Try new experience
with our app

INSTALL

Once Upon A Time In About Kluwih Story 

Chapter 1

Synopsis Film
ONCE UPON A TIME IN ABOUT KLUWIH STORY
Karya Teguh Santoso
“Kalau Bapak tidak pernah berani protes sama saja Bapak seorang Atheis yang mendustakan agama!” ucap Lutfi lembut diharapan Abdul Hadi (60 tahun) ayah asuhnya yang masih terkunci mulutnya betapa berat untuk mengungkap kenyataan yang dialaminya.
LUTFI LATIF (20 tahun) sekalipun berusaha santun dan lembut tutur katanya dihadapan Ayah asuhnya itu tetap tampak berkecamuk ketidakterimaan atas kenyataan yang ada.
“Bapak sama saja tidak mencintai negeri ini kalau bapak diam terus menerus membiarkan kemaksiatan di negeri ini diacak-acak oleh apparat desa yang korup moral, saya pulang dari Jakarta ke desa yang membesarkan saya dari kecil ingin membangun desa ini dengan benar”
Abdul Hadi masih membiarkan anak asuh kesayangannya itu terus memberondong berapi-api menyadari pandangannya dari kota besar tidak saja membangkitkan pikiran-pikiran idealnya tapi semangat putih yang menyebar kedalam hatinya.
“Semua film barat yang dibikin orang bukan islam saja selalu menegaskan bahwa dalam hidup harus menegakkan kebenaran seperti diajarkan seorang muslim harus berani membela kebenaran, kenapa kita cuma bisa ingkar”
Isti ibu (40 tahun) asuhnya meletakkan 2 cangkir kopi di meja dihadapan Abdul Hadi yang masih diam saja dan istri mantan kyai itu pun meninggalkan mereka berdua
“Semua ucapanmu tidak ada yang keliru Nak, tapi tidak mungkin kita tiba-tiba datang melamar Tiwi karena dia sudah ditunangkan dengan Ndoro Lurah dan kita wajib menghargai adat yang ada sesuai aturan agama, mbah Abdullah selalu bilang siapapun  itu makhluk hidup  seperti tawon kalau diusik pasti akan melakukan pertahanan bukannya diam tok” ucapnya masih diutarakan dengan lembut meskipun kata-katanya tajam.
“Penakut seperti Bapak ini hanya bisa berhenti seakan jalan buntu” tandas Lutfi seraya beranjak pergi meninggalkan rumah itu, tanpa menghiraukannya. Isti menghampiri suaminya yang mulai menyeruput kopinya “Kita harus bagaimana ini Pak bisa-bisa kita diusir dari desa ini”
“iki ki perkoro (ini perkara) Cinta dan Adat Bune wes angel dipenggat (sudah sulit dicegah), kalau hanya diusir itu sepele tinggal hengkang dari desa udah selesai tidak perlu dikuatirkan tapi yang lebih aku kuatirkan murupe geni didalam hati Lutfi itu”