Try new experience
with our app

INSTALL

Paragraf Terbuang 

Kalimat Tekad



"Zhiya mau kuliah di Jogja, Yah. Di desa kecil begini, Zhiya gak akan bisa sukses!"


Tekad yang telah dipendam Zhiya, sejak Ibu dan Ayah bercerai, akhirnya lantang terucap.


Tujuan Zhiya sebenarnya bukan hanya kuliah, tapi juga mencari Ibu. Sejak masuk SMP, Ibu pergi ke Pulau Jawa, meninggalkan Zhiya dan Ayah.


Berkali-kali Zhiya minta Ayah mengantarkannya pada Ibu karena rindu. Ayah tak pernah mengabulkannya. "Tak ada ongkos, Zhi!" Selalu itu alasannya.


Zhiya merasa Ayah berbohong, karena ia tahu, setiap panen kopi, Ayah pasti dapat uang. Seharusnya, uang itu cukup untuk bertemu Ibu. Tapi, Ayah bersikukuh, "Butuh biaya besar untuk pulang pergi ke Yogyakarta, kalaupun bisa berangkat, tak akan cukup untuk ongkos pulang."


Zhiya kesal pada Ayah yang selalu menolak keinginannya. Ia berulangkali menangis di dalam kamar, atau kabur ke rumah Paman Hasan di Desa Pancasila dan menginap di sana berhari-hari. Zhiya yang tomboy dikenal sangat berani dan sedikit nakal. Ia pernah marah pada Ayah dan sengaja bersembunyi di hutan, pintu masuk pendakian Tambora, hingga hari gelap. Seluruh keluarga dibuat panik, hingga akhirnya penjaga hutan menemukan Zhiya tertidur di berugaq, bangunan kayu seperti saung atau pos ronda.


Kali ini ia tak akan mundur meski Ayah melarang. Dalam otaknya sudah banyak rencana yang Zhiya buat sejak SMP. Bahkan, ia menyimpan sebagian uang jajannya untuk mewujudkan tekadnya.


"Ya sudah, Ayah carikan uang untuk ongkos Zhi berangkat, tapi Ayah gak bisa antar."


Zhiya tak menduga akhirnya Ayah mau mendukung keinginannya. Ia memeluk Ayah dan berjingkrak-jingkrak kegirangan. "Akhirnya aku bisa bertemu Ibu!" batinnya.


Saat itu rasanya hampir semua doa terkabul. Zhiya diterima di Universitas Negeri ternama di Yogyakarta. Panen kopi dari kebun Ayah sukses terjual dengan harga tinggi. Sebagian keuntungannya bisa dipakai ongkos Zhiya dan biaya kos selama tiga bulan. Ayah dan Paman Hasan bahkan mengantar Zhiya sampai ke Pelabuhan Poto Tano.


Dari rumah Zhiya di Desa Kadindi, perlu waktu seharian untuk sampai ke Pelabuhan Poto Tano. Zhiya belum pernah pergi sejauh itu. Paling jauh, Ayah hanya mengajaknya ke Sumbawa Besar, saat membelikan ponsel sebagai hadiah ulang tahun. Kali ini, ia bahkan akan menyeberangi dua laut dan melintasi Pulau Lombok.


Tak ada rasa takut dalam benak Zhiya, tekadnya bertemu Ibu terlalu kuat untuk dihalangi apa pun.


Sampai di Pelabuhan Kayangan, Lombok, Zhiya melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Pelabuhan Lembar untuk menyeberang langsung ke Surabaya. Ada pilihan untuk melewati Bali, tapi perjalanan Zhiya akan semakin lama.


Kereta ekonomi dari Surabaya membawa Zhiya sampai ke Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Perjalanan selama tiga hari itu membuat Zhiya lelah, tapi hatinya diliputi bahagia. Ia telah menjejak di kota yang sama dengan Ibu.


Zhiya mengandalkan ponselnya untuk mencari penginapan terdekat dan termurah. Ia beruntung, banyak penginapan di dekatnya tanpa perlu menaiki kendaraan.


Zhiya keluar dari stasiun mengikuti peta hingga sampai ke penginapan. Sudah tengah malam dan Zhiya digelayuti kantuk. Direbahkan tubuhnya sesaat setelah memasuki kamar dengan ranjang dengan kasur yang tampak bersih dan nyaman. Ia langsung terlelap tanpa beban.


Keesokan harinya Zhiya habiskan untuk bersantai, memesan makanan pun lewat aplikasi. Meski tinggal di desa kecil, kaki Gunung Tambora, Zhiya sangat familiar dengan media sosial dan ponsel. Menjadi vlogger sukses hingga menghasilkan adalah salah satu mimpinya.


