Contents
RABU WAGE
3. Kliwon's Family
Keluarga Kliwon adalah salah satu keluarga yang kini sedang tinggal di ujung sebuah perkampungan yang terletak di daerah perbatasan antara suku Sunda dan suku Betawi.
Keluarga ini terdiri dari kepala keluarga alias si Ayah yang bernama Gema Kliwon, ibu yang bernama Mausia Kliwon, putri sulung mereka – Ananda Rabuna Wage, juga si putra bungsu Surendra Kliwon dan tak lupa hewan pelihara mereka yang sudah lama bersama yaitu Kliwon si monyet leucistic.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dari keluarga ini, keluarga Kliwon memang benar - benar keluarga kecil yang sederhana dan bahagia hanya saja karena ada sedikit perbedaan dari mereka keluarga ini sering dianggap aneh oleh banyak orang.
Yang dianggap anehnya tentu saja karena keluarga ini memelihara seekor monyet putih dengan ukuran yang tidak biasa. Anggapan para warga di sekitar mereka semua ini adalah pemuja jin dan merupakan pelaku pesugihan. Apa lagi yang membuat mereka di cap seperti itu kalau bukan karena si Kliwon dan kebiasaan keluarga mereka yang sangat misterius.
Ada sebuah kenyataan dari keluarga ini yang menjadi bukti akurat para warga yang berpikiran aneh kepada mereka yaitu dikarenakan Keluarga Kliwon ini hidupnya nomaden alias selalu berpindah - pindah. Dan kebetulan di daerah sini mereka terbilang adalah warga pendatang baru yang belum apa - apa sudah membuat keributan.
Bagaimana tidak saat baru beberapa hari tinggal mereka sudah mendapat sebuah masalah karena tuduhan melakukan pesugihan. Hal itu disebabkan karena para warga merasa selalu kehilangan uang dan sering mendapat teror dari siluman monyet yang mencari tumbal.
Padahal aslinya mereka tidak melakukan apapun alias korban gosip pengalihan saja karena kebetulan ada kasus korupsi yang melanda perkampungan ini tanda para warga sadari.
“Kak, mereka itu selalu menganggap kita aneh lho. Ada yang bilang kita ini keluarga dukun, pengabdi setan, penyembah berhala–”
“Pelaku pesugihan, titisan jin, mata elang, debt collector, intel,” Wage menambahkan dengan suara yang dibuat - buat membuat adiknya semakin kesal.
“Kak serius,” gemasnya.
“Ya aku juga serius Ren, orang - orang di sini sering menggosipkan kita seperti itu,” balas Wage sambil tetap serius memainkan benda pipih berwarna hitam doff itu.
“Kalau tahu kayak gitu kakak jangan membuat hal enggak benar jadi benar dong. Jangan posting yang menggiring opini publik semakin menyerang kita ke arah negatif,” Rendra semakin meluap - luap, ia sebenarnya agak risi dengan pandangan orang lain terhadap keluarganya.
Bagi remaja laki - laki berbadan kurus ini, keluarganya ini tetaplah keluarga normal yang sedikit memiliki keunikan. Kedua orang tuanya yang jarang berbaur dengan tetangga dan kakaknya yang agak ekstrim kalau bertindak tidak lain dan tidak bukan hanya bentuk dari karakter saja.
“Aku ini anak normal kak, aku capek kalau kayak gini terus. Aku juga pengin punya temen enggak cuma main sendirian di rumah, “ si bungsu ini terlihat sangat sedih saat mengucapkannya.
“Ada kliwon dan kamu juga punya banyak teman kan di sekolah,” Wage akhirnya menoleh ke arah sang adik yang muram itu. Gadis ini menghampirinya sambil menarik kursi belajar yang tak jauh dari jangkauan tangannya.
“Mau adu nasib sama aku?”” tanya Wage sambil duduk menghadap ke adiknya.
Si sulung ini kemudian menjelaskan jika Rendra masih bisa dibilang beruntung karena di sekolah sedikit banyaknya ia masih bisa berbaur dengan yang lain secara alami.
