Contents
Nomaden (Ikatan Cinta FF 3.0)
IC FF 44. Menjaga Keluarga
IC FF 44. Menjaga Keluarga
“Bismillahirahmanirahim, kita menuju ke tanah suci!” ucap Aldebaran penuh semangat menyalakan mesin mobil.
“Santai saja, Mas, perjalanannya.”
“Tentu, Sayang. Kita akan singgah menetap beberapa hari atau pekan di setiap negeri yang kita singgahi. Tergantung suasana dan tergantung kita betah atau tidak di negeri itu. Sudah siap semuanya?”
“Siap!” seru Reyna yang juga sangat semangat.
“Siap, Mas.” Andin juga penuh semangat, tetapi ia santai tidak ia ungkapkan menggebu-gebu seperti Reyna. Askara hanya berekspresi dengan tingkahnya dan wajahnya yang menunjukkan betapa senangnya jalan-jalan. Mobil perlahan berjalan.
Sembari itu, Reyna online mengikuti pelajaran. Sementara itu, Andin juga segera menyalakan online dengan Rosa.
“Assalamualaikum, Ma, apa kabar?”
“Waalaikumsalam. Semua baik di sini. Apa kabar kalian?”
“Baik-baik semua, Ma.”
“Tinggal di mana kalian sekarang? Apa sudah di luar negeri?”
“Sebenarnya sudah di Malaysia, tetapi kami harus kembali ke Kalimantan karena beruang dari Kalimantan terbawa. Jadi, kami harus kembalikan beruangnya ke Kalimantan. Kasihan beruangnya karena mungkin ada keluarganya dan ternyata memang ada keluarganya.”
“Kok bisa beruang terbawa?”
Andin tersenyum. “Semua karena Mas Al, Ma.” Kemudian Andin menunjukkan gambar Al yang sedang menyetir.
“Kok aku, Sayang?” Al menoleh sekilas ke Rosa dengan tersenyum. Beberapa pembicaraan menyenangkan terus berlangsung. Bisnis pun dibahas. Semua baik-baik saja dan berjalan lancar.
✨✨✨✨❤️✨✨✨✨
Keluarga Aldebaran melanjutkan petualangan mereka. Mereka kembali menuju ke negeri tetangga. Sembari menyetir, Al kembali teringat dengan beruang. Ia pun teringat masa-masa terpisah dari keluarganya. Oleh karena itu, ia harus menjaga keluarganya agar hal buruk yang pernah terjadi tidak terulang lagi.
“Bagaimana caranya aku bisa menjaga keluargaku agar kami tidak akan terpisah lagi seperti sebelum-sebelumnya?” batin Al bermonolog.
Al yang sedang berpikir serius terbaca oleh Andin yang melihat wajah Al. “Sedang memikirkan apa, Mas?”
“Aku tidak mau kita sampai kehilangan satu sama lain lagi. Aku sedang berpikir bagaimana agar kita tidak terpisah lagi.”
Beberapa saat hening dari percakapan karena menikmati pemandangan. Reyna sudah selesai sekolah dan sedang menikmati suasana luar dengan memotret. Askara pun melihat ke luar dan menunjuk-nunjuk kalau ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sementara Al juga menikmati pemandangan, tetapi sembari memikirkan cara menjaga keluarganya.
“Aku sudah memikirkan cara agar kita tidak saling terpisah lagi. Aku akan mengatur dan kalian semua harus mematuhi,” celetuk Al membuat perhatian Andin dan Reyna yang tadinya ke luar menjadi ke Al. “Mulai sekarang, satu ke mana semua harus turut serta. Misal satu ke pasar ya semua ke pasar. Satu ke mall ya semua ke mall. Satu ke pesta semua ke pesta. Terus kita harus selalu bergandengan tangan. Anak-anak di tengah. Aku dan kamu di pinggir.”
Andin nyengir merasakan suaminya menjadi protektif. “Terus misal jalannya sempit seperti misal kalau jalan di pinggir jalan bagaimana? Iya masak kita makan sendiri jalanan umum, Mas?”