Setelah membersihkan diri dan menghabiskan makanan yang dipesan, Zhiya mulai mencari kos di sekitar kampus. Sayangnya harga kosan di daerah itu cukup tinggi, Zhiya harus pandai mengelola bekalnya. Banyak biaya yang ia perlukan untuk mulai kuliah nanti.


Daerah Ahmad Dahlan akhirnya jadi pilihan Zhiya. Biaya kos selisih tiga ratus ribu, bila dibandingkan dengan ongkos yang harus Zhiya keluarkan setiap bulan, masih menyisakan sembilan puluh ribu. Angka yang cukup untuknya membeli makan sekitar sepuluh kali.


Kosan Zhiya ada di tengah kota dekat dengan Malioboro dan Kraton. Ia cukup berjalan kaki bila ingin berhemat. Jaraknya cukup jauh dari kampus, tapi Zhiya hanya perlu satu kali naik bus Transjogja sampai ke kampus. Halte bus juga tak jauh dari kosnya. Zhiya memperhitungkan segalanya dengan sangat matang.


Tempat pertama yang Zhiya datangi setelah usai membuat rencana, tentu saja Malioboro. Selain penasaran karena sangat terkenal, ia memang berniat melengkapi kebutuhannya di kosan. Alat mandi, alat kebersihan, dan stok makanan darurat, harus segera tersedia. Malioboro juga sudah ada dalam daftar tempat yang akan dijadikan konten oleh Zhiya, tapi kali ini ia harus mengurus kebutuhan yang mendesak.


Hari-hari berikutnya, Zhiya sibuk mengurus pendaftaran ulang di kampus. Kampus dengan area yang sangat luas tak akan mampu dijelajahi seluruhnya dengan jalan kaki. Beruntung, fakultas sastra tak jauh dari boulevard sehingga Zhiya tak harus berjalan terlalu jauh atau meminjam sepeda kampus.


Saat orientasi kampus, Kizy memutuskan bergabung dalam unit teater. Bukan untuk menjadi aktor, tetapi ia lebih ingin belajar menjadi penulis skenario atau sutradara. Zhiya ingin belajar menggerakkan aktor dan mengatur jalan cerita sesuai keinginannya.


Jurusan Sastra Arab menjadi pilihannya karena ia muslim. Bisa memahami makna kitab sucinya lebih dalam adalah niat murni dari dalam hati, meskipun kesehariannya belum mencerminkan seorang muslimah sejati. Setelan favoritnya celana jeans dipadu kaos dan kemeja flanel lengan panjang bermotif Window Pane.


Zhiya bertubuh pendek tapi postur tubuhnya seimbang dengan berat yang tak seberapa. Rambut panjangnya biasa diikat ke atas atau digerai dan ditutupi topi.


Zhiya yang mungil lebih suka bergaul dengan lelaki ketimbang perempuan. Baginya, sahabat lelaki membawa nasib baik karena mereka selalu siap menjadi malaikat pelindung.


Bersamaan dengan dimulainya perkuliahan, Zhiya memulai vlognya. Bila jawal tak padat, Zhiya langsung menuju tempat yang bisa dijadikan konten. Food and Travel jadi tema yang ia pilih karena setiap hari manusia perlu makan dan juga butuh hiburan. Review menu di kafe lebih mudah dilakukan daripada mengunjungi tempat wisata, tapi Zhiya tetap mengagendakan live di tempat wisata meski seminggu sekali.


Vlogging bukan hanya keinginan, tapi juga kebutuhan. Ia berharap pendapatan dari vlogging bisa membantunya bertahan di Jogja karena ia tak tahu semampu apa Ayah bisa membiayai kebutuhannya.


Kesibukan Zhiya membuat tujuan utamanya tersisihkan. Dari semua harapannya hanya satu yang belum terwujud, keinginan terbesar Zhiya untuk bertemu Ibu.


Alasan Zhiya masuk akal, saat berangkat ke Jogja, ia tak mengantongi alamat Ibu. Ayah tak tahu Ibu tinggal di mana, meski Zhiya merasa Ayah berbohong. Sebenci itukah Ayah pada Ibu hingga tak mengizinkan Zhiya bertemu lagi dengannya, gadis itu selalu bertanya-tanya.


Zhiya hanya bisa mengandalkan ponsel pintarnya, berharap Ibu memiliki media sosial yang jejaknya bisa ia cari. Sayangnya, ponsel yang ia miliki tak cukup pintar untuk mempertemukannya dengan Ibu hingga tahun terus berganti.