dari kursinya menuju kantin, dia sudah selesai membereskan bukunya ke dalam laci meja. Gadis itu sudah membayangkan sedari tadi es kelapa muda Bu Atin. Tenggorokannya kering dan cacing di perutnya sudah pada demo minta dikasih makan.
Dengan penuh semangat Disa keluar dari kursinya dan menggaet lengan Ruri, mendadak dia diam dan melotot ketika dilihatnya Ruri sudah ada di depan pintu dan menatapnya sambil menggigit jari-jarinya dengan wajah yang tegang.
Tunggu dulu, kalau Ruri di depan pintu, lantas lengan siapa yang dia gaet? Perasaan tadi Ruri masih berdiri di samping mejanya kenapa sekarang sudah ada di depan pintu? Sejak kapan gadis itu beranjak dari kursinya?
Wajah Disa mendadak cemas, apalagi dilihatnya Ruri juga ikutan tegang. Pelan-pelan Disa menoleh dan melirik si pemilik lengan itu. Raka.
Disa menunduk dan memejamkan matanya kuat-kuat, lalu pelan-pelan dia menarik tangannya yang menempel pada lengan cowok yang tingginya 177cm itu. Raka juga mau ke kantin dengan Farhan tapi baru satu langkah dari kursinya yang berada tepat di belakang Disa, langkahnya terhenti karna gadis berbadan pendek itu menggaet lengannya.
"Ma... maaf," ucap Disa terbata-bata.
Dia ingin sekali melihat wajah Raka lagi tapi takut. Dia yakin sekarang Raka sedang menatapnya tajam-tajam dan ingin memaki dirinya. Disa tidak memungkiri perasaannya kalau dia memang sudah terpikat oleh pesona Raka, tapi sebetulnya dia juga tidak mau nekat kalau mood Raka sedang tidak bagus.
Dia ingat kalau tadi Viona datang dan memegang tangan Raka. Cowok itu marah-marah bukan main, telinganya bahkan sampai memerah. Ditambah lagi saat ini dia menggaet lengan Raka, yah tidak sengaja sih, tapi pasti Raka tetap akan mengomelinya kalau tidak langsung kabur. Tanpa berkata apa-apa lagi, Disa langsung tancap gas, kabur dari posisinya dan menyeret Ruri juga keluar dari sana.
Sampai di kantin, Disa langsung memesan es jeruk. Dia sudah lupa kalau tadi selama jam pelajaran Bu Endang mebayangkan es kelapa muda. Tidak membutuhkan waktu lama, semenit saja es jeruknya sudah habis tak bersisa. Nafas Disa masih tidak beraturan.
"Lo kayak habis dikejar hantu aja, Dis." Celetuk Ruri.
"Lo tadi liat nggak tampangnya Raka gimana waktu lengannya gue gaet?" tanya Disa dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
"Liat sih," jawab Ruri dengan tatapan cemas.
"Gimana tampangnya? Aaargh jangan natap gue kayak gitu, Ri, gue jadi takut nih. Lagian kok bisa sih lo di depan pintu kelas, padahal gue tadi liat lo masih berdiri di samping meja gue." cerocosnya tanpa henti.
"Lo nya aja yang terlalu fokus balasin chat kak Bimo, sampai nggak dengerin gue ngomong gue tunggu depan pintu.”
“Siapa juga yang lagi chat sama kak Bimo! Udah ngasih ID gue nggak ngomong-ngomong dulu, sekarang ngarang bebas lagi lo!” Protes Disa cepat.
“Habisnya dia yang minta, sampai nyegat gue di depan gerbang. Padahal gue udah buru-buru mau upacara penutupan MOS. Gue sih sebagai adek kelas yang baik hati, imut, ngak sombong, berakhlak dan cantik ini nurut aja apa kata kakak kelas,” ucap Ruri membela diri.
“Tetap aja harusnya ngomong dulu kali ke gue.”
“Iyaa deh, ntar yah kalau ada cowok yang minta ID lo lagi lewat gue. Hahahaa...”
Disa manyun seketika, “Dasar lo!”
“Tapi senang kan lo bisa pegang-pegang tangannya Raka." Ruri cekikikan sendiri tidak tahan melihat ekspresi wajah Disa yang pucat tadi, padahal dia sendiri tadi juga ikut pucat karna khawatir kalau kalau temannya itu kena babat sama si Raka. Tapi tetap saja, jika diingat lagi Ruri tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
"Jantung gue berasa mau copot.” Disa memegang dadanya, memastikan jantungnya masih berada di posisi yang seharusnya.
