Try new experience
with our app

INSTALL

Hujan di Belanga (TAMAT) 

3. Episode Kesepian

Liz dan Christian datang sore itu ke sanggar seni Belanga. Rencana ini memang agak mendadak, mengingat sebetulnya siang ini adalah jadwal Liz untuk mengikuti eskul karya ilmiah. Namun, demi Christian yang sejak istirahat tadi ngotot minta ditemani kesini, jadilah persiapan untuk lomba karya ilmiah tingkat SMA se-Jawa Barat terpaksa dikorbankan dulu. 

Seharusnya hari ini, Liz dan Fitria akan menyusun proposal karya tulis tentang penelitian yang telah mereka temukan. Mereka berhasil menemukan dugaan bahwa tempe bisa diawetkan dengan bubuk cacing tanah. Penelitian ini terpikir karena beberapa negara mulai mengimpor tempe dari Indonesia. 

Tidak apa-apa. Lizkia sudah ijin ke Fitria untuk absen dulu siang ini. Lizkia akan menebusnya besok.

Gadis itu menggandeng lengan Christian yang kesulitan melewati jalan berbatu menuju perpustakaan. Chris melihat sekeliling. Kawasan ini asri dan rindang karena banyaknya pepohonan. Pintu gerbangnya terbuat dari pagar bambu. Begitu masuk, terdengar lagu-lagu dari tanah Parahyangan yang dihantar lewat alat musik bambu. Seketika itu Christian mencium aroma seni yang kental dan dia sangat sangat menyukainya. Chris berkata bodoh pada diri sendiri, kenapa kemarin dia tidak masuk sendiri kesini.

“Tuh kan, apa gue bilang? Tempat ini cocok banget buat lo yang suka nyepi. Kemarin kenapa gak mau diajak masuk” kata Liz sambil melirik Christian yang sepertinya jatuh cinta pada tempat ini.

“Gak ada kata terlambat, kan? Gue bisa nikmatin tempat ini mulai sekarang dan seterusnya”

Lizkia hanya mencibir mendengar jawaban Chris yang selalu sok diplomatis. Dia menunjuk perpustakaan yang letaknya di pojok area. Mereka berdua melangkah kesana. Christian menganga ketika melihat jejeran buku yang menjulang tinggi. Matanya berbinar-binar dan makin berbinar ketika melihat judul-judul buku dan novel koleksi Belanga. Benar-benar menakjubkan!

Koleksi buku-buku sastra di sekolah minim sekali. Sekolahnya tidak berusaha memenuhi kebutuhan siswa seperti Christian yang gemar karya-karya sastra. Lizkia menoleh ke arah Jett yang sedang anteng di meja kerjanya. 

“Chris, itu Jettro. Kita kesana dulu yuk”

Christian menurut saja ketika Lizkia menyeretnya ke tempat Jettro bertugas. Jettro tampak senang menyambut mereka berdua. Dia langsung menyalami keduanya. Selama perpustakaan Belanga dibuka setahun yang lalu dan dia mulai kerja, baru sekaranglah Jett kedatangan teman sekolahnya.

“Hei Lizkia, Christian. Mau cari buku-buku sastra lagi?”

Lizkia memerhatikan kedua cowok itu bersalaman. Seketika dia sadar bahwa keduanya punya postur tubuh yang hampir sama. Sama-sama punya tinggi badan sekitar 178-179 Centimeter, sama-sama punya rambut lurus, hanya Christian punya poni panjang yang dibiarkan menutupi sebagian dahinya, sedang Jettro rambutnya disisir rapi ke pinggir, sama-sama berbadan tinggi kurus, sama-sama punya mata yang lancip. Bedanya hanya Christian berkulit putih terang sedang Jettro berkulit sewarna sawo muda. 

“Iya, Jett. Sekalian gue mau kembaliin Burung-burung Manyarnya dan mau pinjam buku lain”

“Boleh. Silahkan deh kalau begitu. Kalian bisa lihat-lihat dulu”

“Gih sana, Chris” kata Lizkia sambil mendorong pelan tubuh Chris.

“Oke.. Eh, sebentar,” kata Chris menunjuk Jettro “Ternyata lo bisa ngomong ya, Jett. Gue kira enggak” pernyataan itu disambut tawa oleh Liz dan Jettro.

