Try new experience
with our app

INSTALL

TEMAN SEHARI 

5. DANU

“Tadi tuh jelas-jelas gue lihat dia ada di sini!”

“Kinan, lo tuh kenapa sih?” Damar masih bingung mendengar ucapan Kinan. Kinan baru saja berlari ke luar bahkan ketika Tora belum menyelesaikan pembicaraanya dengan Kinan. Meskipun sebelumnya Vinka sudah keluar dari rumah makan itu, melihat Kinan berlari ke luar tanpa aba-aba membuat Damar bertanya-tanya

“Orang itu tadi ada di sini, Damar! Orang yang tiba-tiba minta bantuan gue waktu ada klien di Konstantia waktu itu! Orang yang kenal sama gue itu. Dia jelas-jelas ada di sini tadi. Aneh banget, kan? Seolah-olah gue kayak diikuti.” Kinan menggeleng, tangannya mengusap wajah frustrasi, berkali-kali dia menoleh ke kanan dan kiri, mencari-cari sosok yang membuatnya berlari keluar sesegera mungkin.

“Jangan halu, Nan! Lo kebanyakan nonton film thriller apa gimana, sih? Masa tiba-tiba ada orang lambai-lambai ke lo terus menghilang,“ seru Damar.

“Kinan, ada masalah apa?” Kinan baru menghela napas panjang ketika Tora menghampiri mereka di pintu masuk rumah makan.

Kacau! Damar mendengus. Untung saja Kinan berlari seperti itu setelah Vinka pergi. Kalau saja Kinan melakukannya lebih awal, sudah pasti Kinan gagal menjalankan perannya, dan si perfeksionis Damar pasti akan mati-matian memarahi Kinan karena melakukan pekerjaan buruk untuk kliennya.

“Mungkin Kinan capek, Pak. Kayaknya tadi dia salah lihat orang,” jelas Damar. Bagaimana pun juga, seorang klien tidak perlu mendengar penjelasan terkait hal-hal di luar perjanjian mereka. Tora tidak perlu tahu keanehan yang membuat Kinan nyaris menggagalkan pekerjaannya hari itu.

“Gue nggak salah lihat ya, Damar. Apalagi kalau lo bilang karena gue capek! Gue sehat-sehat aja dari tadi. Gue juga nggak berhalusinasi kayak yang lo bilang!” sahut Kinan.

“Kinan!” Damar menatap Kinan dalam-dalam. Maksudnya ingin menyuruh Kinan berhenti. Setidaknya anak itu harus tahu kalau alasan yang Damar utarakan pada Tora barusan adalah penjelasan paling logis supaya Tora tidak bertanya lebih tentang apa yang baru saja Kinan lakukan. Sayangnya, Kinan memilih tidak ingin mengerti apa yang Damar coba lakukan. Dia berpamitan pada Tora sebelum berjalan cepat meninggalkan dua laki-laki itu di depan rumah makan.

“Sepertinya ada baiknya kamu kejar Kinan, Damar. Urusan saya sudah selesai, kok. Sepertinya Kinan lebih butuh kamu.”

*

Ada notifikasi yang masuk ketika seseorang membuat pesanan dari situs resmi Temansehari. Notifikasi tersebut hanya masuk ke perangkat milik Damar dan Kinan. Keduanya memang berperan sebagai pengelola utama Temansehari. Dari pesan-pesan yang masuk tersebut, Kinan bertugas untuk merekap sementara Damar mencari talent yang akan membantu mereka melakukan pekerjaan. Ada masa di mana Kinan dan Damar dapat mengurus semua order yang masuk, tetapi ada kalanya mereka kekurangan anggota untuk melakukannya. Sekitar enam bulan yang lalu, Damar baru mengajak beberapa temannya untuk membantu.

Kinan membaca pesan yang masuk perlahan-lahan, sementara Damar masih tampak serius di kursinya, menyimak Pak Wisnu, dosen Publikasi Desain Produk yang tengah menjelaskan materi pertemuan ketiga mereka. Kinan dan Damar memang dua orang mahasiswa yang punya kepribadian berbanding terbalik. Damar adalah seseorang yang cermat, selalu memperhatikan mata kuliahnya dengan baik, sementara Kinan selalu saja disibukkan dengan hal-hal lain. Di tengah pelajaran, Kinan nyaris selalu sibuk mencorat-coret bukunya dengan tulisan tidak jelas.

Kinan mencibir ketika membaca pesan yang masuk dalam pesanan hari itu. Sejak kapan ada pelanggan yang langsung seenaknya menunjuk siapa yang akan membantu mereka? Sambil mendengus, Kinan ulang membaca order yang masuk.

Requestor: Danu

Category: Break Up Service

Notes: I hope Kinan herself could help me up on this matter.

“Cih! Kalau nggak punya nyali buat putus sama orang, ngapain dulu sok-sok berani buat jadian?” Kinan menggumam dengan suara cukup keras, membuat seisi kelas menoleh ke arahnya–termasuk Pak Wisnu. Dia memasukkan ponselnya ke dalam tas, membenahi tasnya sebelum membuka buku catatannya, tidak sadar bahwa kini semua orang sedang mengamatinya.

“Kamu yang di belakang, ada masalah? Kalau ada masalah, selesaikan dulu di luar kelas saya. Saya butuh mahasiswa yang mau menyimak, bukan yang sibuk sendiri seperti kamu,” ujar Pak Wisnu.

