Try new experience
with our app

INSTALL

RABU WAGE 

5. It's Show Time

Wage membisikan sesuatu kepada pocong yang sudah tidak terlihat menyeramkan ini, aku memberitahu makhluk halus ini sebuah rencana yang dijamin akan membuat para perundung adiknya kapok.

Lalu gadis itu kembali membuka kantong kresek hitam yang dibawanya dan menunjukan kepada si pocong, “Ingat jangan sampai gagal.”

Pocong itu mengangguk lalu menghilang dari pandangan Wage, benar - benar hilang. Kemudian gadis itu berjalan dan menaiki tangga untuk melihat keadaan mereka di dalam bangunan itu.

“Ah bangke, ini kenapa kita kalah terus sih,” celetuk Bagus yang hampir akan membanting handphone-nya ke lantai.

“Iya nih, tumben - tumbenan dapat tim random yang bener - bener bawa sial,” timpal teman yang duduk di samping kanannya.

“Ckk,” Bagus mendecak sambil kembali memulai permainan kali ini dengan gerakan yang memperlihatkan kalau mood remaja itu sudah tidak karuan.

“Eh apa jangan - jangan kita sial gara - gara mengikat Rendra di pohon keramat ya,” lolong remaja laki - laki berkulit sawo matang membuat ketiga teman yang lainnya terkejut.

“Ngawur, mana ada pohon keramat. Gue udah pastiin ya itu cuma pohon biasa lagi pula apa hubungannya sama kita mabar,” sanggah Bagus tidak terima dengan spekulasi salah satu temannya ini.

“Tapi kan Gus, kata warga pohon itu emang beneran ada penunggunya. Mungkin mereka kesal gara - gara kita ganggu.”

“Ngaco ah, udah lanjut lagi ini udah mau mulai,” tekan Bagus yang tidak mau mendengar lagi ocehan - ocehan yang menurutnya tidak berguna.

Namun, tiba - tiba seluruh lampu yang ada di bangunan ini padam. Tidak ada cahaya sama sekali kecuali dari layar handphone yang mereka pegang. 

“Kenapa mati sih, emang listriknya belum di bayar?” Bagus terdengar sangat kesal sekali, mungkin karena perubahan suasana hati yang drastis membuat dirinya dalam mode senggol bacok.

“Kita kagak tahu Gus tapi kata ketua karang taruna listrik baru di bayar kemarin,” sahut temannya yang duduk di samping kiri Bagus.

DUK! Ada yang melempar Bagus dengan sesuatu memebuat remaja tanggung itu geram. Ia berusaha mencari siapa yang telah melemparnya dengan sesuatu tapi sayangnya tidak menemukan apapun tapi saat senter di handphone-nya diarahkan ke benda yang mengenainya, remaja ini kagetnya bukan main.

“Argggh!” teriak Bagus saat melihat boneka menyeramkan tergelatak tak jauh dari tempatnya.

“Setan! Apa ini?” ia mengambil boneka dan melihatnya lebih dekat. Benda yang identik dengan mainan perempuan dan biasanya terlihat menggemaskan itu kali ini jauh sekali dari biasanya. Bagus melihat sebuah boneka tanpa mata dengan lengan yang robek juga mengeluarkan cairan pekat berwarna merah agak kehitaman.

Bagus bangkit dari tempat duduknya dan menyinari setiap sudut bangunan sambil terus berteriak, “Woy keluar lo pengecut, berani - beraninya ngerjain gue pake boneka jelek emang ngaruh sama gue hah?”

Tidak ada yang menjawab kecuali teman - temannya yang menyuruhnya untuk kembali duduk dan berpura - pura tidak tahu kejadian barusn. Namun, bukannya menurut ia malah semakin gencar menantang siapapun yang sudah berani menimpuk dirinya.

“Gus, gus udahan deh. Itu lihat kok ada kabut masuk ke dalem rumah,” salah satu temannya kembali mengingatkan.

“Kagak mau dan gue enggak peduli, paling itu angin dari luar,” ucapnya dengan nada tak acuh.

“Hihii,” terdengar sayup - sayup suara orang tertawa membuat bulu kuduk semua orang di sana berdiri.

“Geng suara apaan tuh?” teman Bagus meloncat kaget lalu memeluk orang yang paling dekat dengannya.

Sekali lagi suara tertawa itu terdengar kali ini lebih jelas berbarengan dengan itu mereka pun mendengar suara seperti orang yang memukul - mukul tembok.