“Bisa aja”

“Ohya, sekalian nanti gue mau daftar jadi anggota ya” kata Chris.

“Iya, boleh”

“Gue gak nyangka kalo perpustakaan ini lengkap banget. Sorry kemarin gue gak ikut masuk kesini” ujar Chris.

Jettro melirik Lizkia, “Kirain kamu yang suka buku-buku sastra. Ternyata Christian ya?” tanyanya menggoda Liz. 

Christian tersenyum lebar sambil menyenggol teman sejak kecilnya itu.

“Tapi gue jamin, Liz bakalan senang kok gue ajak kesini. Karena dia kan mulai suka sama..”

Lizkia cepat-cepat menyikut pinggang Chris keras-keras sampai cowok itu mengaduh. Dia ingat godaan Christian kemarin kalau Lizkia mulai suka dengan Jettro, bukan suka dengan sanggarnya. Liz benar-benar takut kalau kalimat-kalimat aneh keluar dari mulutnya.

“Suka ama apa?” tanya Jett.

“..Mulai suka sama suasana di sini. Apalagi di sini katanya ada kafenya dan ruang baca lesehan” jelas Christian.

Liz bernapas lega. Ternyata bukan itu. Liz tahu kebiasaan Christian kalau punya bahan godaan, dia tidak akan berhenti mengungkit-ungkitnya sebelum lewat tiga bulan! Namun rupanya, kali ini dia bisa bekerja sama. Syukurlah.

“Hm, iya. Aku suka suasana di sini sejak pertama kali melihat” tukas Liz cepat-cepat sebelum Chris mengeluarkan pernyataan aneh-aneh yang belum tentu benar. “Jett, kamu jangan percaya apapun yang Chris katakan”

“Ciee, tuh kan, panggilannya aja udah kamu-aku, gitu heheh” goda Chris. Jettro senyum saja. Rupanya Christian sedang menggoda perasaan Lizkia, yang dikait-kaitkan dengan dia.

“Udah sanaaaaaa!” Lizkia segera mendorong badan Chris kembali.

“Oke deh, Jett, gue lihat-lihat koleksi dulu ya”

Jettro tertawa.

“Iya, mangga ”

Kemudian, Christian melenggang menuju rak-rak buku. Tampaknya dia tidak sabar ingin segera melihat-lihat dan membaca buku-buku itu.

“Lizkia,..”

“Ya?”

“Ternyata Christian bisa juga bercanda. Kirain anaknya pendiam.”

“Dunia kiamat kalo Christian jadi pendiam, Jett”

“Ooh gitu? Hehe.. “

“Jadi kalian saling menyangka pendiam ya? Berarti cuma aku ya, yang gak disangka pendiam??”

Jettro tertawa lagi

“Ohya, Kamu mau lihat-lihat, baca atau nemenin aku tugas di sana?” tanya Jett menunjuk meja kerjanya.

Liz agak bingung antara keinginan melihat-lihat buku atau mengobrol dengan Jettro. Jujur, diam-diam dia penasaran ingin kenal Jettro lebih dekat. Mereka kan teman sekelas. Gak ada salahnya.

“Hmm, nemenin kamu aja deh” jawabnya kemudian.

*

“Jadi begini ya kerjaan kamu sehari-hari sepulang sekolah?” tanya Liz sambil memperhatikan meja kerja Jettro.

“Yup! Beginilah. Makanya, aku jarang kelihatan di sekolah ya? Ohya, Lizkia, tunggu ya. Aku mau ke belakang dulu bentar. Kamu duduk di sini. Santai aja, anggap rumah sendiri” kata Jett seraya menyeret sebuah kursi plastik sebelum dia pergi.

“Makasih, Jett”

Sepeninggal Jettro, Lizkia melanjutkan aktivitas yang tadi tertunda, yaitu memperhatikan meja kerja Jettro. Rupanya Jett orang yang apik. Semua alat kerjanya tertata rapi. Ada dua meja berjajar. Di atas meja kerja satu, ada seperangkat komputer, printer yang menyatu dengan scanner dan fotokopi,  juga ada telepon. 