“Maaf, Pak.” Kinan meletakkan dahinya di atas meja sebelum berdeham pelan dan kembali duduk ke posisi duduk normal, menghadap ke depan kelas.

“Lo ngapain?” tanya Damar setengah berbisik, yang dijawab Kinan dengan gelengan.

Biasanya, Damar tidak akan membiarkan Kinan mengambil pekerjaan-pekerjaan menguras emosi seperti menenangkan orang yang baru saja putus atau menyampaikan pesan-pesan yang kurang begitu menyenangkan, seperti menyampaikan keinginan putus seseorang untuk pacarnya. Pekerjaan seperti itu tanggung jawab Damar. Damar hanya membiarkan Kinan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan menyenangkan, seperti menjadi teman jalan-jalan dalam sehari, jadi teman hang-out, atau jadi pasangan ke acara wisuda atau pernikahan.

Kata Damar, Kinan belum cukup stabil secara emosional untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipegang Damar itu. Apalagi bagi Kinan yang super duper cengeng, pekerjaan yang menguras emosi seperti itu pasti akan terasa sangat melelahkan.

“Nggak ada,” sahut Kinan sambil tersenyum. Beberapa detik kemudian, Kinan menyadari senyumnya terlalu lebar. Lebih cocok dibilang seringai mungkin. Dia berusaha menyembunyikan semuanya dari Damar, tapi malah berujung memancing kecurigaan Damar.

Kalau Damar tahu, sudah bisa dipastikan kalau Kinan tidak akan diizinkan mengambil pekerjaan itu. Damar pasti bilang lebih baik dia yang ambil. Tapi hari ini Damar juga punya janji dengan kliennya. Dia punya klien patah hati yang harus diurus, maka kesempatan Kinan mencoba mengambil pekerjaan ini tentunya semakin besar.

“Kinan, lo kalau sampai ngapa-ngapain tanpa bilang sama gue, awas ya!” ancam Damar setengah berbisik.

Kinan memilih untuk tidak menjawab. Dia menatap Damar tajam selama beberapa detik sebelum menjulurkan lidah ke arahnya. Dalam hati, Kinan juga tidak yakin keputusannya mengambil pekerjaan itu benar.

*

“Nan, nyokap nyuruh lo pulang ke rumah, dia masak banyak hari ini. Nanti tolong bilang sama nyokap kalau gue nyusul, ya, Nyet.”

Did he just call me ‘Nyet’? Kinan memasang ekspresi paling kosong ke arah Damar yang sudah berlari dari kelas secepat kijang. Jam di tangan Kinan memang sudah menunjukkan pukul dua lebih lima belas menit. Damar baru terlambat lima belas menit dan dia sudah berlari kesetanan seperti itu, bagaimana kalau dia terlambat satu jam?

Sebelum pulang, Kinan terlebih dulu mampir ke toilet di gedung fakultasnya. Sambil menatap dirinya di cermin, Kinan memulas lagi bibirnya dengan lip crayon yang baru dibelinya beberapa minggu lalu. Warnanya merah bata, warna yang membuatnya candu beberapa bulan belakangan karena termakan iklan dari influencer di Instagram. Lip on point, gumam Kinan dalam hati sambil memamerkan senyum pada pantulan dirinya sendiri di kaca.

Kalau dipikir-pikir, untuk apa juga Kinan repot-repot touch up. Kelas Pak Wisnu barusan adalah kelas terakhirnya. Pulang ke rumah Damar juga tidak mengharuskannya untuk repot-repot memulas kembali warna merah di bibirnya. Kinan menggelengkan kepalanya sembari mendengus sebelum keluar dari toilet. Dia mengeluarkan ponselnya, menghubungi nomor klien yang sudah disimpannya dari situs Temansehari tadi. Tanpa sadar, Kinan hanya ingin memastikan penampilannya baik sebelum menghubungi kliennya. Jika ada Damar di situ, Kinan sudah habis menjadi bulan-bulanannya. Pasalnya, klien Kinan hanya dihubungi via telepon. Bukan bertemu langsung, video call saja tidak, tapi Kinan malah repot-repot memulas bibir lebih dulu.

Kinan berdeham sebelum meyakinkan diri menghubungi kliennya. Setelah nada sambung pertama, suara seorang laki-laki langsung terdengar mengucapkan salam.

“Selamat siang, Mas. Saya Kinan dari Temansehari. Saya sudah baca order Mas di situs kami. Saya mau konfirmasi…”

“Akhirnya kamu menghubungi saya juga. Saya kira kamu nggak akan ambil order saya. Biasanya urusan ginian diurus sama rekan kamu, kan?”

Kedua alis Kinan berkerut. Untuk seorang klien, menyerang dengan pertanyaan spesifik seperti itu secara langsung membuat Kinan berpikir. Siapa sebenarnya orang itu? Mengapa dia seolah-olah mengenal Temansehari sama besar seperti dirinya dan Damar?

“Saya Danu, yang waktu itu ngobrol sama kamu di Konstantia. Bisa kita ketemu untuk bicara detail pesanan saya? Saya benar-benar mau minta tolong sama kamu.”

Dahi Kinan mengernyit. Dari suaranya, sepertinya klien kali ini bukan hanya ingin dibantu untuk putus.