Try new experience
with our app

INSTALL

Cinta Lelaki Misterius 

Bab 1

Cinta lelaki misterius


Bab 1


Empat Puluh hari berlalu setelah kematian Ibunya, saatnya Andin harus melanjutkan hidupnya, seorang diri.


Seperti yang diwasiatkan oleh sang ibu, kini Andin menginjakkan kakinya di Yogyakarta untuk menemui sang Ayah. Lelaki yang meninggalkan ibunya, demi menikahi wanita simpanannya.


Andin meneguk segelas es teh yang ia pesan, keringat kini mulai membasahi bajunya, lelah berjalan seharian membuatnya melipir ke sebuah warung untuk menikmati segelas es teh, sekedar untuk menghapus dahaga.


"Ah duitku hanya tinggal satu juta, aku harus berpikir cepat, aku harus segera mencari pekerjaan demi kelangsungan hidupku selanjutnya," gumam Andin pelan.


Kini pandangannya berpindah pada benda pipih dalam genggamannya, cukup lama ia menscroll layar ponsel itu sembari mengamati beberapa iklan kost murah di sekitarnya.


"Nah ini dia, sepertinya kost ini sangat cocok untukku. Murah harganya, dan juga sepertinya tempatnya cukup bagus, sebaiknya aku hubungi saja nomer telpon yang tertera," pikirnya dengan cepat lalu mengetikkan beberapa digit di hpnya, kemudian segera menekan icon hijau untuk melakukan panggilan.


Merasa kurang puas dengan percakapan di telpon, akhirnya Andin memutuskan untuk meninjau langsung ke lokasi.


***

Langkah Andin terhenti tepat di depan pintu besar yang terbuat dari ukiran kayu Jepara, terlihat sangat indah, kokoh dan memberi kesan asri. Sekeliling tempat itu juga berpagar tembok cukup tinggi, cukup aman untuk dijadikan tempat tinggal seorang gadis di tengah kota.


Dreeettt dreeett.


Suara getaran dari ponsel Andin memanggilnya untuk segera menjawab telpon dari seseorang di sana.


"Nino?" gumamnya dengan senyum sumringah, dan binar mata yang memancarkan kebahagiaannya kala melihat nama Nino tertera di layar ponselnya.


[Hai, Mas Nino.]


......


[Aku baik, sekarang lagi nyari kostan, semoga langsung cocok, doain ya.]


......


[Apa itu? Aku jadi penasaran.]


......


[Iya ... iya, ya udah aku mau masuk dulu ya ketemu sama bapak kostnya, semoga saja orangnya nggak jutek, baik hati, tidak sombong dan yang paling penting bisa turun harganya dan juga tidak menjengkelkan. Hehehe]


.......


[Oke, Bye]


Panggilan berakhir.


Andin tampak menghela nafas.


"Hufh, Nino ... Sampai kapanpun kamu memang yang terbaik. Sikapmu yang selalu peduli seperti ini membuatku semakin mengharapkanmu. Entah sampai kapan harus begini? aku tak tahu kenapa kau tak juga peka dengan perasaanku selama ini. Tapi aku tetap akan menunggu, No. Sejak dulu kau adalah milikku, dan sampai kapanpun akan menjadi milikku," gumam Andin penuh penekanan.


Andin menghembuskan nafasnya kasar, Ia melepaskan ikat rambut yang sedari tadi menjadi pengerat pada rambutnya yang digulung asal.


"Huft, capek banget rasanya, nggak sabar pengen cepat ketemu kasur," batin Andin.


Andin sedikit merapikan rambutnya yang kini tergerai indah, sembari menyisirnya pelan menggunakan tangannya.


Wussh ... rambut hitam berkilau itu disibakkannya dengan perlahan, kemudian Andin membalikkan badannya, dan ...


"Bruk!"


Ia menabrak sesuatu yang keras dan bidang, hingga membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Hampir saja Andin terpental ke belakang sebelum akhirnya sebuah tangan menangkap punggungnya.


Sesaat Andin terdiam, menormalkan ritme pernapasannya. Kemudian mencoba mengumpulkan kesadaran.


