Try new experience
with our app

INSTALL

Nomaden (Ikatan Cinta FF 3.0) 

IC FF 47. Di Mana Ini?

IC FF 47. Di Mana Ini?”


“Di mana ini?” Al sadar dan melihat dirinya berada di sebuah kamar. Kemudian, ia merasakan jika mulutnya disumpal. Ia terkejut panik dan ingin bangkit. Namun, ia melihat kedua tangannya terikat. Lantas ia merasakan pula kedua kakinya terikat. Al mengingat-ingat apa yang terjadi.


“Aku menggendong Askara untuk menyeberangi jalan. Ada mobil yang menabrak padahal jelas waktu itu jalanan lenggang dan aku sudah melihat kanan kiri. Sengaja? Askara ... Askara .... Mana Askara? Mana Askara?” Kepala Al berusaha menoleh ke sekelilingnya mencari-cari Askara. Namun, Askara tidak berada di kamar itu.


“Lalu Andin, Reyna, dan Tarani bagaimana? Apa mereka tahu keadaanku ini? Mereka pasti kebingungan dan sedih sekarang. Ya Allah tolonglah hamba, tolong kami sekeluarga. Lindungilah kami dari bahaya apa pun dan izinkan kami berkumpul lagi.”


“Oh, sudah sadar,” kata Zara yang masuk bersama Untari, Nia, dan Fia.


“Zara ....” Al berusaha memberontak dari ikatan. “Askara mana? Askara mana?” tanya Al dalam bekapan sehingga hanya terdengar suara dengungan.


“Ngomong apa sih? Tidak dengar,” ujar Zara dengan ekspresi muka begitu mengesalkan.


✨✨✨✨❤️✨✨✨✨


Mama Rosa menghubungi. Andin tidak mau mengangkat. Andin khawatir membuat jantungan ketiga orang tua yang berada di Indonesia. Mengingat mereka sudah umur dan sakit-sakitan. Namun, ponsel pintarnya terus berbunyi. Ia merasa tidak mungkin mematikan ponsel karena nanti malah membuat yang di Indonesia bertanya-tanya, membuat kecurigaan kalau sedang terjadi apa-apa. Mama Rosa juga menghubungi nomor Reyna. Nomor Al juga dihubungi, tetapi tidak tersambung. Reyna yang tidur sampai terbangun gara-gara ponselnya dan ponsel Andin berbunyi terus.


“Ma ... kenapa tidak diangkat?” tanya Reyna.


“Maaf, berisik ya? Dari Indonesia. Oma Opa kamu bisa jantungan atau mengalami masalah kesehatan yang lain kalau tahu yang terjadi pada kita saat ini.”


“Kalau kita ceritakan siapa tahu mereka akan bisa menolong kita, Ma.”


“Bisa iya bisa tidak, Sayang, tapi yang pasti mereka akan kalang kabut. Itu tidak baik untuk kesehatan mereka. Mereka udah umur, tidak boleh diberi beban pikiran atau fisik yang berat-berat. Mama justru sangat khawatir kalau mereka sampai tahu mereka yang jadi kenapa-napa, Sayang.”


“Kalau cerita ke Om Rendy?”


“Rendy dekat dengan Mama Rosa, dengan segera Mama Rosa akan tahu, Sayang.


“Kalau begitu kenapa tidak dimatikan saja ponselnya, Ma?”


“Justru kalau dimatikan mereka akan curiga kita kenapa-napa, Sayang. Kalau begini setidaknya mereka mengira kira sedang sibuk atau sedang jalan-jalan.”


Reyna mengecek ponselnya. “Ma, kalau sekolah Reyna?”


“Kamu tetap masuk, Sayang, tapi ingat jangan kamu ceritakan apa pun mengenai keadaan kita sekarang ini kepada siapa pun karena pasti akan sampai beritanya ke Oma Opa. Kalau terlambat cari saja alasan.”


Reyna tanpa mengganti baju tanpa mandi langsung menyalakan internet. “Maaf, Reyna tidak bisa mengikuti pelajaran kurang sehat.”


“Kenapa?”


“Hanya karena kurang tidur, sering begadang sampai malam.” Reyna diberitahukan mengenai pelajaran yang sedang dibahas. Kemudian, ditunjukkan tugas-tugas sekolah.”


Selesai dengan tugasnya sekolah, Reyna ingin kembali mencari Al. “Ma, katanya akan cari Papa dan Dedek Askara?”


“Iya, ayo, Sayang. Pagi tadi kamu baru tidur setelah semalaman menangis dan tidak tidur. Jadi, Mama biarkan kamu tidur dulu.”


“Akan Reyna buat surat siapa tahu Papa dan Dedek Askara pulang ke tiny house saat kita mencari mereka.” Reyna segera mengeluarkan kertas dan menuliskan sebuah surat.


Papa dan Dedek Askara, kami Reyna, Mama, dan Adik Tarani menapaki jejak kalian yang entah hilang ke mana di negeri Hindustan ini. Kalau kalian telah kembali ke tiny house kita ini, janganlah kalian pergi lagi. Tunggulah kami kembali ke tiny house juga agar kita bisa bersua, berkumpul lagi dalam kehangatan keluarga penuh kasih sayang.


