Contents
Misteri kelas IPA
7. Keanehan demi Keanehan
Setelah merasa baikan, Michelle memutuskan untuk pulang dan sesuai dengan yang di perintahkan pak Togar kalau Rifki yang harus mengantarkannya pulang.
Dengan terpaksa, Michelle menaiki motornya dan duduk di atas motor dengan kedua tangan menyilang di dadanya.
"Pegangan." Teriak Rifki.
"Ihh males." Ucap Michelle.
"Ya udah, kalau jatuh jangan nyalahin."
"Ga masalah."
Rifki menyalakan motornya kemudian memutar gas hingga Michelle hampir terpental namun untungnya dia refleks memeluk Rifki dari belakang sambil menjerit kaget.
"Nah gini pegangan." Ucap Rifki lalu menjalankan motornya pelan.
"Sialan loe." Michelle memukul kepala Rifki yang di lapisi helm hingga tangannya kesakitan.
Rifki yang melihat ekspresi Michelle dari kaca spion motornya hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.
Michelle merasa aneh saat sampai di rumahnya, dia sama sekali tidak memberi tahu alamatnya tapi kenapa Rifki bisa tau?
Michelle turun dari motor dengan perlahan kemudian menatap Rifki penuh dengan tanda tanya.
"Loe kenapa liatin gue gitu?" Tanya Rifki.
"Loe kenapa bisa tau rumah gue?" Michelle balik bertanya.
"Pak Togar tadi yang ngasih tau saat loe ga sadarkan diri." Jelas Rifki dengan ekspresi mengejek.
"Ohh."
"El kenapa udah pulang?" Tanya Mila yang baru saja keluar rumah karena mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya.
Michelle berbalik dan menghampiri ibunya.
"Iya bu, kepala El sedikit pusing jadi El di ijinin pulang duluan." Jelas El.
"Ya ampun sayang, kamu sakit. Ayo kita ke dokter." Mila terlihat sangat khawatir.
"Udah agak baikan koq bu sekarang. El hanya butuh istirahat aja." El menenangkan ibunya yang panik.
"Kamu pulang dianter siapa El?" Tanya Mila.
"Sama temen El bu. Tuh" Michelle berbalik menunjukan tangannya ke arah Rifki namun dia kaget karena Rifki sudah tidak ada disana.
"Mana?" Mila melihat ke arah yang di tunjuk Michelle.
Michelle mencari sekeliling namun ia tidak menemukan keberadaan Rifki.
"Dasar tidak sopan!" Gerutu Michelle.
"Siapa yang tidak sopan nak?" Tanya Mila heran.
"Itu temen El, pergi ga pamit dulu." Michelle terus saja mengomel sambil cemberut.
"Udah ah mungkin buru-buru mau kesekolah lagi. Masuk yu. Ibu udah masak makanan kesukaan kamu." Mila mengajak Michelle untuk masuk ke dalam rumah.
***
Setelah mengantar Michelle, Rifki kembali ke sekolah karena masih ada satu jam pelajaran lagi.
Di kelas, ia langsung dipersilahkan masuk oleh guru yang sedang mengajar karena sebelumnya sudah diberitahu oleh pak Togar kalau Rifki izin mengantar Michelle pulang.
"Loe habis nganter Michelle Ki?" Tanya Davin, teman sebangku Rifki.
Rifki mengangguk.
"Katanya si Michelle kesurupan lagi?" Tanya Davin penasaran.
"Lagi?" Rifki merasa aneh.
"Loe ga tau kalau si Michelle itu.. "
"Daviiin Rifkii."
Belum selesai Davin berbicara, ia sudah di hentikan oleh teriakan pak Guru yang sedang mengajar.
"Iya pak." Serentak keduanya.
"Kalau mau ngobrol di luar." Tegas pak Guru tersebut.
"Enggak pak." Jawab keduanya lagi.
***
Dikelas IPA, suasana begitu hening. Michelle memang sering kesurupan tapi kali ini yang terparah. Biasanya paling hanya bicara sendiri, ketawa ketawa atau menangis tapi hari ini, Michelle sampai bisa terbang dan bahkan ia hampir saja mencelakakan teman nya sendiri.
Rara sampai saat ini masih merasa shock dan masih di rawat di ruang UKS di temani oleh Tasya.
"Bu, gimana keadaan Rara?" Tanya Nadia kepada guru yang sedang mengajar.
"Ibu kurang tau, do'akan saja semoga teman kalian baik-baik saja." Jawab Ibu Guru.