“Ya tetap gandengan hanya saja ke arah belakang. Meskipun jalan satu-satu kan bisa tangan satu ke depan tangan satu ke belakang saling menggandeng. Terus selain itu, jika terpaksa harus pergi ke mana sendiri tidak bisa sama-sama harus tinggalkan jejak. Em … belum terpikir nih meninggalkan jejak apa. Soalnya harus yang khas. Ada yang bisa kasih ide?”
“Mas … Mas, buat apa segitunya sih?” Andin geleng-geleng. Bukan karena tidak punya ide, tetapi karena tidak habis pikir dengan overprotektik Al yang membuat keribetan.
“Kalau melipat kertas, Pa? Waktu pergi dari rumah dan terkunci di sebuah pos, Reyna memanfaatkan kertas untuk Reyna tulis minta tolong lalu Reyna lipat menjadi pesawat untuk dilemparkan ke luar pos melalui jendela.”
“Itu boleh, tetapi melipatnya satu sama lain bentuknya harus sama.”
“Kalau begitu bentuk kupu-kupu saja, Pa.”
“Iya, oke. Kalau begitu semua harus melipat kertasnya berbentuk kupu-kupu. Jangan lupa kertasnya ditulis pesan.”
“Pesannya harus puitis, Pa.”
“Boleh-boleh, Papa setuju.”
“Ini lagi, Bocah! Buat apa coba pesannya pakai ditulis puitis?” protes Andin. Reyna hanya nyengir. Pikir Reyna sungguh menarik kalau ditulis puitis daripada untaian kata-kata biasa.
“Biar romantis lah,” celetuk Al sembari tersenyum menatap mata Andin.
“Lebay tahu gak, Mas?”
“Ya terserah mau dibilang lebay. Aku nahkoda keluarga harus mengusahakan semaksimal mungkin menjaga keluargaku. Aku harus jaga sebaik mungkin keluargaku tersayang, tercinta.”
“Satu lagi, Pa, masing-masing harus ingat tujuannya adalah umrah. Jadi, kalau terpisah dan saling mencari tidak bertemu-temu, kita masing-masing harus tetap menuju ke tanah suci. Siapa tahu kita akan dipertemukan lagi di tanah suci.”
“Iya, Papa sepakat denganmu, Reyna, sepertinya begitu baik, tapi semoga kita tidak akan terpisah lagi satu sama lain. Jangan sampailah terpisah lagi. Oke, begitulah mulai sekarang yang harus menjadi kebiasaan keluarga kita. Satu pergi ke mana semua harus ikut, gandengan tangan, jika terpaksa pergi ke mana sendiri tinggalkan jejak berupa origami berbentuk kupu-kupu dengan isi pesan puitis, dan ingat tujuan kita adalah umrah,” ujar Al.
“Lebay! Iya, terserahlah, aku ikut saja sama Anda, Pak Nahkoda Aldebaran Alfahri,” ujar Andin membawa santai saja overprotektif Aldebaran.
✨✨✨✨❤️✨✨✨✨
Mereka telah berada di Malaysia. Kali ini mereka menyewa tanah. Mereka bekerja sama dalam mengurus rumah. Reyna sedang berbenah rumah. Askara duduk anteng menonton televisi. Aldebaran sedang membersihkan toilet karena mereka menggunakan composting toilet. Sementara Andin sedang memulai memasak.
“Ada sisa satu botol madu persediaan untuk beruang. Mau aku buatkan ayam madu tidak?” tawar Andin saat melihat di lemari pendingin masih ada madu.
“Oke!” seru Al yang ada di dalam toilet yang terletak bersebelahan dengan dapur. Rumah mereka begitu mungil sehingga mereka akan bisa saling berbicara meskipun berada di tempat yang berbeda.
“Mau, Ma,” ujar Reyna yang sedang menata area loft sembari menengok Andin yang ada di bawahnya.