Reyna Putri Alfahri :)


“Mama akan tambahkan.” Andin juga menuliskan pesan.


Baru sehari saja kami kehilangan kalian berdua rasanya telah begitu lama kami kehilangan. Butiran bening netra Reyna semalaman tidak berhenti mengalir. Sesungguhnya aliran netraku pun membuncah begitu deras. Namun, terbendung oleh kenyataan aku seorang ibu. Ada Reyna dan Tarani kita yang memerlukan aku kuat batin dan fisik. Kami merindukan kalian berdua. Peluk penuh cinta dari kami yang bertakhta di hatimu, Mas Aldebaran Alfahri. 


✨❤️ Andini Karisma Putri ❤️✨


Setelah ganti baju dan menyiapkan segalanya untuk di jalan, pergilah mereka meninggalkan tiny house untuk mencari Aldebaran Alfahri. Mereka naik angkutan umum dan jalan kaki keliling tidak jauh dari sekitaran Tiny house dan mall di mana Al dan Askara menghilang. Namun, sudah seharian mereka mencari tidak ada jejak Al ada di mana.”


“Ya udah, Ma, sudah larut malam, kasihan Dedek Tarani. Besok baru cari lagi.”


“Em ... atau siapa tahu saat kita pulang di tiny house ternyata sudah ada Papa dan Adik Askara.”


“Semoga ya, Ma.”


Harapan itu kosong. Kupu-kupu yang mereka lipat masih rapi di tempatnya di atas meja dapur di dekat sofa. Mereka sungguh lemas. Lemas bukan sekedar fisik karena letih berkeliling, tetapi lemas hati. Mental sungguh terkuras kehilangan yang dua orang terkasih. Teman suka duka. Teman curhat dan bercanda.


“Ma bagaimana kalau cerita ke Om Baik? Barangkali Om Baik bisa menolong kita menemukan Papa dan Dedek Askara, Ma.” Reyna menyarankan Andin untuk bercerita ke Nino.


Andin sungguh enggan bicara dengan Nino. Akan tetapi, apa kata Reyna ada benarnya. Ia butuh seseorang yang bisa mendukung dan menolongnya. Orang tua bisa, tetapi ia tidak tega membebani pikiran orang tua. Ia tidak mau karena dirinya orang tua sampai kenapa-napa. Akhirnya, dengan sangat terpaksa ia mengangguk sepakat dengan Reyna. Reyna berbinar karena merasa akan ada harapan menemukan Askara dan Aldebaran. Reyna lekas menghubungi Nino.


“Hai, Sayang, apa kabar kamu?”


“Hai, Om Baik,” jawab Reyna dengan sedih.


“Reyna kenapa? Kok suaranya kayak sedih?”


“Rahasia, Om Baik. Jangan bilang ke siapa-siapa loh. Apalagi Oma Opa Reyna, nanti mereka bisa sakit. Janji ya tidak bilang siapa-siapa?”


“Iya, oke, tapi kenapa nih? Cerita dong, Sayang!”


“Mama mau bicara. Biar Mama saja yang ceritakan.”


“Oke, mana Mama kamu?”


Reyna memberikan ponselnya ke Andin. “Mas ....”


“Ada apa, Ndin?”


“Mas Al dan Askara hilang. Di CCTV terlihat mereka tertabrak lalu dengan cepat yang menabrak membawa mereka berdua. Kamu sudah mencari di rumah sakit dan keliling di sekitar kami tinggal di India dengan bantuan polisi maupun sendiri, tapi di semua rumah sakit tidak ada mereka. Kemungkinan kata polisi dibawa pergi oleh mobil yang menabrak Mas Al dan Askara.”


“Aku akan segera memesan tiket ke India!” ujar Nino serius.


“Terima kasih, Mas.”


✨✨✨✨❤️✨✨✨✨


Keesokannya, Tarani, Reyna, dan Andin pagi-pagi sekali akan kembali pergi mencari Aldebaran dan Askara. Oleh karena itu, Andin dan Reyna kembali membuat surat yang akan dilipat menjadi kupu-kupu. Kali ini hanya Andin yang menuliskan suratnya.


Surat kupu-kupu di dapur kami lihat masih rapi, menghancurkan harapan kami yang begitu besar mengharapkan Mas Al dan Askara telah kembali ke tiny house saat kami pulang dari mencari kalian. Lelah fisik kami berkeliling tidaklah masalah. Namun, mendapati kalian masih belum juga bersama kami, membuat lelah tak terkira berlipat-lipat di hati dan pikiran. Aku dan kedua putrimu sudah mencari ke mana pun di sekitar tiny house kita terparkir. Kami sudah mencari di sekitar mall di mana kita saling janji untuk kembali bertemu di tempat itu. Di sana pun masih tertinggal surat dari kami yang masih rapi menempel pada dinding bangku yang kita duduki.


