Try new experience
with our app

INSTALL

TERKA 

Tiang Penopang

Di ruang pojok yang dingin, Rifki dan Andin masih serius mengerjakan pekerjaan. Setelah Al keluar Andin langsung memberi petuah kepada anak buah magangnya itu, Rifki sudah di anggap seperti adik sendiri. Andin yang hanya anak tunggal dari ibunya yang sekarang sedang sakit dan Ayahnya sudah meninggal, membuat Andin membutuhkan sosok pendengar keluh kesahnya setiap hari. Ketika Rifki datang 3 bulan yang lalu, ia seperti menemukan sosok saudara yang menjadi tumpuan beban hidupnya.

" Rifki,..mbak mau bilang ya, kamu tu inget pAk Al itu atasan ya..meskipun orangnya santai kita harus tetep patuhin, Karna dia yang bayar kita" jelas Andin

Rifki adalah remaja dewasa yang masih butuh bimbingan, ia berusaha belajar dari apa yg Andin contohkan.

"Ya tapi kan bu..eh mbk..itu bukan job desc kita, Ya..kalo ada bonusnya gapapa sihh. Masalahnya ni ya mbk, cari orang tu nggak gampang, kenapa juga dia gak telfon HR nya sekarang atau nunggu besok, jaman sekarang masak CEO gak punya HP" papar Rifki panjang

" Kamu ya, di bilang A Jawabnya A sampe z" kata Andin

"Ya kan aku pinter bu..Eh mbk"

“kamu ngerasa pinter ?, tau nggak orang pinter itu suka mencari, mengolah suapaya dia terlihat tidak salah, bye mbak pulang dulu!” Andin meninggalkan Rifki

Rifki terlihat meresapi apa yang disampaikan Andin, bahwa dikehidupan ini memang tidak ada yang Abenar-benar baik, bahkan hal positif pun belum tentu baik.

>>>

Di ruangannya Al sudah mempersiapkan diri untuk pulang, jas hitam yang ada di sandaran kunci ia pakai kembali. Biasanya ada yang membantunya untuk beberes sore hari, namun kali ini tidak, tidak ada sosok yang memberinya ucapan selamat sore, selamat istirahat rasanya memang sangat berbeda.

Jika dikira jatuh cinta menurut Al bukan, ia sama sekali tidak menaruh perasaan apapun ke Elsa kecuali rasa bersalahnya karena tidak pernah menanyakan apa yang sedang dirasakan orang kepercayaannya itu. Selama lima tahun sudah Elsa mengurusnya dan selama lima tahun pula ia hanya berbicara dengan Elsa tentang pekerjaan, bahkan berapa saudaranya, sampai dimana rumahnya pun Al tidak pernah tahu soal Elsa.

“Thing”

“Kak jemput aku ya, hari ini aku gak bawa mobil” pesan Michelle

“Oke”

“Aku tunggu di depan RS”

Al pun bergegas menuju rumah sakit tempat adiknya bekerja.

Setelah keluar dari pintu ruangan, Al harus melewati garis polisi yang masih tersisa dari kejadian tadi pagi. Rasa penasaran semakin menjadi-jadi ketika ia memandang langit-langit yang memiliki tiang tertidur.

“Kenapa ya papah dulu, bikin bangunan bentuknya gini jadi bisa di buat orang bunuh diri kan” cerkehnya sendiri sambil mendongak.

Tepat didepan ruangan miliknya bekerja memang memiliki struktur langit-langit yang unik. Jika di kebanyakan kantor memiliki atap yang polos, berbeda dengan kantor milik keluarga Al, terpasang tiang-tiang panjang yang diposisikan tidur di bawah atap., Al sendiri bingung siapa arsitek bangunan ini.

Lalu Al meminggalkan TKP (Tempat Kejadian Perkara), dengan laju ia menuju lift, karena ia harus segera menjemput Michelle. Angka 11 pun menyala, pintu silver itu mulai terbuka lalu pria bertampang dingin itu memasuki Lift yang ternyata Andin sudah berdiri didalam Lift itu.

“Lah!? pak Al” ujar Andin

“Kamu dari mana?” tanya Al

“Ini naik dulu ya? Saya nggak tau maaf pak”

“Nggak papa, nggak perlu minta maaf mau ke basement juga kan?” tanya Al

“Hee nggak pak, saya mau ke lobby tuh!” Andin menunjuk

Al pun salah tingkah ketika tombol G (Lobby kantor) sudah menyala, tapi ia berusaha tetap terlihat berwibawa lalu memencet tombol LG (Basement).

“Ehem, okey kamu ma…mau pulang?” tanya Al mengalihkan.

“iya dong pak kan udah sore”

“Oh!” jawab Al masih berusaha Cool

Andin pun tersenyum melihat bosnya yang salah tingakah didepan dia.

Setelah lantai demi lantai mereka lewati, yang akhirnya layar lift sudah menunjukan huruf G, artinya Andin sudah harus keluar dari Lift itu.

