Contents
Sempurna Harmoni
LABORATORIUM FISIKA
ALYA berlari sekencang yang dia bisa. Dia melewati sekerumunan mahasiswa fisika yang sedang belajar kelompok di lobi gedung jurusan fisika. Arloji berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Alya terlambat dan kebingungan mencari lokasi laboratorium tempatnya praktikum hari ini. Meski berada di samping fakultasnya, Fakultas Ilmu Kesehatan, tetapi dia belum pernah menginjakkan kaki di gedung Fakultas MIPA ini.
Sudah terlambat lima belas menit, semoga aku masih diperbolehkan mengikuti praktikum perdana ini. Batin Alya dalam hati.
Alya terlambat karena harus begadang menyelesaikan tugas mata kuliah mikrobiologi umum yang tenggat waktunya hari ini. Kuliah mikrobiologi umum akan diadakan nanti malam di fakultasnya. Dan Alya baru menyelesaikan tugasnya dini hari, alhasil dia bangun kesiangan tadi pagi.
Tidak ada waktu untuk mandi dan sarapan. Segera setelah bangun, dia melompat dari tempat tidur dengan sprei bergambar hello kitty kesukaannya. Alya berlari menuju kamar mandi untuk sekadar mencuci muka dan menggosok gigi, lalu kembali ke kamarnya. Dia memakai jaket jeans yang dilihatnya masih tergantung berantakan di belakang pintu kamar kosnya. Dengan tergesa, dia menuruni anak tangga lalu mengeluarkan motor hitamnya dari parkiran kos yang telah sepi, dan segera berangkat menuju kampus.
Setelah berhasil menemukan laboratorium fisika, Alya hanya bisa mengutuki diri sendiri. Dia ditolak mengikuti praktikum perdana hari ini. Alya akhirnya memutuskan untuk mempelajari modul praktikum yang telah seminggu ini dibagikan oleh ketua kelasnya. Berjaga-jaga siapa tahu nanti dirinya akan diberondong pertanyaan mengenai teori hukum newton, tema praktikum hari ini. Dia menunggu kakak asisten praktikum di depan ruang laboratorium sambil membolak balik modul praktikum dan tugas tiket masuk yang baru dikerjakannya kemarin sore.
Setelah menunggu selama tiga puluh menit, teman-teman kelasnya mulai berhamburan keluar dari ruang laboratorium. Sebagian ada yang menyapa Alya dan menyemangatinya, sebagian yang lain mencoba menghiburnya.
***
SETELAH urusan praktikum fisikanya selesai, Alya segera kembali ke fakultasnya, dia melangkah ke kantin jurusan ilmu gizi. Sesampainya di sana, Alya segera mengedarkan pandangan mencari sosok wajah Jasmin dan Lily, teman akrabnya sejak ospek.
“Al kita di sini,” seru Jasmin dengan suara menggelegar.
Alya segera berlari menuju kursi mereka. Dia menarik satu kursi kosong di meja tempat Jasmin, Lily, dan dua teman sekelasnya yang lain duduk. Alya segera mengeluarkan botol minum berwarna pink bergambar hello kitty hadiah dari mamanya, dari dalam tasnya. Botol minum itu hanya berisi air setengah bagian saja, karena dia tidak sempat mengisinya tadi pagi.
Salah satu temannya yang duduk semeja dengan mereka menyodorkan sebotol minuman air mineral miliknya pada Alya. “Minum ini Al, masih belum kubuka.”
“Terima kasih,” jawab Alya cepat sembari menghabiskan minumnya.
“Kita sudah pesenin tahu telur kesukaanmu nih Al, makan dulu deh. Kamu pasti belum sarapan kan,” ucap Lily sambil menyodorkan sepiring tahu telur yang aromanya menggugah selera.
“Pengertian banget deh kalian. Makasih ya.” Jawab Alya sambil membuat simbol hati dari kedua jarinya.
Sembari menyantap makanan kesukaannya, Alya teringat momen empat bulan lalu, saat pertama kali bertemu dengan kedua sahabatnya. Saat itu, mereka yang sama-sama terlihat lelah setelah seharian menjalani ospek, bertemu pertama kali di kantin jurusan. Kantin sedang penuh pada hari itu. Hujan yang mengguyur kota tempat Alya berkuliah sedari pagi, membuat banyak mahasiswa yang berteduh sembari menyantap makan sore menjelang malam. Satu-satunya tempat yang tersisa pada saat itu adalah tempat duduk dekat jendela, yang sebagian mejanya basah terkena tampias air hujan.
Saat itu, Alya yang kebingungan mencari tempat, melihat dua mahasiswi yang memakai jas almamater biru tua lengkap dengan atribut ospek, duduk di meja dekat jendela tersebut. Mereka makan dengan lahap seakan tak mempedulikan tampias air hujan yang mengenai meja dan makanannya. Setelah melihat pemandangan itu, Alya yang tak punya pilihan lain, akhirnya memutuskan bergabung dengan dua mahasiswi tersebut. Setelah mengenalkan diri dan berbasa-basi untuk bertanya apakah boleh dirinya bergabung bersama keduanya, mereka bertiga makan dengan khidmat tanpa sepatah kata.