Di sebelah kiri, ada tumpukan kartu anggota yang masih baru. Di sebelah kanan meja, ada rak besi yang berisi katalog buku dan kartu-kartu anggota perpustakaan. Diatas meja kerja dua yang dilapisi kaca, ada pot kecil bergambar ayam jago berwarna kuning, berisi alat-alat tulis. 

Di balik kaca yang melapisi meja tulis, ada beberapa foto Jett bersama teman-temannya sedang naik gunung, rafting juga surfing. 

Kemudian, mata Liz mengangkap sebuah foto yang agak tersembunyi oleh tumpukan kertas A4. Liz menggeser kertas sedikit untuk melihat foto itu lebih jelas. Di foto itu, ada sepasang pria dan wanita serta seorang anak kecil yang berdiri diantara mereka. Liz menduga kalau anak kecil yang usianya kira-kira tujuh tahun itu adalah Jettro. Liz masih bisa mengenali karena garis wajahnya tidak banyak berubah. Pasti wanita dan pria itu adalah orangtua Jettro. Wanita itu cantik sekali dan Jettro banyak mewarisi garis-garis wajah ibunya. Liz membungkuk, mengamati foto lebih dekat. Mereka tampak begitu bahagia..

Kemudian, tak jauh dari foto keluarga, ada foto Jett bersama seorang laki-laki setengah baya, berjenggot perak, memakai baju pangsi dan ikat di kepala; Baju khas daerah Jawa Barat. Penampilan laki-laki tua itu ‘nyeni’ sekali. Siapa ya orang ini? tanya Liz dalam hati.

“Lizkia..”

Lizkia terlonjak saking kagetnya. Dia tidak mendengar langkah Jettro mendekat. Lizkia menepuk-nepuk dadanya dan Jettro terkekeh, memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi sementara matanya menyipit karena tertawa.

“Sorry, saking asyiknya lihat foto-foto sampai gak denger kamu datang” 

“Sorry juga, Lizkia. Tadi kaget banget, ya?” 

Jettro meletakkan nampan berisi dua buah teh dalam botol dan dua batang coklat.

“Aku gak punya suguhan buat kamu dan Christian, hanya ini aja” 

“Wah, Jett... Aku kan cuma mau nganter Chris cari buku. Kok malah disuguhi kayak gini”

“Gak apa-apa. Aku senang banget kalian mau datang ke tempat ini”

“Aku minum ya, Jett” Liz meminum teh dalam botol itu sebagai bentuk penghormatan karena Jett sudah susah payah mengambil dan menyuguhkan untuknya dan Christian. Ah, lumayan segar juga tehnya.  Kemudian Lizkia meraih Duenna Castle dan membukanya.

“Eh, coklat ini buat aku, kan?” tanya Lizkia.

“Iya, sok aja  Liz. Buka aja kalau kamu suka coklat” jawab Jettro sambil tersenyum.

“Aku suka banget !” Jettro menoleh dan mendapati cewek itu sudah mengunyah-ngunyah coklat pemberiannya.

“Tau aja aku suka coklat!” Lizkia mendorong pundak Jettro seraya tertawa kecil. Jettro bernapas lega. Lalu melanjutkan kerja.

“Foto-foto disitu bagus-bagus” puji Liz, membuka pembicaraan “Itu yang lagi naik gunung, rafting dan surfing sama siapa aja?”

“Ooh,” Jettro berusaha menjawab sambil bekerja di depan komputer “Sama teman-teman karyawan sanggar. Tiap tiga bulan, kita selalu keluar. Kalau gak naik gunung atau rafting ya paling outbond yang dekat-dekat aja. Biar gak stress, Lizkia”

Liz manggut-manggut.

“Jett, kalo panggil aku cukup Liz aja. Oke?”

Jett menautkan alis.

“Gak usah terlalu resmilah. Kita kan teman sekelas”

“Oh, begitu. Oke, deh.. Liz..” 

Mata Lizkia beredar mencari Christian yang ternyata sudah asyik mojok membaca buku di ruang lesehan. Setelah itu, keduanya terdiam. Lizkia bingung mau ngomong apa lagi. Ternyata, Jettro benar-benar anak pendiam. Jadi, memang harus Lizkia yang memulai pembicaraan, daripada suasananya kaku begini.