"Bu, bisa ga sih kita pindah kelas?" Tanya Tina, saudara kembarnya Tini.
"Kenapa emangnya?"
"Kelas ini horror bu, sebelum ke kelas ini Michelle ga pernah aneh-aneh tapi semenjak kita pindah kesini. Michelle jadi sering kesurupan. Hari ini paling parah bu." Jelas Tini.
"Iya bu bener tuh kata Tini, dulu sebelum kita pindah. Semua aman-aman aja koq." Sahut Aldino.
"Itu suggesti kalian aja. Ayo cepat lanjutkan ngerjain tugas nya."
***
Selesai makan siang, Michelle ditemani ibu nya istirahat di dalam kamar. Michelle yang sudah kehilangan ayahnya sejak kecil tiba-tiba merasa rindu terhadap figur seorang ayah.
Dia menatap ibunya, meskipun masih terlihat cantik namun raut wajahnya menunjukan kesepian. Sorot matanya hampa, senyuman di bibirnya penuh kepalsuan.
"Bu." Michelle memanggil ibu nya lirih.
"Iya sayang." Jawab Mila dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya.
"Ibu kangen ayah ga?" Tanya Michelle tiba-tiba, sudah lama dia tidak membahas ayahnya karena setiap Michelle membicarakan hal itu, Mila selalu sedih.
"Kenapa nanya gitu El?" San benar saja, ekspresi ibunya langsung berubah drastis.
"Ibu kan bilang kalau ayah sudah meninggal, tapi selama ini ibu ga pernah ajak El ke makam ayah." Jelas Michelle.
"Kamu bilang kamu pusing kan, sekarang istirahat aja, ibu ada cucian belum di cuci." Mila hendak beranjak dari tempat tidur Michelle namun Michelle menahan dengan memegang tangannya.
"Bu,," Michelle memelas.
"Kamu istirahat ya sayang." Mila melepaskan tangan Michelle dengan lembut kemudian mengelus kepalanya dan pergi ke luar kamar.
Michelle merasa kecewa karena lagi-lagi dia tidak mendapat jawaban atas pertanyaannya.
Dulu dia juga pernah menanyakan hal yang sama namun tidak pernah ada jawaban. Dia selalu mengalihkan pembicaraan.
Saat sedang melamun, tiba-tiba Michelle merasakan kehadiran makhlus halus di sampingnya.
Dia menengok nya perlahan dan ternyata yang datang adalah...
***
Di ruang UKS Rara tertidur setelah diberikan obat penenang oleh dokter yang ditemani oleh Tasya.
Tasya menatap cemas wajah temannya itu dan berharap pada saat bangun nanti ia akan kembali ceria dan melupakan kejadian tadi yang hampir membuatnya kehilangan nyawa.
Selain mengkhawatirkan Rara, dia juga sangat mengkhawatirkan keadaan Michelle. Walaupun Michelle yang telah membuat Rara menjadi seperti ini tapi Tasya juga memahami kalau saat itu memang Michelle sedang dirasuki.
Ia mengambil ponsel disaku roknya kemudian mencoba untuk menelfon Michelle namun tidak ada jawaban.
"Mungkin Michelle sedang istirahat." Ucap Tasya kepada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Rara membuka matanya dan memanggil Tasya yang sedang duduk di sofa depan tidur nya.
"Sya."
Tasya langsung menghampiri temannya itu.
"Ra, loe udah bangun."
"Kalo gue ga bangun ga mungkin bisa manggil elo." Rara berusaha untuk duduk. "Koq gue bisa tidur di sini Sya?" Tanya Rara kebingungan.
Tasya pun merasa bingung karena sebelum tidur dia sendiri yang bilang matanya sangat lelah dan mau tidur sebentar disini tapi sekarang dia seolah lupa.
"Sya, ini kan masih jam pelajaran. Gimana sih. Nanti kita di hukum lagi. Michelle mana?" Rara beranjak dari tempat tidur dan dengan cepat ia memakai sepatunya.
"Ra, loe beneran ga ingat apa-apa?" Tanya Tasya merasa heran.
"Inget lah, nama gue Rara, gue sekolah di SMA 2 Garuda dan loe Tasya adalah sahabat gue, Michelle juga." Rara berdiri setelah selesai menggunakan sepatunya kemudian berjingkrak-jingkrak bahagia seperti biasanya.
"Bukan itu maksud gue Ra." Tasya masih merasa heran.
"Terus apa?" Rara menatap Tasya bingung.
***