Gadis berusia dua puluh tahunan itu mengangkat pandangannya, dan kedua matanya kini bertemu dengan mata elang milik lelaki yang kini menopang tubuhnya. Mereka saling pandang dalam beberapa saat. Seolah terhipnotis dengan situasi yang terjadi.


Aldebaran–lelaki tampan berkulit putih dan berbadan atlestis itu sejenak terpana saat pertama kali melihat wajah gadis berambut panjang tergerai indah, yang sedari tadi hanya diperhatikannya dari belakang. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya tertahan memandang ciptaan Tuhan yang begitu indah di hadapannya.


"Masya Allah, cantiknya," puji lelaki berumur 28 tahun itu dalam hati, mengagumi wanita dengan hidung runcing dan bibir sexy di hadapannya.


"Sorry ...," ucap Andin saat tersadar kemudian kembali berdiri ke posisi semula.


"It's, okey," sahut Al menetralkan degub jantungnya.


Sesaat keduanya saling terdiam salah tingkah.

Al memandang Andin dari atas ke bawah, dengan tatapan penuh kekaguman. Sedangkan Andin mulai merasa tak nyaman dengan tatapan Al.


"Hay, ...." sapa Andin melambaikan tangan melihat Al yang terpaku didepannya.


AL mematung, ia masih asik menatap wajah cewek berkulit putih dengan senyuman manis mengembang di bibirnya.


"Hey, ada apa? Ada yang salah denganku?" tanya Andin mengagetkan Al yang terkesima pada gadis cantik nan tomboy di depannya.


"Ohh ... ehhm nggak, nggak ada apa-apa kok," jawab Al gelagapan, lalu sedetik kemudian mengalihkan pandangannya dari gadis itu.


"Sorry, aku Andin. Yang nyari kostan tadi. Kamu Angga?" tebak Andin ragu.


"Oh bukan, aku Al," jawab cowok yang juga berhidung mancung itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Andin.


"Jadi cewek ini sedang nyari kostan?" gumam Al dalam hatinya.


"Hay Al, salam kenal ya, aku Andini Kharisma Putri," ucapnya membalas uluran tangan Al.


"Aku mau bertemu pak Uya, apa kamu kenal?"


"Oh pak Angga, belum kelihatan sih, mungkin lagi keluar," jawab Al asal.


"Kamu pemilik kost ini?" tanya Andin lagi.


"Bukan ... Saya bukan pemilik kost ini," jawab Al singkat sambil terus menikmati wajah cantik mahluk di depannya.


"Oh, kirain ...," ucap Andin tak meneruskan ucapannya.


"Tapi saya bisa bantu kamu kok, Kamu mau lihat kamar yang kosong 'kan?" tanya Al.


"Nggak ... nggak, itu gampang, yang terpenting soal harga dulu, jadi apa harga segitu sudah nett? Nggak bisa turun lagi nih?" tanya Andin.


"Maaf, ehm Ndin, tapi sepertinya nggak bisa," jawab Al.


"Coba tanyakan dulu aja ke yang punya kostan!" Andin menyarankan.


"Ya, gimana ya, soalnya waktu itu juga sudah ada yang nawar 850 ribu, tapi belum dikasih aja sama pemilik kostan ini," ucap Al yakin.


"Tolong lah ya, please ... tolong banget bantu aku, aku baru aja sampai di Yogya, uangku hanya tinggal satu juta, bisa sih aku bayar kost ini, tapi jujur aku nggak punya pegangan lagi untuk bertahan hidup," ucapnya tertunduk sedih.


Al kembali memandang Andin dengan seksama, dari ujung kaki hingga ujung rambutnya tak luput dari detail tatapan Al.


"Sepertinya gadis ini anak baik-baik, dan sepertinya dia memang bicara jujur, mungkin sedikit bantuan dariku bisa bermanfaat buatnya," batin Al dalam hati.


"Aku janji deh, nanti kalau aku sudah dapat kerjaan dan sudah gajian, aku akan bayar sesuai harga normal. Tapi untuk saat ini, please, tolong sampaikan pada pemilik kost supaya bisa diturunkan harganya, 800rb deh, boleh ya? aku yakin akan segera mendapatkan kerjaan," pinta Andin sembari menyatukan kedua tangannya didepan dadanya, sebagai tanda permohonan.