“Ohya, Jett, aku senang banget lho kita bisa ngobrol kayak gini. Di kelas kita gak pernah ngobrol ya?”

“Iya”

“Bahkan sepertinya aku hampir gak pernah lihat kamu di kelas. Padahal, kamu pasti datang terus kan ke sekolah?”

“Iya. Gak masalah, Liz. aku yang kuper, kali. Jarang ngobrol kalo gak ada yang ngajak. Terus terang aku juga senang kok bisa ngobrol sama kamu kayak gini”

Liz merenung,

“Atau jangan-jangan... aku ini orang yang terlalu sibuk sama diri sendiri, jadi gak bisa perhatiin orang-orang di sekeliling gue. Gitu ya, Jett?”

Jett tertawa,

“Kamu itu terlalu sibuk ngejawab pertanyaan-pertanyaan guru di kelas” ujarnya, sambil merapikan beberapa lembar kertas yang berserakan. Selembar kertas melayang dan jatuh tepat di kaki Liz. Lizkia melihatnya dan memungut kertas itu.

Kesunyian maha dahsyat bertahta megah di jiwaku..

Mengunci setiap kata yang ingin aku keluarkan..

Kata orang aku adalah raga hidup yang jarang berucap..

Aku bicara! Sungguh! Tapi hanya aku yang bisa mendengarnya..

Liz menduga ini tulisan tangan Jettro. Dia menyerahkan pada Jett.

“Kertas ini, punya kamu?”

Jett menerimanya dari tangan Liz.

“Iya, makasih. Cuma coretan orang iseng” katanya, sambil nyengir.

“Sorry, seharusnya gak aku baca tadi” ujar Liz.

Jettro menggeleng.

“Santai aja. Gak apa-apa” jawab Jett cepat. Dia tidak ingin cewek itu merasa bersalah. Lagipula, itu bukan masalah besar.

Lizkia melihat Jettro yang kembali tekun di depan layar komputer . Dari tulisan yang tadi dia baca, Liz merasa sesuatu telah terjadi dalam hidup Jett. Ya, pasti. Namun, Liz tidak ingin mengoreknya sekarang meskipun dalam hati sangat penasaran. 

Kemudian Lizkia memutar otak untuk mengalihkan pembicaraan.

“Kamu udah lama kerja di sanggar ini?”

“Belum,” jawab cowok itu sambil terus bekerja. Jarinya lincah mengetik diatas tuts keyboard.

“Baru setahun yang lalu, begitu perpustakaan ini dibuka. Lumayan, bayarannya bisa buat jajan”

Mendengar jawaban lugu itu, mau tidak mau, Lizkia tersenyum.

“Kalo boleh nanya, kamu kerja karena ingin atau karena harus? Maaf, ya. Boleh gak dijawab kok”

Jettro terkekeh. Lucu! Inikah pertanyaan seorang juara kelas? Kenapa ragu-ragu dan musti minta maaf segala?

“Lizkia! Kamu tuh lucu juga ya!!”

Ya, Tuhan. Sudah lama. Iya, sudah lama sekali dia tidak tertawa lepas seperti ini. Sejak sepi itu perlahan mulai bersemayam di raganya, mulai menggerogoti hatinya..

Jettro sendiri merasa heran, kenapa dia bisa tertawa begitu lepas sekarang..Ya Tuhan..

“Kamu berhak tanya apapun, Liz, seperti kamu mengajukan pertanyaan di kelas. Tapi bedanya dengan guru, di sini, aku  punya hak untuk gak jawab. Ya kan?”

Liz memanyunkan bibirnya yang bikin Jettro ketawa lagi.

“Tapi, buat nyenengin Lizkia, sang juara kelas dua IPA tiga dan udah susah payah datang nganterin Christian, aku akan jawab pertanyaan kamu”

“Ya udah, jawab aja sekarang kalo begitu”

Jettro menarik napas dan berbalik menghadap layar komputer lagi.

“Aku ngobrol sambil kerja gak apa-apa, kan?”

Liz setuju, tidak masalah.

