Contents
Cinta Lelaki Misterius
Bab 5
Cinta lelaki Misterius
Bab 5
Enam Bulan berlalu sejak pertemuan pertama Al dan Andin, keduanya kini terlihat semakin akrab, meskipun sesekali pertengkaran kecil terjadi di antara keduanya.
Seperti malam ini, mereka sedang asyik menikmati gudeg yu Djum yang belakangan menjadi makanan favorit Andin.
"Jadi dalam rangka apa nih kamu traktir aku gudeg yu Djum?" tanya Al yang sejak tadi memperhatikan gadis yang selalu dipujanya dalam diam itu terlihat sangat bahagia.
"Dalam rangka aku yang naik dari reseller menjadi agen Maharatu, Al ...," seru Andin. dengan binar kebahagiaan yang terpancar, hingga tanpa sadar ia menggenggam tangan Al yang sedang berpangku di meja. Membuat Al kembali merasakan getaran-getaran aneh dalam dirinya. Rasa yang sejak enam bulan belakangan ini selalu dirasakannya saat bersaman Andin.
"Eh, sorry ... Sorry ... Nggak sadar aku gegara terlalu bahagia," ucap Andin seraya melepas genggamannya pada tangan Al.
"Its okey, santai aja, aku menikmatinya kok," sahut Al membuat Andin malah memukul kepalan tangannya.
"Apaan sih?" ucap Andin sembari terkekeh.
"Alhamdulillah, aku ikut senang dengernya, Ndin. Selamat ya, semoga makin berkah. Harus semangat terus pokoknya." Al berucap syukur turut bahagia mendengar kabar baik dari gadis pujaannya.
"Makasih, ya, Al. Aku nggak nyangka akan sampai di titik ini, berawal dari info yang nggak sengaja aku dapat dari Pak Angga, ternyata membawaku pada kesuksesan sejauh ini. Ya, walau mungkin ini pencapaian yang belum seberapa, tapi aku bersyukur, setidaknya, melalui jalan ini aku bisa memenuhi kebutuhanku.
Pokoknya makasih banyak buat kamu yang selalu full support aku sejak awal, kamu emang yang terbaik, layak mendapatkan penghargaan gudeg yu Djum," ucap Andin dengan nada bercanda.
"Gudeg yu Djum doang nih? Nggak ada bonus lainnya gitu?" canda Al.
"Kok doang sih? Gudeg yu Djum ini istimewa lho! Penuh kenangan," sahut Andin sembari menyuapkan gudeg di hadapannya menggunakan tangan.
Al yang memandangnya hanya tersenyum, salah satu hal yang sangat ia suka dari Andin adalah dia yang selalu tampil sederhana dan apa adanya. Tidak neko-neko apalagi lebay. Berbeda dengan cewek-cewek lain yang selama ini mendatanginya untuk mengemis cinta.
"Apanya yang istimewa?" tanya Al mencoba meladeni ucapan Andin.
"Manisnya yang seperti kesan pertama pertemuan kita itu yang bikin istimewa. Sekarang aku benar-benar sadar, Al, bahwa pertemuan pertama kita memang semanis itu, pertemuan kita termasuk hal yang sangat aku syukuri sampai saat ini. Aku bersyukur ada kamu yang selalu ada untuk aku, Al," sahut Andin membuat hati Al menghangat. Merasakan setiap kata perkata yang selalu berhasil menyentuh relung hati terdalamnya.
"Sekarang kamu baru menyadari manisnya pertemuan kita, Andin. Dan aku harap, selanjutnya kamu juga akan menyadari manisnya hubungan kita, manisnya perasaan yang sejak lama aku simpan dan tumbuhkan hanya untukmu," batin Al penuh harap.
"Jadi kamu baru sadar ya? Padahal aku sudah sampaikan saat pertama kali kamu menginjakkan kaki di rumah makan ini," ucap Al dengan senyuman manisnya.
"Ya, begitulah, maafkan aku yang kadang-kadang suka kurang peka ini," sahut Andin santai.
"Oh iya, aku bersyukur banget sih kamu join di bisnis ini, Ndin," ucap Al.
"Bersyukur karena apa? Karena rutin dapat traktiran dari aku?" canda Andin.
"Ya, itu salah satunya sih, hehehe. Aku seneng aja lihat kamu enjoy ngejalaninnya, fleksibel tanpa harus mengganggu waktu kuliah kamu. Dan terlebih lagi, kamu jadi terlihat makin cantik dan terawat sejak menjadi bagian dari Maharatu, mungkin tuntutan peran kali ya? Kan lebih mendalami promosinya kalau yang jual juga ngerasain manfaat produknya?" tebak Al.
"Hahaha, nggak juga sih, Al. Dewasa ini aku jadi lebih sadar aja, bahwa tampil good looking juga ternyata penting. Ya, walaupun yang kamu bilang itu juga ada benernya sih," sahut Andin sembari terkekeh.
"Kamu betul, merawat diri selain sebagai bentuk syukur kita atas anugerah Allah, juga untuk menjaga kehormatan kita sebagai manusia, makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini. Jangan sampai, karena tidak merawat diri, justru membuat kehormatan kita direndahkan," sahut Al yang diangguki oleh Andin.
"Ya aku setuju sama apa yang kamu bilang, Nar. Btw, kamu kalau ngomong soal penampilan udah kaya founder-founder brand cosmetic yang lagi ngasih motivasi ke teamnya aja deh," kelakar Andin membuat Al tersenyum penuh makna.
"Pengen sih, jadi Founder brand cosmetic yang membawahi team semanis kamu, biar kamu tunduk sama aku," canda Al yang di aminkan oleh Andin.