Hal itu sangat berbanding jauh dengan dirinya yang memang selalu menyendiri dan dikucilkan karena kemampuannya yang bisa melihat hal - hal yang orang lain enggak bisa lihat, sebut saja dia adalah anak indigo,
Di sekolahnya orang lebih tertarik ke anak indigo itu ya hanya untuk menanyakan hal - hal receh seperti kapan ia bisa melihat hantu, apa bisa menerang masa depan, jodoh atau bahkan jawaban ujian. Sungguh menyebalkan menurut Wage karena dia ini anak indigo tanpa bakat terlalu spesial dan dia bukan seseorang dengan tipe suka melakukan hal - hal tidak bermanfaat.
Maka dari itu saat mendengar kabar - kabar nyeleneh mengenai keluarganya ia tidak terlalu peduli asal jangan sampai ada yang mencari gara - gara saja.
Pernah dulu ada orang yang menghina orang tuanya sampai menyerang fisik juga, gara - gara perbuatan tak baik dari orang - orang itu Wage memberi mereka pelajaran dengan membuat seolah - olah ada hantu yang meneror para tersangka itu.
“Nah kakak harusnya kalau enggak mau ribet makanya jangan bikin ini juga semakin ribet kak, keluarga kita ini sudah ditandai oleh warga karena kamu pernah membuat teror yang menggegerkan satu kampung, “ mendengar itu Wage hanya tersenyum saja lalu berpaling kembali ke hape yang dipegangnya.
“Aku enggak peduli,” ucapan Wage membuat adiknya semakin kesal bukan main, ia langsung bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati sang kakak.
“Kak aku ingatkan sekali lagi, jangan berbuat hal - hal aneh yang menyebabkan bahaya untuk keluarga kita,” tekan Renda setelah itu ia beranjak pergi keluar dari kamar kakaknya.
“Tadi kamu nanya kan ada apa di pohon keramat itu?” pertanyaan Wage membuat dirinya berhenti melangkah.
“Pohon itu ada penghuninya, sesosok siluman tanpa kepala dan perempuan yang bekas kerokannya sampai nembus ke depan alias sundul bolong,” ia menjawab pertanyaannya sendiri membuat Rendra menelan salivanya tiba - tiba.
“Maksud kakak sundel bolong?” tangan sang adik terlihat gemetaran, ia mengangguk.
“Mereka dalam keadaan lapar dan merasa kebetulan sekali disuguhkan hidangan meskipun enggak layak karena kurus tapi yang jelas kalau aku telat satu detik aja kamu sudah pindah alam,” papar Wage semakin membuat adiknya merasa ketakutan.
Rendra terlihat sangat syok karena tahu ini bukanlah sebuah lelucon belaka, ia tahu jika kakaknya memiliki sebuah bakat melihat mereka dan bisa berinteraksi dengan para makhluk itu kalau ia mau. Bakat kakaknya ini merupakan sebuah genetik alias turunan dari ibunya- Mausia Kliwon yang memang mempunya kemampuan yang sama hanya saja Wage belum menceritakan soal ini kecuali hanya pada adiknya seorang.
Ada alasan tersendiri kenapa ia masih merahasiakan hal ini meskipun di sekolah memang sudah banyak rumor yang beredar mengenai dirinya yang bisa melihat hal - hal yang manusia normal tidak bisa lihat.
“Jadi adikku sayang,” Wage melangkah ke adiknya sambil menempelkan kedua tangan di pipi Rendra. “Aku sedikit enggak terima kalau adik kesayanganku ini dijadikan tumbal para makhluk gaib secara random.”
Wage membelai pucuk kepala adiknya dengan tatapan penuh misteri.
“Aku punya ide yang bagus untuk membuat orang - orang yang merundung kamu jera dan menyesal telah berbuat masalah dengan keluarga Kliwon jadi–”
“Tapi kak–”
“Ssst, anak kecil enggak usah ikut campur,” kalimat terakhir Wage yang bernada pelan ini membuat perasaan Rendra semakin tidak enak.