"Gini aja, kalau kamu mau, kamu bisa bayar separuh dulu, kekurangannya boleh kamu lunasi setelah kamu mendapatkan pekerjaan," tawar Al santai.


"Apa? Ini beneran? Tadinya aku mau menawar diangka 850 ribu, tapi malah dipermudah dengan membayar separuh terlebih dahulu? itu artinya aku hanya cukup membayar 500 ribu, dan uangku masih tersisa 500 ribu? Alhamdulillah," batin Andin berucap syukur.


"Kamu yakin?" tanya Andin tak percaya.


"Yakin. So, kamu mau kamar yang mana? Kebetulan hanya ada dua yang kosong,"


"Bebas, yang mana aja, asal bisa aku bayar separuh dulu," sahut Andin antusias.


"Ya sudah, ini kunci kamar nomor 14, kamu bisa masuk setelah membayar separuh dari harga," ucap Al, sembari mengangkat tangannya dengan menampilkan kunci kamar yang kebetulan sedang dibawanya.


"Oke, deal! Wait," ucap Andin kemudian mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya.


"Nih, dah lunas ya," ucap Andin seraya menyerahkan sejumlah uang itu pada Al.


Al kemudian menerima sejumlah uang yang diberikan pada Andin itu.


"Oke, lunas untuk separuh pembayaran ya, silakan masuk, ndin, semoga kamu betah di sini ya. Kalau ada masalah, kamu bisa cari aku," sahut Al.


"Cari kamu? Kamu tinggal di sini juga?" Tanya Andin penasaran.


"Maunya sih gitu, Ndin, tapi nggak boleh," kelakar Al membuat Andin terbahak.


"Kamu bisa aja, btw kamu tinggal di mana?"


"Tuh di rumah sebrang," ucap Al menunjuk sebuah rumah besar nan mewah di sebrang kost itu.


"Itu rumah kamu?" tanya Andin kepo.


"Pengennya sih gitu, Ndin, tapi mana mungkin orang seperti saya punya rumah seperti itu," jawab Al tertawa kecil begitu juga dengan Andin.


"Kamu lucu deh," puji Andin lagi,


"Sayangnya, seringnya aku buat banyak cewek patah hati karena cintanya kutolak, Ndin," canda Al lagi.


Andin lagi-lagi terbahak.


"Oke, sudah cukup bercandanya, thanks ya. Aku mau masuk dulu, senang berkenalan denganmu," pamit Andin yang dijawab anggukan oleh Al.


Setelah memastikan gadis itu memasuki kamarnya, Al segera beranjak meninggalkan tempatnya.


Saat Al sedang berjalan, tampak seorang lelaki paruh baya tergopoh-gopoh menghampirinya.


"Sudah selesai ngecek kamar 14 nya, Mas? Maaf tadi saya tinggal ke kamar mandi," ucap Pak Angga sembari mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.


"Sudah, Pak, nggak apa-apa, santai aja," jawab Al.


"Mbak-mbak itu tadi siapa ya, Mas?" tanya pak Angga yang tak sengaja melihat Al dan Andin bercakap-cakap.


"Oh, itu, tadi dia mau sewa kamar."


"Sewa kamar? Apa sudah beres semuanya? tanya pak Angga lagi.


"Sudah, tapi dia baru bayar separuh. Katanya setelah dapat pekerjaan dia baru akan membayar kekurangannya," ucap Al membuat pak Angga tersenyum penuh makna. Menyadari lelaki muda di hadapannya begitu besar hatinya.


"Baik. Kalau boleh tahu namanya siapa? Dan ada di kamar berapa?"


"Namanya Andini Kharisma Putri, di kamar 14."


"Kamar 14, Mas? Bukannya kamar itu mau ditempati teman kamu?" tanya pak Angga heran, mengapa gadis asing yang hanya membayar separuh itu diberikan kamar yang istimewa? Yang bahkan telah disiapkan sejak lama untuk seorang teman Al yang akan bermukim selama beberapa waktu di Yogyakarta.


Hai baca juga cerita Fayung yang lain, "Mencintaimu dalam Semalam" dan "SKANDAL"