“Papaku pernah bilang pas aku masih kecil, bekerjalah karena kamu ingin, bukan karena harus. Waktu itu aku belum ngerti, masih oon” Jettro tersenyum “Tapi setelah besar aku masih ingat kata-kata ayah itu dan akhirnya mengerti. Intinya, jika kita bekerja karena ingin, niatnya pasti jauh lebih besar dan hasilnya otomatis akan lebih baik”

Lizkia mengerut alis.

“Kalau bekerja karena harus, menurut aku hasilnya belum tentu baik. Kamu bayangin deh Liz, sesuatu yang dikerjakan karena terpaksa, hasilnya gak akan pernah baik. Ya kan?”

“Masa, sih?”

“Iya, coba buktiin sendiri”

“Apa itu gak terlalu menghakimi? Aku agak gak setuju sama pendapat itu. Belum tentu loh, orang yang bekerja karena harus, hasil kerjaannya jelek. Buktinya tuh orang-orang yang kerja di sini, mungkin mulanya karena butuh uang. Kebanyakan alasannya,  pasti mereka bekerja karena harus dan karena mereka cari uang. Tapi jika kerja mereka bagus, mereka bisa bertahan. Kalau mereka berprestasi, gajinya naik terus, jabatannya akan naik juga”

Jettro membalikkan badan,

“Iya juga ya?” katanya setengah mengumam “Kamu benar, Liz. Itu emang kembali pada individunya, apakah dia punya etos kerja yang tinggi atau enggak, apa dia punya niat untuk maju dan berkembang atau enggak. Ya kan?”

“Betul, Jett. Kalo itu, aku setuju”

“Oke deh, Juara Kelas..”

Selanjutnya, mereka ngobrol diselingi canda tawa. Tidak keras-keras, tentunya, karena ini perpustakaan. Suasana yang tadinya kaku banget pelan-pelan mencair. Beberapa kali obrolan mereka terhenti karena Jett harus melayani pengunjung  yang meminta bantuannya. Pengunjung perpustakaan Belanga rata-rata mahasiswa dan mereka semua telah mengenal Jettro.

Lizkia melihat Christian dari jauh. Dia benar-benar tenggelam dalam bacaan sastra. Liz berkata dalam hati, mungkin Christian lagi cari inspirasi nulis puisi cinta untuk..

“Liz...”

“Heh?”

“Kamu ama Christian, gak pacaran, kan?” tanya Jettro, sangat tiba-tiba. Mungkin dari tadi dia memperhatikan Liz yang sedang menatap Christian dari jauh. Jettro merasa sudah nyaman ngobrol sama Lizkia, seperti teman lama, makanya, dia berani bertanya soal kedekatan Lizkia dan Christian yang sudah lama mengundang rasa ingin tahunya, sejak mereka ditakdirkan jadi teman sekelas.

Lizkia menggelengkan kepala, hingga rambutnya yang dikuncir ekor kuda bergoyang ke kanan dan ke kiri.

“Pasti kamu mengiranya aku sama dia pacaran, ya?” Lizkia bertanya balik.

“Oh, gak kok. Aku udah menduga, kalau kalian berdua gak pacaran” jawab Jettro.

“Terus, kenapa nanya?”

“Untuk meyakinkan diri aja, kalau dugaan aku benar”

“Dugaan kamu 100% benar. Kami berdua gak pacaran”

Liz tergerak untuk bercerita pada Jett, tentang persahabatannya dengan Christian. Cerita ini tidak pernah Liz ungkapkan pada orang lain selain saudara. Jettro adalah teman pertama dan orang diluar lingkaran saudara yang akan mengetahui cerita ini.

*

Liz dan Christian, tidak pernah terpisahkan. Mereka sudah bersama sejak masih kecil. Sekolah di SD yang sama, SMP yang sama dan kini di satu SMA yang sama pula. Keluarga mereka bertetangga di suatu kompleks perumahan. Rumah kedua anak itu hanya dipisahkan satu rumah saja. Setiap hari, Lizkia dan Christian pergi ke sekolah bareng dan pulangnya juga seringnya bareng.  Kegiatan mereka sehari-hari ketika SD adalah main di lapangan yang terletak di tengah-tengah perumahan. Di sana mereka biasa menerbangkan layangan, main kelereng, main bola, belajar bela diri dan bersepeda hingga ke pinggiran pematang sawah.