Insiden tahu telur berkuah mereka menyebutnya. Sejak hari itu, mereka selalu menyempatkan diri untuk makan bersama setelah selesai ospek. Meskipun saat ospek mereka tidak berada dalam satu kelompok, tetapi ternyata mereka malah ditakdirkan untuk berkumpul dalam satu kelas. Saat melihat pengumuman pembagian kelas, Lily dan Jasmin bersorak heboh, sambil memeluk Alya dengan ekspresinya yang hanya tersenyum tipis seperti biasa.
Kepribadian Lily dan Jasmin yang ceria memang bertolak belakang dengan Alya yang pendiam. Namun karena sama-sama penyuka novel dan drama korea, mereka bertiga menjadi akrab. Tak jarang juga Jasmin dan Lily bermain ke tempat kos Alya, di sana mereka menghabiskan waktu menonton drama dan membawa pulang novel Alya untuk dipinjam.
“Oh iya Al, ini Rendra dan Dani teman sekelompok praktikum fisika kita. Sebenarnya masih ada satu lagi, tapi dia lagi ada kelas, jadi nggak bisa ikut diskusi,” ucap Jasmin membuyarkan lamunannya.
“Rendra,” ucap laki-laki yang memberi Alya minuman. Mahasiswa baru yang paling terkenal sejurusan ilmu gizi itu tersenyum menyodorkan tangannya pada Alya. Alya pun buru-buru mengusap tangannya dengan tissue, lalu menyambut jabatan tangan Rendra.
“Alya,” ucap Alya berusaha membalas senyum Rendra, meskipun dalam hatinya dia tahu pasti tak akan bisa menyaingi senyum menawan Rendra. Senyum yang sejuk di tengah cuaca panas hari ini, tapi juga hangat di saat yang bersamaan.
Rendra adalah ketua kelasnya, hampir semua mahasiswa baru yang ada di jurusan ilmu gizi mengenalnya. Sebutannya adalah the shining Rendra. Baru kali ini Alya duduk berhadapan langsung dengan Rendra. Selama ini dia hanya melihat Rendra dari jauh. Dengan jarak sedekat ini, dia bisa melihat bola mata Rendra berwarna coklat, indah sekali. Polo Shirt berwarna merah, dipadu dengan jeans dan sneakers hitam yang dia kenakan terlihat sangat kontras dibanding dengan penampilannya hari ini –jaket jeans yang sudah seminggu belum dicuci, rambut ikal panjang yang dicepol tak beraturan, serta wajah dan bibir polos tanpa bedak dan liptint. Bagai handsome and the beast, batinnya.
Setelah perkenalan yang singkat itu, Alya bercerita tentang paginya yang sangat hectic. Tentang dia yang tidak sempat mandi dan menigisi botol air minumnya. Tentang dia yang menyambar baju pertama yang dilihatnya tergantung tidak karuan di belakang pintu kamar kosnya. Menceritakan tugas tambahan dari asisten praktikum yang simpel. Alya menceritakan itu semua sambil tetap berusaha menghabiskan makanan favoritnya. Kini saat bersama Lily dan Jasmin, entah mengapa Alya jadi tertular cerewet seperti kedua sahabatnya itu.
Rendra kembali menyodorkan botol air mineral pada Alya. “Ini kuambilkan lagi Al.”
“Ya ampun aku bisa ambil sendiri Ren, makasih ya.”
“Waaah ada apa nih, kok Alya terus yang diambilin minum,” tegur Dani.
“Hah? Nggak lah. Kalau mau, aku ambilkan minum buat kalian juga nih,” bantah Alya.
“Aku lihat Alya capek dan kehausan banget. Lagian botol minumnya juga sudah habis kan, makanya aku ambilin lagi,” tambah Rendra seraya berdiri, seakan memberi pengumuman penting di depan kelas.
Alya membela diri sekali lagi. “Iya, lagian kan minum kalian masih pada penuh.”
“Iya...iya, kenapa langsung panik sih kalian berdua,” timpal Lily yang langsung disambut tawa Jasmin dan Dani.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul dua siang. Mereka berlima menghabiskan waktu selama tiga jam untuk berdiskusi tentang data hasil praktikum teori hukum newton tadi pagi. Mereka beranjak menuju masjid kampus untuk menunaikan salat Zuhur. Setelah itu mereka bertemu di depan masjid sebentar untuk kemudian berpamitan pulang.
***
SEPERTI halnya Lily, Jasmin, dan Alya, Rendra dan Dani juga telah akrab sebelum praktikum fisika dimulai. Rendra dan Dani disatukan dalam satu kelompok ospek, selera musik yang sama membuat mereka semakin akrab. Rendra sering bermain ke tempat kos Dani untuk mengerjakan tugas, lalu setelah itu mereka bermain gitar bersama teman kos Dani. Karena kepribadiannya yang ramah, Rendra mudah sekali berbaur dengan siapapun yang ditemuinya. Sedangkan Dani, meskipun bukan tipe selalu ramah pada siapapun seperti Rendra, tetapi dia juga tidak terlalu pendiam seperti Alya.