“Lebay!”
Tuk!!! Kebiasaan baru Disa kalau lagi gemas sama sohibnya itu adalah main jitak.
"Rasain tuh jitakan gue. Hahaha." Disa ketawa nyaring.
Tiba-tiba tawanya terhenti ketika ada sebuah sentilan ringan mendarat cantik di kepalanya. Disa bersiap mau ngomel, tapi batal saat tahu ternyata Raka yang menyentil kepalanya dengan gulungan kertas. Dia datang sama Farhan. Disa berpikir sejenak, jangan-jangan sentilan Raka barusan itu sebuah peringatan untuk tidak sembarangan ke dia.
Tidak bisa, tidak bisa. Disa menggeleng cepat. Dia sudah bertekad untuk maju perlahan, dia sudah bersiap untuk perang. Pantang mundur sebelum mendapatkan hatinya Raka, atau paling tidak senyumnya Raka deh.
Tanpa dipersilahkan Raka main langsung duduk di kursi seberang, duduk berhadapan dengan Disa dan Ruri sembari membawa semangkok bakso di tangan kanannya. Jantung Disa berdetak tidak karuan, perasaannya campur aduk. Raka duduk di hadapannya sekarang dan dia bisa dengan bebas menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang sempurna itu. Disa senang tapi masih ada sedikit rasa takut juga.
“Kita boleh numpang duduk di sini kan, soalnya nggak ada kursi kosong lagi.” Kata Farhan.
“Dengan senang hati, boleh sangat,” sahut Ruri cepat.
Disa melirik Raka yang sedang mengunyah baksonya. Dia makan dengan cuek tanpa mempedulikan dua orang yang ada di depannya sedang berbisik-bisik tetangga. Disa menyadari cowok idamannya itu tidak membawa minuman. Sejurus kemudian dia mengambil sebotol air mineral yang tersedia di meja.
“Nih, minum buat lo.” Disa menyodorkan air mineral itu ke hadapan Raka.
Diluar dugaan, Raka malah mengambil es jeruk milik Farhan dan meminumnya. Farhan berniat membuka mulut untuk protes, tapi tatapan menyeringai Raka lebih dulu membungkamnya. Mau tidak mau, cowok yang terlihat humoris itupun pasrah minumnya di embat sahabatnya.
Selang beberapa menit, mangkok bakso Raka sudah habis tak bersisa. Raka beranjak dari duduknya lalu pergi tanpa mengatakan satu kata pun sejak datang tadi. Disa dan Ruri saling berpandangan, heran. Itu barusan Raka mendadak bisu atau gimana. Datang tanpa hai dan pergi tanpa bye.
“Temen lo tuh, lagi sariawan kayaknya.” Celetuk Ruri ke Farhan
“Temen lo juga kali,” sahut Farhan
“Kasihan minumnya dihabisin Raka, ini gue gantiin,” ucap Disa dengan senyum semringah. Raut wajahnya yang ceria menular ke Farhan dan membuatnya ikut tersenyum lebar.
“Thanks. Ntar gue minta ganti ke orangnya langsung,” kata Farhan.
“Emang berani?” Ruri menyeringai.
“Jelas!!!” Jawab Farhan dengan percaya diri, membuat dua gadis itu terkekeh sebentar. “Sorry ya kalau tadi dicatuk Raka pake gulungan kertas. Doi nggak suka badannya disentuh-sentuh.” Lanjutnya memberi penjelasan.
“Iya nggak apa kok. Paham gue, mana ada cowok yang gantengnya kelewatan macam Raka gitu mau disentuh-sentuh sembarangan,” ujar Disa, “tapi, meskipun bete begitu, wajahnya tetep enak dipandang ya.” Lanjut Disa dengan senyum genit diwajahnya.
"Tapi seneng kan lo, hari ini bisa gandeng Raka, biarpun cuma beberapa detik."
Disa bingung apakah itu ledekan atau Farhan mencoba untuk mengintrogasi dirinya? "Ya, seneng sih. Tapi, takut juga."
"Nggak perlu takut, dia nggak menggigit kok. Paling-paling juga nyakar dikit. Wkwkwk..."
"Mau dong dicakar," sahut Ruri yang di sambut gelak tawa Disa dan Farhan.