“Permisi pak, saya duluan ya” Pamit Andin keluar dari lift

Sekarang hanya Al yang berdiri di dalam lift sampai akhirnya layar atas muncul LG, bergegas ia keluar dan menuju mobil yang berada sekitar 3 gang tiang dari arah lift. Tiang demi tiang ia lewati, tidak ada yang aneh selama Al melangkahkan kaki, meskipun suasana basement sangat sepi hari ini, hanya ada 3 mobil tersisa.

Memasuki mobil dengan roda besar warna merah maroon.Jeepi, mobil Jeep kesayangan Al yang ia anggap sebagai pacar. Obat galau setiap hari setelaha pulang kerja adalah berkeliling dengan Jeepi, Al merasa sangat tenang dan lega ketika sudah duduk didalam Jeepi.

“Let’s go Jeepi, kita jemput El” ucap Al menyalakan mesin

Gas mulai Al injak, setir ia putar kearah keluar basement itu. Ucapan selamat sore dari tiang-tiang seperti terdengar di telinga Al, mereka seakan mengucapkan hati-hati di jalan. Meskipun hanya benda mati, mereka berdiri kokoh untuk menopang gedung ini. Betapa kagetnya Al ketika melihat satu tiang sekarang bercoret tinta merah darah, rem dengan cepat ia injak. Al segera menhentikan jeepi, dan keluar mengechek coretan apa itu.

Al orang yang bisa dibilang sedikit perfeksionis, ia rela mengeluarkan anggaran besar untuk perawatan gedungnya. Sekarang ia melihat satu tiang di gedungnya terdapat coretan tidak jelas. Al mendekat, gambar lingkaran dan satu garis seperti gambar tali.

“Apa ini?” tanyanya sendiri

Ketika melihat coretan misterius itu, tiba-tiba cahaya menusuk penglihatannya, seperti ada orang di balik tiang. Al pun melindungi mata dengan telapak, sambil sedikit mengeryit.

“WOYY! SIAPA DISITU?!!” teriak Al

Cahaya itu tiba-tiba berganti arah, dan seseorang dengan jacket hitam berlari dengan cepat meninggalkan basemant. Belum sempat Al melihat wajah sosok itu, sosok berbadan seperti laki-laki bertopi sudah lenyap dari penglihatannya.

“Siapa dia?”

“Hallo pak tolong check cctv, siapa yang baru saja keluar dari basemant!!” perintah Al dari balik telpon genggamnya.

Al pun segera masuk ke dalam mobilnya, dan melanjutkan perjalanan pulang, pikirnya El sudah menunggu lama, jika ia melanjutkan mengejar sosok misterius tadi.

>>>

“Selamat sore kakak ku yang gantueng tapi jomblo” sapa Michelle ketika memasuki mobil

“Ehm Ehm kamu nih ya, saya kakak kamu lho, berani-beraninya ngeledek” kata Al

“Yaelahh kaku amat sihh, santai aja rileksss, tarik napassss lepaskan” ucapnya El

“Woy kak pelan lagi!” lanjut El ketika Al tiba-tiba menekan Gas mobil.

“Ya kamu banyak ngomong” timpa Al dengan santai menyetir

“Eh kak, ini aku belum pake seat belt loh, tadi kalo aku gak pegangan, kepala aku benjol, mau tanggung jawab?!” oceh Michelle sambil memakai seat belt.

Al tetap dengan santai tidak meladeni ocehan adik kesayangannya. Sudah biasa ia mendengar suara adiknya yang gak berenti ketika sudah mulai berbicara.

Salah satu alasan Al belum ingin memiliki kekasih adalah ingin menjaga El. Adik satu-satunya, Michelle tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu, bahkan ketika baru lahir. Ibu Maya meninggal ketika melahirkan Michelle, membuat Al ingin menjadi tempat paling baik untuk El.

“Kak tapi aku hari ini marah sama lo” ucap El di tengan perjalanan

“Marah kenapa?”

“Heyy! Kakak gak sadar ya, aku udah nunggu lebih dari satu jam, untung ni ya aku gak jadi pesen ojek online, kalo jadi nih ya. Muter muter deh kakak” ucap El panjang

“Hah muter-muter kenapa?”

“Ya kan aku gak akan kasih tau kakak kalo aku naik ojol, biar kakak tetep ke RS, terus ternyata aku gak ada, kakak jadi muter-muter cariin aku”

“Idihh PEDE!, kalo gak ada ya tinggal balik lah ngapain cariin kamu” kata Al

“Helloww kakak Aldebaran, kamu bakalan di omelin nenek kalo aku belum pulang”

“Okeyy kakak minta maaf dehh, udah ya kamu jangan ngomong mulu. Kakak lagi fokus nyetir nih!” ucap Al

“Hee gitu duongg”

“Ya kan kamu tahu kakak kerja,baru pulang” kata Al

“Stop!gak boleh ngomong fokus nyetir”