Rumah mereka berbentuk memanjang. Ada satu kamar tidur bawah yang segaris lurus dengan ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Kamar mungil itu berukuran dua kali dua seperempat meter dan tinggi hanya seratus tujuh puluh lima centi. Bagi yang memiliki tinggi badan lebih dari itu menjadi harus menunduk. Baju-baju mereka menjadi diletakkan di bawah tempat tidur dan untuk yang kecil-kecil atau pernak-perniknya di platfon-platfon kayu yang memang dibentuk menjadi ruang-ruang penyimpanan berselot. Ruang tamu mereka juga sama, hanya saja tidak ada loft di atasnya sehingga tingginya lebih tinggi satu setengah meter. Satu sisi di ruang tamu itu diisi sofa panjang sepanjang ruangannya. Sedangkan di sisi satunya diisi setengah sofa saja karena setengahnya yang dekat dengan dapur diisi sebuah kompor kayu yang dipersiapkan kala dingin dan sekaligus mengantisipasi jika kompor modern tidak bisa digunakan karena kehabisan bahan bakar. Luas dapur juga sama, tetapi dengan tinggi sebagian sama seperti ruang tamu dan sebagian seperti kamar karena di atasnya sebagiannya terdapat loft. Meski pun kecil, dapur itu lengkap dengan mesin cuci baju, mesin cuci piring, lemari es kecil yang bisa dinyalakan dengan tiga cara untuk mengantisipasi ketersediaan listrik, mesin kopi canggih, kompor lengkap dengan microwave oven, dan lain-lain yang mempermudah pekerjaan Andin. Kamar mandi mereka menjadi bagian yang paling kecil karena hanya satu meter kali dua seperempat meter. Ada pintu menuju ke luar di kamar mandi itu untuk mempermudah akses membuang isi toilet tanpa harus melewati ruangan bersih dan sekaligus kalau dari luar kotor bisa langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Di atas sebagian dapur dan sepenuhnya kamar mandi ada loft. Di atas kamar tidur bawah juga ada loft. Dua loft itu berfungsi sebagai tempat tidur anak-anak, tempat bermain, dan tempat belajar. Di loft terdapat jendela atap yang sekaligus menjadi akses ke atap. Di atap di bagian yang segitiga terdapat listrik matahari dan di bagian area datarnya bisa digunakan untuk bersantai duduk melantai atau meletakkan kursi lipat. Selain dari loft, dari luar rumah juga ada tangga yang bisa menuju ke atap. Hanya Al dan anak-anak yang ke loft dan atap. Andin juga ingin melihat bintang-bintang sembari minum dan menyantap hidangan, tetapi Al melarangnya mengingat sedang hamil bahaya naik-naik. Sungguh menyenangkan kehidupan mereka saat ini meskipun di rumah sangat kecil dan harus kerepotan karena tanpa pembantu.
✨✨✨✨❤️✨✨✨✨
Sehari dua malam telah mereka nikmati. Di pagi berikutnya, Reyna ingin jalan-jalan ke mall. Pergilah mereka semua ke mall karena itulah ketentuan dari Aldebaran. Mereka memutuskan untuk naik angkutan umum saja. Mereka pun bergandengan tangan. Saat di jalan umum agar tidak memenuhi jalan, mereka jalan satu-satu, tetapi tetap mengikuti apa yang telah ditentukan Aldebaran. Saat itu, Al menjadi yang berjalan paling depan dan Andin yang paling belakang.
Saat berjalan satu persatu dengan bergandengan tangan, sandal flip flop Andin terlepas. Andin menjadi melepaskan tangannya dari Reyna untuk berbalik mengambil alas kakinya. Saat Al menengok ke belakang, ia melihat Andin terlepas. Al menjadi berhenti melangkah dan menunggu Andin.
“Kok tertinggal sih?” protes Al.
“Maaf, sandal aku lepas, Mas.”
“Bagaimana kalau tertinggal jauh dan aku tidak melihat kalau kamu tertinggal? Sudah sekarang kamu di depan, aku yang di belakang!”
“Iya!” ucap Andin dengan sangat gemas atas protektifnya Al yang kelewatan itu.
