Contents
Mencari Jejak Bapak
Sebelum Perjalanan
RUANGAN besar itu hening seketika. Tak ada yang berani bersuara. Hanya detik jam yang terdengar memenuhi ruangan setelah pria berkumis tebal itu, dengan penuh amarah, mengempaskan sebuah gelas beberapa detik yang lalu hingga pecah menjadi kepingan. Pria itu, yang selama delapan tahun ini Arjuna Barata kenal dengan baik, yang sudah dianggapnya seperti ayah kandungnya sendiri—dalam sekejap berubah jadi monster yang memberinya mimpi buruk.
"Bapak tidak setuju! Bapak tidak bisa menerima lamaran kamu! Pulang kamu, pulang!" Suara pria itu, Aman, terdengar menggelegar.
“Pak!” Seorang perempuan berhijab ungu muda yang sejak tadi terisak lirih, kini menjerit keras dan menghambur ke pelukan Aman. Tangisannya pecah. “Kenapa, Pak? KENAPA? Padahal Bapak selama ini setuju Ami pacaran sama Kang Juna, kan? Bapak juga setuju Kang Juna melamar Ami. Tapi kenapa Bapak tiba-tiba begini?”
Ketika mendengar Laksmi—Ami—kekasihnya merengek seperti itu, Juna segera pulih dari keterkejutannya. Sebagai gantinya, emosinya tersulut karena mendapat penolakan yang berujung lemparan gelas dari Aman. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya dan mencoba bersikap tenang. Bagaimana pun pria itu adalah ayah Ami. Calon mertuanya.
“Betul, Pak,” kata Juna, mencoba terdengar tenang. “Selama ini Bapak menerima saya sebagai pacar Ami. Bapak juga meminta saya segera melamar Ami. Tapi kenapa Bapak tiba-tiba berubah? Apa yang salah, Pak?”
“APA YANG SALAH?” Suara Aman menggelegar. Tangannya menunjuk wajah Juna yang kini mulai memerah menahan marah.
“Yang salah itu ibumu!”
“IBU SAYA?” Juna betul-betul kehabisan kesabaran. Siapa pun boleh menghinanya, tapi tak ada yang boleh menghina ibunya. Apalagi ibunya kini mulai menangis sesenggukan hingga napasnya mulai sesak. “MAKSUD BAPAK APA?”
“Namamu siapa, heh?” Tanpa menjawab pertanyaan Juna, Aman malah balik bertanya.
“Arjuna Barata!” jawab Juna lantang. Perasaan marahnya mulai bercampur dengan perasaan bingung. Sebetulnya ini ada apa?
“Nasabmu?”
Nasab?
Juna bergeming. Dia bingung. Selama ini dia belum pernah mengurus dokumen yang mengharuskannya menyebut nasabnya. Bahkan dokumen pernikahan yang sudah mulai diproses di KUA pun diurus langsung oleh ibunya. Namun, Juna masih mengingat dengan baik nama almarhum ayahnya, dan itulah yang dia sebutkan saat ini.
“Saya Arjuna Barata bin Pranayuda!” Kali ini nada suaranya tak selantang sebelumnya. Entah kenapa tiba-tiba perasaannya mengatakan ada sesuatu yang salah.
Aman berdecak marah, kemudian meraih dokumen yang Juna kenali sebagai dokumen pengurusan pernikahan dirinya dan Laksmi. Bagaimana mungkin Aman memiliki dokumen itu? Bukankah dokumen itu seharusnya ada di KUA?
Tanpa basa-basi Aman membuka dokumen itu dan menunjukkan sesuatu yang membuat mata Juna terbelalak. Saking kagetnya, laki-laki itu hanya bisa berdiri mematung dan memelototi dokumen yang menjadi mimpi buruk lain untuknya di hari ini.
“PEMBOHONG!” Aman mendengus geram. “Namamu bukan Arjuna Barata bin Pranayuda, tapi Arjuna Barata binti Puja Lestari. Dan itu artinya hanya satu.”
Aman berhenti sejenak untuk mengambil jeda. Kata-kata selanjutnya memberi pukulan telak bagi Juna, yang membuat tubuhnya terhuyung selangkah mundur.
“Artinya, kamu anak haram, Juna! Dan kami tidak mau Ami, anak kami satu-satunya, menikah dengan anak yang lahir dari perbuatan zina! SEKARANG KALIAN PULANG!” []