“Akhirnya berkat Rendra dan Dani yang nemuin kejanggalan perhitungan kelompok kita, sekarang kita bisa tidur nyenyak,” ucap Lily saat pertemuan kedua mereka. Kali ini dengan formasi lengkap berenam.
“Lebih tepatnya bisa mengurus tugas yang lain sih, Li.” Sanggah Jasmin.
“Eh iya juga sih. Gila tugasnya gini banget ya kuliah. Berasa dibombardir tiap hari. Tiap bangun bukannya seger, tapi kliyengan kepikiran tugas yang semakin hari semakin beranak pinak,” curhat Lily.
“Akhirnya ini nih, ada juga yang mewakili isi hatiku.” Tambah Alya yang disambut tawa dan tepuk tangan yang lain.
***
BESOKNYA, Alya bertemu Rendra di pelataran parkir gedung Laboratorium Fisika. Mereka pun berjalan bersama sambil mengobrol menuju Laboratorium.
“Hai Al. Kamu nggak bangun kesiangan lagi hari ini?” tanya Rendra.
“Hehe nggak lah Ren, kemarin aku tidur tepat waktu,” jawab Alya seraya merapikan rambut ikalnya yang berantakan terkena helm, dia lalu menguncirnya dengan rapi.
Hari ini penampilannya jauh berbeda dengan saat praktikum pertama. Hari ini Alya memakai blouse berwarna mint bercorak bunga matahari yang masih wangi tanda baru saja keluar dari lemari. Dia memadukannya dengan kulot berwarna cream. Kali ini dia juga sempat memakai bedak dan blush on tipis berwarna orange brick yang senada dengan liptint nya.
Rendra mengambil roti coklat dari ransel hitamnya, lalu memberikan pada Alya. “Ini Al, lumayan buat ganti sarapan. Tadi aku beli satu di supermarket, terus dapet gratis satu.”
“Wah ini roti favoritku Ren, makasih ya. Rejeki anak salihah,” jawab Alya sembari membuka bungkus roti. Dia langsung memakannya saat itu juga.
“Kamu nggak lupa bawa air minum kan Al?”
Alya sekilas meoleh ke arah Rendra, kemudian menggelengkan kepalanya. Dia lalu mengambil botol minum pink dari tasnya. “Haha tenang aja aku bawa air minum kok, dan sudah terisi penuh.”
Selesai praktikum, mereka berlima pergi menuju kantin jurusan ilmu gizi. Seperti minggu lalu, mereka sarapan (yang dirangkap dengan makan siang) sambil berdiskusi perihal hasil praktikum kedua kali ini.
Semakin sering intensitas mereka bertemu, membuat mereka semakin akrab satu sama lain. Bahan obrolan mereka pun selalu mengalir deras, tidak hanya obrolan seputar hasil praktikum fisika dan tugas-tugas saja, tetapi juga hal-hal random yang sedang hype atau sesuatu yang menurut mereka lucu. Mereka juga selalu bergantian membahas mahasiswa yang lalu lalang melewatinya, lalu sedetik kemudian disambut gelak tawa oleh yang lain.
***
Alya
Ren ini nomorku, Alya. Maaf ganggu malem-malem. Aku bisa minta fotoin data praktikum yang pengulangan kedua nggak? Tadi aku sudah foto dari modulnya Jasmin tapi kok hasilnya aneh ya.
Rendra
Hai Al, oke aku save ya nomormu.
Oke bentar ya Al aku fotoin. Semoga gak
aneh lagi ya hasilnya hehe.
Alya
Alhamdulillah, untung kamu belum tidur Ren. Sudah masuk ya fotonya, thank you.
Nanti kalau ada yang kurang paham, aku tanya lagi ya.
Rendra
Siap Al, dengan senang hati.
Rendra mengirim pesan lagi pada Alya setelah satu jam, memastikan Alya tidak kesusahan mengerjakan hasil laporan praktikumnya. Sebelum membalas pesan Rendra, Alya melihat jam di layar HP nya menunjukkan pukul 23.40. Ternyata dia juga belum tidur, batinnya.
Rendra
Hai Al. Apakah semua baik-baik saja?
Kamu sudah selesaikan semua perhitungannya?
Alya
Sudah sih Ren, tapi aku nggak tahu ya ini benar atau salah. Btw, kamu belum tidur ya, ini sudah malem banget loh hehe.
Rendra
Besok kita cocokkan ya Al hasil perhitungan kita semua.
Iya Al aku nunggu kamu, siapa tahu kamu perlu tanya
sesuatu lagi.Oke Al kalau gitu segera tidur ya,
jangan sampai bangun kesiangan lagi.
Sampai jumpa besok di kampus.
Malam itu Alya tak pernah tahu, keputusannya untuk mengirimkan pesan pada Rendra adalah awal mula dari segala cerita mereka berdua yang panjang dan berliku di masa depan.