Try new experience
with our app

INSTALL

Once Upon A Time In About Kluwih Story 

Chapter 2

Nasib perempuan di peloksok desa Kluwih kabupaten Batang Jawa Tengah pada era paska komunis memang ditentukan oleh strata social, bila miskin nasibnya hanya akan menjadi korban poligami apparat desa dikarenakan hasil pertanian di desa itu masih dimonopoli apparat desa dan saudara yang kaya. Sebuah kisah klise gadis dibawah umur dari keluarga miskin harus tunduk dengan adat menjadi istri poligami maupun  simpanan para apparat desa maupun saudagar tapi bagi Lutfi hal ini perbuatan semena-mena yang tidak menghargai perempuan bukan saja karena Tiwi kekasihnya sejak kecil akan dijadikan istri ke tiga Ndoro Lurah yang sangat berkuasa pada tahun 1968 itu tapi oknum yang mengatasnamakan dalih kitab suci tanpa sadar bahwa buat apa mempertahankan dalil kitab suci dengan  mengabaikan kehidupan social dan menghargai perasaan perempuan? “Semua oknum agama saat ini maupun nantinya akan mempermainkan tafsir demi kebaikannya sendiri tanpa memikirkan buat apa mempertahankan dalil kalau hanya menciptakan kekacauan di masyarakat dan tipisnya pemahaman fi ahsani taqim bahwa manusia makhluk paling sempurna dalam pikir dan social bahkan dalam segalanya, tapi jangan sampai lalai kalau semua kepentingan dalil itu harus dipikirkan untuk kemaslatan umat yang hidup di dunia “ demikian salah satu khotbah jumat yang selalu  Lutfi sampaikan di jamaah di desanya.
Lutfi bertamu dengan sopan santun mengutarakan dirinya akan melamar Tiwi apapun yang terjadi tapi kedua orang tuanya yang sangat miskin itu begitu ketakutan minta tolong agar Lutfi mau mencara perempuan lain yang lebih baik dari putri bungsunya. Apalagi keluarga Tiwi perkebunannya sudah menjadi hak milik saudagar rentenir bahkan ibunya Tiwi juga pernah harus membayar tunggakan utang dan bunga rentenir dengan ikhlas menyerahkan dirinya untuk ditiduri semalam oleh saudara itu. Dan hal itu membuat Lutfi  tambah membara hatinya ingin melawan adat. Pertemuan Lutfi  dengan Keluarga Tiwi sungguh haru yang dihiasi derai air mata bercucuran termasuk Tiwi (16tahun) yang hanya bisa terduduk diam dibelakang kedua orang tuanya. Lutfi memberikan oleh-oleh dari Jakarta sebuah tusuk konde batangan tembaga yang unik dan antic seperti janjinya untuk dipakai gelungan rambutnya saat nikah nanti.
Tengah malam Lutfi  yang berpakaian ala ninja dengan kerudung sarung warna gelap hendak menculik untuk membawa Tiwi lari dari desa itu tapi terlambat rumah keluarga telah dibakar hanya tertinggal Bapaknya Tiwi yang terikat ditiang ruang tengah dengan tubuh lebam berdarah di wajahnya, Lutfi  dengan sigap menolongnya membawanya keluar dari kobaran api yang membakar abis rumah itu. Lutfi  berhasil membawa Bapaknya Tiwi keluar dengan segala rintangan kesulitan api yang membahana dimana-mana. Rumah yang terkobar api itu tidak ada warga yang berani keluar memadamkan hanya pada ketakutan dari balik rumahnya memperhatikan tidak ada seorangpun berani menolong.
Sesampainya diluar kobaran api itu, Lutfi  membaringkan di tanah dengan terbata-bata Bapaknya Tiwi berusaha mengatakan “selamatkan Tiwi dan ibunya yang dibawa Ndoro Lurah” dan itulah kalimat terakhir sebelum meninggal dan Lutfi  segera menguburkannya sendiri.
Keesokan harinya keluarga Abdul Hadi, Istrinya serta semua anak-anak yatim piatu asuhannya diusir dari desa dan rumahnya beserta pekarangannya disita apparat desa dan Latifpun mulai diburu mafia apparat desa. Di seluruh pelosok digrebek mafia apparat desa yang terdiri dari para jawara dari berbagai pesisir pantai utara itu adalah jawara yang kebal bacok dan kebal peluru tak pernah ada yang mengalahkannya.
Malam itu pesta pernikahan Ndoro Lurah (68 tahun) dengan Pratiwi berlangsung meriah dilaksanakan secara adat desa dengan menjujung tinggi deso mowo coro. (adat aturan desa).