Mereka memilih tempat bermain karena mereka ke mall demi anak-anak. Andin juga merasakan yang di dalam perutnya ingin ke tempat bermain anak-anak. Sungguh menyenangkan melihat senyuman anak-anak bagi Al dan Andin.
Beberapa saat di tempat bermain, Al ingin pergi ke toilet. Sesuai ketentuannya semua harus ikut.
“Andin, Anak-Anak, Papa mau ke toilet.”
“Ya udah, Mas, ke toilet.”
“Kalian juga ikut dong!”
“Mas, tidak mungkin hilang, anak-anak di sini juga masih lama, tidak akan ke mana-mana. Mas juga buruan ke toiletnya dan setelah dari toilet jangan ke mana-mana, langsung ke sini.”
“Iya, udah, Papa ke toilet. Jangan ke mana-mana!”
“Iya, Mas.” Akhirnya, Al pergi ke toilet sendirian.
Di saat itu, Askara melihat badut boneka. Askara menunjuk-nunjuk badut itu. Badut itu melangkah pergi karena memang kerjanya berkeliling di mall. Askara yang tertarik dengan badut itu berlari mengejar badut.
“Askara!” seru Andin yang menjadi mengikuti langkah Askara.
“Mama sama Askara mau ke mana?” Reyna yang asyik bermain menjadi berhenti bermain. Ia segera mengikuti adik dan ibunya yang sudah agak jauh.
Saat Al telah kembali ke area bermain anak-anak, ia tidak melihat satu pun anggota keluarganya. Deg, seketika itu Al kelimpasingan karena ia sudah trauma terpisah dari keluarganya. Ia segera tanya-tanya ke petugas. Petugas melihat keluarganya telah ke luar semua dari area permainan. Al semakin panik dan berlari tak tentu arah mengelilingi mall mengedarkan netranya mencari-cari.
“Ya Allah, ke mana mereka?”
Reyna ingat papanya ke toilet. Ia menjadi khawatir papanya akan mencari. Ia segera kembali ke area permainan. Ia sudah menunggu, tetapi papanya tidak kunjung kembali ke tempat bermain itu. Ia mencoba mencari ke toilet, tetapi tidak ia temukan. Ia lalu mencoba menunggu lagi di tempat bermain. Namun, Al tidak kunjung juga ke tempat bermain. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali menyusul Andin dan Askara. Namun, ia ingat harus apa. Ia melepaskan tas punggungnya dan mengambil selembar kertas. Ia membuat tulisan di kertas itu.
Papa, Reyna menyusul Adik Askara dan Mama yang mengejar entah apa yang menarik perhatian. Reyna tidak tahu apa itu yang membuat Mama dan Adik Askara pergi. Reyna teringat Papa, tidak mau Papa cemas. Reyna kembali ke permainan untuk Papa, tetapi Papa begitu lama. Reyna mencari Papa di toilet, tetapi Papa tidak ada. Reyna masih terus menunggu Papa di permainan, tapi Papa tidak kunjung datang juga. Reyna sekarang sedang menyusul Mama dan Adik Askara. Papa, cepatlah susul kami. Reyna sayang Papa.
Setelah menuliskan surat itu, ia melipat kertasnya menjadi kupu-kupu. Ia titipkan kupu-kupu itu kepada penjaga yang ada di tempat permainan itu. Sembari memberikan kupu-kupu, ia menunjukkan foto Aldebaran ke penjaga.
“Minta tolong sampaikan kupu-kupu ini kepada Pak Aldebaran Alfahri.” Penjaga melihat foto yang ditunjukkan Reyna dengan baik.
“Baik, akan saya sampaikan kalau bertemu.”
“Terima kasih.” Reyna segera pergi menyusul Andin dan Askara.
“Ke mana Mama dan Adik Askara?” Reyna mengedarkan netranya mencari-cari di sekitar terakhir kali ia melihat Andin dan Askara. Namun, ia tidak menemukan ibu dan adiknya itu. Ia kehilangan jejak Andin dan Askara.
Bersambung
Terima kasih
✨❤️❤️❤️✨
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)