Bagus mencoba mencari sumber suara menggunakan senter di hape yang dipegangnya tetapi saat ia akan menyorot ke bagian ventilasi belakang yang terbuka, tiba - tiba senternya mati. Padahal sudah jelas daya baterainya masih banyak.

“Anjir kenapa error sih!” ia mendumal kesal sambil memukul - mukul benda pipih itu.

SREEK! Ada suara benda bergeser dari arah belakang membuat keempat remaja ini semakin merasa takut, terlebih sekilas mereka melihat ada sekelebat benda putih yang melayang mengelilingi mereka.

TUK! Kali ini ada yang melempari mereka dengan boneka lagi, boneka yang sama dengan yang pertama kali menimpa Bagus.

Karena merasa sedang dipermainkan Bagus pun berteriak menantang, “Woy, keluar lo! Jangan jadi pengecut yang cuma bisa - bisanya lemparin boneka, banci lo?”

Setelah Bagus meneriakan kalimat itu seketika semua mendadak hening, tidak ada suara bahkan suara nyamuk pun tidak ada.

Sekitar lima menit mereka berempat saling berpandangan menebak - nebak apa yang sebenarnya terjadi, tiba - tiba ponsel mereka berdering secara bersamaan.

Sempat kaget, mereka langsung melihat ke layar dan bertanya - tanya siapa yang membuat panggilan video disaat seperti ini.

“Hah, unknown,” seru Bagus.

“Lho kok sama sih? Siapa ya yang mau nelepon kita barengan kayak gini?”

“Enggak tahu, mau diangkat enggak nih?”

Bagus mengerutkan dahinya, menebak - nebak siapa sebenarnya yang iseng tapi remaja itu berusaha berpikiran positif siapa tahu yang menghubungi adalah ketua karang taruna.

“Angkat bareng aja yuk,” perintahnya yang disetujui oleh semua.

1

2

3

Saat semuanya berbarengan menggeser tombol hijau, seketika itu pula mereka dikejutkan dengan penampakan satu wajah full pocong yang wajahnya berdarah - darah.

“Arrggh!” refleks keempat remaja tersebut berteriak dan melempar handphone-nya ke lantai tidak peduli akan rusak.

“Anjir apaan itu?” suara Bagur bergetar saking syoknya.

“Kamu nanyea?”

“Kamu bertanyea tanyea?”

Suara menyeramkan kembali terdengar tak jauh dari arah mereka tepatnya seperti ada di belakang telinga Bagus. Serempak keempat remaja itu menoleh ke arah belakang Bagus dan …

“Sini aku kasih tahu ea!”

“Huaaaa … pocong,” semua kompak berteriak saat ada pocong yang berdiri di belakang Bagus sambil mendekatkan wajahnya ke arah mereka.

Bagus dan teman - temanya langsung lari terbirit - birit karena penampakan si pocong yang sangat menyeramkan dan mengagetkan itu tanpa peduli dengan benda - benda yang ada di depan, jadi beberapa di antara mereka ada yang sampai menabrak meja dan pintu.

“Hahaha …. “ suara tawa puas si pocong semakin menggelegar seperti merasa sangat puas sudah menakut - nakuti keempat anak manusia itu.

Saat semua orang sudah keluar dari bangunan tadi, Wage keluar dari persembunyiannya sambil menyeringai.

Bagus yang berlari sempat menoleh ke belakang sempat melihat Wage di sana tapi rasa takutnya terhadap si pocong yang masih terlihat jelas dari dalam bangunan itu membuat langkahnya semakin dipercepat saja agar bisa menjauh dari sana.

“Haha, sudah lama sekali aku tidak merasa sesenang ini,” seru si pocong yang berubah ke wujud manusianya.

Wage menghampiri ke dalam dan tersenyum kepada anak yang terlihat seperti seumuran dengan adiknya itu.

“Sudah aku bilang kan ini akan sangat menyenangkan.”

“Terima kasih wage, dengan begini aku tidak terlalu merasa kesal,” si pocong yang bukan pocong lagi ini membalas senyuman Wage.

“Ya, tapi setelah ini aku harap kamu jangan merasa tercetus ide untuk menjadi setan jail ya.”

“Enggak Wage, aku berjanji tidak akan mengganggu manusia tapi ada syaratnya,” senyuman Wage berubah, wajahnya menjadi datar lagi.

“Aku ingin menjadi temanmu dan ikut kemanapun kamu pergi,” minta makhluk ini sambil tersenyum penuh kemenangan.

Dasar setan!” umpat Wage dalam hati.