Kali ini, kami akan kembali pergi mencari kalian berdua. Dengan penuh harap tidak lagi lelah tak terkira itu hadir melebihi lelah fisik dan membuat kami lunglai berderai air mata ke sekian kali. Semoga kita akan dipertemukan dengan indah dan melanjutkan perjalanan indah ke tanah suci.


Andini Karisma Putri bersama Reyna Putri Alfahri dan Akhtarani Aquinsha Alfahri ❤️❤️❤️✨✨✨✨✨✨✨


“Sudah, Ma?”


“Sudah.”


“Reyna lipat ya?”


“Iya, Sayang. Mama tinggalkan saja surat-surat yang dibutuhkan sebagai tanda pengenal, pasport, dan lain-lain punya Papa dan Adek Askara. Kita bawa yang punya kita aja. Biar tas Mama tidak penuh biar bisa bawa bekal adik yang banyak.”


“Taruh tas punggung Reyna juga, Ma. Reyna tidak akan bawa buku-buku pelajaran Reyna. Cukup satu dompet alat tulis, buku catatan, dan kertas yang untuk membuat origami kupu-kupu.”


“Jangan lupa bawa jaket dan satu setel baju ganti biar kalau bajunya kotor tidak bingung.”


“Oke, Ma.”


“Kalau begitu sisa ruang tas kamu Mama isi makanan Dedek Tarani sama baju dan jaket Mama dan Dedek Tarani ya?”


“Iya, Ma.”


“Kuat tidak nanti bawa tasnya? Bakal berat loh?”


“Insya Allah, kuat, Ma. Berarti hari ini Reyna tidak sekolah dulu ya, Ma?”


“Iya, kamu kirim saja pesan, tapi alasannya kamu karang saja jangan sampai beritahukan kalau kita sedang dalam masalah.” Reyna lekas mengirimkan pesan kepada gurunya. Mereka segera bersiap dan berangkat mencari Aldebaran dan Askara.


✨✨✨✨❤️✨✨✨✨


“Kita akan cari ke mana, Ma?”


“Kita coba di luar area kita tinggal.”


“Bismillahirahmanirahin, tuntunlah langkah kami untuk bisa bertemu dengan Papa dan Adek Askara. Izinkan kami bisa berkumpul lagi dalam suasana yang bahagia, tanpa kurang apa pun.”


“Aamiin, semoga terkabul doa putrinya Aldebaran Alfahri.”


“Pertama kita ke mana, Ma?”


“Kita akan ikuti kata hati. Pertama kata hati Mama. Em ... kamu tahu kisah cinta yang romantis di India?”


“Apa, Ma?”


“Taj Mahal. Mama akan ke sana. Jika perjalanan dari sini ke bangunan bersejarah itu tidak menemukan kita cari ke tempat lain dengan kata hati kamu.”


Sesampainya di Taj Mahal tidak ada sepercik pun firasat jika Aku mengarah ke Taj Mahal atau pun sekitarnya. Andin bermuram wajah. Reyna pun demikian.


“Saatnya mencari mengikuti kata hati kamu.”


“Dari sini ke tempat tiny house kita jauh, Ma. Sepertinya kita harus kembali dulu baru lanjutkan besok.”


“Iya sepertinya begitu.”


“Sebelum itu, Reyna akan tulis surat barang kali Papa Al dan Adik Askara ke sini.”


“Apa tidak akan hilang dibersihkan orang?”


“Kalau hilang tidak apa-apa, Ma.”


Pa, kami mampir ke tempat bersejarah yang romantis ini berharap bertemu Papa dan Adek Askara. Papa dan Adek Askara dua orang ganteng tersayang kami. Kami yang begitu pilu kehilangan kalian berdua. Di manakah kami bisa menemukan kalian?


Reyna Putra Alfahri :( 


Akhirnya, pergilah mereka mencari lebih jauh lagi. Mereka berencana pergi mengikuti kata hati. Kadang sesuai kata hati Andin. Kadang kata hati Reyna. Namun, jarak begitu menuntut banyak waktu. Saat bertujuan kembali ke tiny house, salah menaiki angkutan membuat keadaan semakin runyam. Kemudian mereka menaiki kereta. Mereka menjadi semakin jauh dari tempat tiny house mereka berada. Berhari-hari mereka tidak bisa kembali ke tiny house karena tersesat dan tidak ada warga yang ditanya mengerti. Selalu saja bertepatan bertanya dengan orang yang salah mengerti. Ditambah lagi ponsel pintar dan laptop mereka mati sementara alat pengisi daya ada di tiny house. Akhirnya, mereka semakin jauh dan semakin jauh dari tiny house.


“Di mana ini, Ma?”


“Maafkan Mama ya, Sayang. Gara-gara mengajak mencari di luar daerah kita menetap, jadi tersesat berhari-hari tidak bisa kembali ke tiny house.”


“Bisa bahasa Inggris?” tanya Andin ke warga dengan bahasa Inggris.


“Ya.”


“Apa nama tempat ini?”


“Punjab.”


Bersambung

Terima kasih

✨❤️❤️❤️✨


DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)