Lizkia masih bisa mengingat dengan jelas bayangan masa kecil mereka berdua. 

“Pisahannya cuma tidur aja, Jett. Eh gak. Aku ama dia juga pernah pisah waktu Christian sama orangtuanya ke Surabaya. Ketika itu, Chris masih kelas 5 SD. Mereka nengok nenek yang sakit keras dan sekarang neneknya itu udah meninggal...”

Jettro mulai hanyut dengan cerita Lizkia. Rupanya, Lizkia adalah cewek yang pintar cerita.

Pada saat Chris dan keluarganya pergi ke Surabaya itulah, terjadilah kecelakaan. Mobil mereka tertabrak kereta api di lintasan tak berpalang. Semua selamat, hanya kakak cowok Christian yang meninggal dunia. Ayah, ibu dan kedua adik perempuan Chris hanya luka ringan. Sementara Chris, harus kehilangan satu kaki sebelah kirinya karena tidak bisa lagi dioperasi.

“Oh, jadi Chris itu..?” Jett tidak sanggup untuk meneruskan kalimat, jika Christian itu cacat.

“Iya, Jett. Awalnya sih dia depresi dan gak mau sekolah. Mungkin karena dia malu punya kaki cuma satu. Seluruh keluarganyapun nyaris menyerah pada Christian Pelan-pelan, keluarganya dan aku berhasil mengembalikan rasa percaya dirinya, apalagi setelah dia udah bisa jalan kayak orang yang punya kaki lengkap dengan bantuan kaki palsu. Ah, syukur banget deh, dia mau sekolah lagi”

“Oh, begitu ceritanya. Aku baru tahu kalau kaki Chris kayak gitu karena kecelakaan”

“Iya, banyak yang gak tahu soal ini. Makanya, Chris itu sensitif banget, apalagi jika menyangkut soal kakinya”

Mendengar cerita persahabatan antara Liz dan Christian tadi, terlintas dalam pikiran Jett, apakah...

“Kalian gak saling suka, gitu?”

“Hah?” Liz terkejut. Pastinya.

Baru kali ini ada orang yang tanya hal itu. Baru sekarang Lizkia ditanya soal perasaan. Biasanya pertanyaan orang-orang itu standar: Kalian pacaran ya? Dan bukan pertanyaan apakah kalian saling suka? Seperti pertanyaan Jettro ini.

Liz diam. Memang setahunya, dia dan Chris tidak pernah saling mencintai. Dari dulu, mereka masing-masing punya orang yang mereka sukai. Liz jadi ingat soal perasaannya pada seseorang.  Dia adalah cinta pertama ketika di SMP yang tidak pernah kesampaian sampai sekarang. Celakanya, first lovenya itu telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya, terenggut Leukimia. Cinta pertama itu namanya Yuri. Dialah orang yang selalu ada di hatinya sampai sekarang dan sulit terhapus. 

Sedangkan Christian, selalu berganti-ganti cinta. Dan yang terakhir ini adalah..ah, Lizkia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pertanyaan Jettro tadi benar-benar baru dia dengar. Jettro mengangkat alis seolah meminta jawaban cepat dari Liz. Lizkia menggeleng.

“Kayaknya enggak. Bagaimana, ya? Aku gak ingin melukai apa yang udah aku lalui bareng Christian sebagai sahabat. Lagipula, sekarang ini dia lagi tergila-gila kok sama cewek. Dia lagi punya kecengan, anak Persada II juga”

Jettro menegakkan duduknya. Topik ini sangat menarik. Ternyata Lizkia dan Christian benar-benar hanya sahabat. By the way, siapa yang jadi kecengan Christian?

“Ohya? Siapa? Boleh tahu gak?”

“Pasti kamu penasaran, ya? Hehe, aku punya hak untuk gak jawab kan?”

Jettro berbalik dan manyun. Mati lo! Kali ini, pasti Liz benar-benar tidak mau jawab karena menyangkut rahasia Christian. Tapi bukan Jett namanya kalau tidak penasaran. Baik, dia tidak akan mengorek jawabannya sekarang. Tapi dia akan cari sendiri suatu hari. Pasti!