"Amiin, semoga aja, ya? Siapa tahu 'kan? Ucapan adalah doa," jawab Andin tulus mengaminkan.
"Tapi, Al, ngomong-ngomong kamu tuh emang kerjaannya cuma jagain rumah gedongan itu ya?" tanya Andin penasaran.
"Iya," sahut Al singkat.
"Kamu nggak ingin punya kerjaan sampingan apa gitu, Al? Ya selain untuk mengisi waktu luang dengan kesibukan, juga bisa jadi tambah-tambahan 'kan hasilnya? Soalnya aku lihat sepertinya kerjaanmu cukup mudah dan nggak menyita waktu, masih bisa ditambah kerjaan sampingan," ucap Andin menyarankan.
"Jadi kamu mau bilang kalau aku ini pengangguran?" canda Al.
"Bukan gitu, Al. Cuma menurut aku kamu bisa lebih produktif lagi," sahut Andin serius.
"Menurut kamu? Sebaiknya aku ngapain biar terlihat lebih produktif? Apa join reseller Maharatu aja?" tanya Al
"Nah, ide bagus malahan kalau kamu punya pikiran ke sana, kamu bisa langsung join ke aku sebagai agen," sahut Andin berbinar.
"Oh ... Jadi barusan itu trik marketing kamu? Bagus juga ya? Pantes cepet naik tingkat jadi agen,"sindir Al membuat Andin tertawa renyah.
"Hahaha, kamu kalau ngomong emang suka bener ya?" sahut Andin sembari mengatur ritme napasnya.
"Tapi beneran deh, Al. Kamu punya banyak kesempatan untuk lebih produktif. Ini bukan lagi soal trik marketing ya, tapi lebih ke saran aku sebagai teman kamu," ucap Andin serius.
"Kamu jangan mengira orang yang hanya diam berpangku tangan itu tidak produktif, sekarang zamannya dunia dalam genggaman, kita bisa melakukan apa saja hanya dengan menjentikkan jari. Tak jarang orang tampak diam raganya, padahal terus berputar otaknya," jelas Al membuat Andin mengangguk faham.
"Iya juga sih. Dan apakah kamu termasuk salah satu dari manusia yang seperti itu, Al?" tanya Andin penasaran, sebab walau secara kasat mata memang Al terkesan hanya seorang yang semi pengangguran, tapi ia terlihat tak pernah kekurangan, bahkan terkesan berpenghasilan lebih, terlihat dari sifat royalnya kepada siapapun yang berada di sekitarnya.
"Oh, kalau itu rahasia," sahut Al.
"Ah, kamu ya, selalu seperti itu, sok jadi lelaki misterius! Dari dulu nggak pernah berubah. Padahal aku sudah menceritakan semua tentang hidupku, bahkan tentang hal-hal yang paling privasi sekalipun, tapi kamu masih aja menutup diri dari aku," protes Andin yang ke sekian kalinya. Meski ia sudah hafal bagaimana jawaban Al jika ia memprotesnya, namun ia tak pernah bosan.
"Untuk apa aku menceritakan tentang siapa diriku? karena tanpa kamu tau siapa dan bagaimana hidupku pun kamu tetap mau berteman denganku dan merasa nyaman 'kan?
Tidak semua orang merasa nyaman menceritakan secara mendetail siapa dirinya, apalagi urusan pribadinya. Bukan karena tak percaya, tapi lebih ke merasa hal itu tidak diperlukan.
Aku pernah dengar sebuah kata-kata, 'Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu.' konon katanya kalimat itu pertama kali diungkapkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Tholib."
"Iya ... Iya ... Aku sudah hafal sama jawabanmu, Al," ucap Andin menyerah.
"Tapi kamu nggak pernah menyerah untuk terus bertanya, ya?"
"Karena aku ingin mengenal kamu lebih dekat, Al. Sebagaimana kamu mengenal aku," sahut Andin membuat hati Al menghangat.
"Cukup kamu mengenal aku sebagaimana aku dalam bayangan kamu selama ini, Ndin. Kenali aku sebagai pendengar terbaikmu, yang akan selalu siap sedia mendengar setiap apapun yang keluar dari mulutmu. Kenali aku juga sebagai sandaran terkokoh untukmu, yang akan bersedia memberikan pundaknya kapanpun kamu butuh pegangan," ucap Al tulus.
"Makasih, ya, Al," ucap Andin sembari mengulas senyuman penuh haru.
"Sama-sama," jawab Al dengan pandangan melekat pada senyuman manis milik tambatan hatinya itu.
"Kenapa ngelihatin gitu sih?"
"Nggak apa-apa, aku perhatiin makin hari kamu kok makin glowing aja ya? Bukan glowing lagi sih ini, tapi lebih ke nge-glazed gitu kulit kamu. Kayanya perawatan kamu berhasil deh, makin cantik," puji Al membuat Andin blushing seketika.
"Kamu lagi merayu aku? Mau nambah gudegnya, iya? Kalau mau nambah ya nambah aja! Nggak usah pakai merayu!" ucap Andin menahan senyumannya salah tingkah.
"Nah, gitu dong Bu Agen!" kelekar Al kemudian memesan seporsi gudeg lagi untuk disantapnya. Membaca chatt Andin yang mengajaknya makan gudeg bareng membuat Al terlalu happy hingga tak sadar telah melewatkan makan siangnya, dan malam ini saatnya ia melakukan pembalasan.
Mereka kemudian melanjutkan makan malam sembari bersenda gurau. Menikmati kebersamaan yang tanpa disadari memberikan rasa nyaman tersendiri.
Hingga tiba-tiba, terdengar bunyi dari ponsel Andin tanda ada panggilan yang masuk.
"Siapa?" tanya Al.