Try new experience
with our app

INSTALL

RABU WAGE 

1. Cari Gara - Gara

“Tolong!”

“Tolong!”

“Tolong!”


Seorang remaja laki - laki berteriak meminta bantuan karena dirinya terikat di sebuah pohon sawo yang cukup besar di kebun kosong milik salah satu warga.



“Huhu, tolong!” remaja berusia sekitar lima belas tahunan itu mulai menangis karena dirinya mulai merasa ketakutan, bagaimana tidak langit sudah mulai gelap dan sampai sekarang tidak ada orang yang mau menolongnya.


SRRK! Bunyi dedaunan yang terinjak membuatnya berhenti berusaha, ada perasaan lega sekaligus khawatir menjadi satu.


Remaja tersebut menyisir pandangan di sekitarnya berharap suara itu memang berasal dari manusia yang mendekat bukan hewan apalagi hantu.


Semilir angin tiba - tiba menusuk ke pori - pori, remaja yang memakai kaos corak merah putih mirip tukang sate dengan celana pendek dan sepatu kets itu mulai merinding.


Ia begitu takut sampai kakinya semakin gemetaran, “Suara apa ya tadi?”


Jantung remaja laki - laki semakin berdegup kencang tatkala ia mendengar ada embusan angin yang bersuara masuk ke dalam indra pendengarannya, “Haa—”


“Aduh, tolong! Siapa saja tolong aku, yang penting manusia bukan makhluk lain,” lolongnya menguatkan diri sendiri.


SREK! SREK! SREK!

Kini ada suara orang yang berlarian di belakangnya, sayang sekali remaja ini tidak bisa menoleh untuk memastikan bahwa itu bukanlah sesuatu yang berbahaya. Keringat mulai bercucuran dari keningnya, ia sudah tak sanggup menebak - nebak lagi karena merasa ada sesuatu yang mulai mendekati dirinya dan meraba bagian tangan yang berada di belakang.


“Mama huhu, tolong,” remaja ini mulai tidak bisa mengendalikan diri.


“Hai kamu kenapa?” ada suara berbisik jelas membuat ia semakin bergidik.


“Ampun, ampun, aku cuma mau minta tolong saja. Jangan bunuh aku, huhu,” kini air matanya mulai mengalir tak bisa ia bendung lagi.


Namun setelah ia mengatakan hal tersebut mendadak semua menjadi hening kembali, dalam tangisnya ia kembali menengok ke kanan dan ke kiri juga melihat ke atas siapa tahu ada yang bakekok tiba - tiba. Untung saja aman.


Lututnya mulai lemas, selain menahan rasa takut karena matahari sudah tenggelam sempurna juga karena mendengar suara misterius tadi sebenarnya ia sudah ingin buang air kecil.


Ia terikat di batang pohon ini mungkin ada sekitar dua jam dengan posisi belum membuang apapun di tubuhnya sejak tengah hari.


PRETT!


“Aduh kelepasan!” spontan ia mengucapkannya karena tidak tahu kalau mau buang angin juga.


“Hmm gimana ini enggak ada yang mendengar aku, gara - gara angin tadi aku jadi mules,” celotehnya sendiri karena merasa malu sudah mengeluarkan gas metana yang sangat berbau busuk. Mungkin sisa makanan di dalam perutnya sudah sangat lama dipendam, ada mungkin sekitar tiga hari remaja tersebut belum melaksanakan panggilan alam.


“Hihihi,” tiba - tiba saja ada suara tawa yang melengking setelah remaja itu kentut.


“Aaa, ampun aku enggak sengaja. Itu mah emang udah naluri alami, emang baunya kayak ikan asin yah sampai teteh keluar dari rumah,” ucapnya sambil melihat ke arah atas, siapa tahu ada yang melayang dan memperhatikan sedari tadi.


Tiba saatnya ia menengok ke sebelah kiri, di sanalah remaja tersebut bisa melihat dengan jelas sosok perempuan berambut panjang yang membelakanginya.


“Aa–” ia kembali berteriak sekencangnya karena kaget, sedangkan perempuan itu langsung berbalik ke arahnya.

HAP! Mulut remaja tersebut langsung disumpal menggunakan buah sawo matang yang dibawa perempuan tersebut 


“Berisik kamu ya, dari tadi teriak - teriak terus,” bentak perempuan ini. Si remaja ini akhirnya bisa bernapas lega karena ternyata yang muncul adalah kakak perempuannya.


“Hahap ahu ehhak sehaha hahis ahu hahet,” ucapnya dengan tidak jelas karena mulutnya penuh dengan buah berwarna coklat itu.


Kakak perempuannya langsung berjalan ke arahnya dan memotong tali yang mengikat tubuh sang adik.


“Terima kasih kak,” ucap remaja tersebut setelah melepas buah yang menyumpal mulutnya.


Kakak perempuannya tidak membalas ia terus menatap wajah sang adik seakan sedang menodongkan pisau agar ia segera menceritakan segala hal yang terjadi yang menyebabkan dirinya terikat di pohon besar ini.


Si remaja sudah sangat kenal karakter kakaknya yang dingin mirip kulkas enam pintu dan tatapan tajam setajam mulut netizen itu akan sangat kepo dan segera bertindak tegas jika ada yang mengusik keluarganya.


Awalnya remaja tersebut tidak mau bercerita karena takut kakaknya akan kebablasan tapi daripada ia yang dibunuh lebih dulu lebih baik dia pun bercerita.


***


Dua jam sebelumnya remaja tersebut sedang berjalan menuju rumahnya yang berada di ujung kampung karena ia baru memborong lato - lato di toko Koh Amsyong yang ada di pusat kampung.


Perjalanan si remaja terjeda karena ada beberapa teman laki - laki seumuran yang mencegat dirinya di jalan.


“Heh, mau ke mana lu?” tanya remaja yang tubuhnya lebih tinggi dari dirinya.


“Ma-mau pulang,” jawabnya gemetar.


“Pulang? Ngapain lu pulang sekarang,” cecarnya. “Itu apa yang lu bawa,” lanjutnya sambil menunjuk kantong kresek hitam yang dipegang si remaja dari tadi.


“I-ini lato - lato.”


Remaja yang bertubuh tinggi ini tertawa meremehkan begitu juga ketiga temannya yang datang bersama tadi.


“Haha, anak kayak lu main lato - lato. Enggak pantes!” tegasnya sambil mendorong bahu orang yang sedang dibulinya.


“Gua jamin jangankan seimbang dan bikin nada paling indah sekampung, pegang aja elu kagak bisa.”


“Kata siapa? Aku bisa kok main ini tapi aku beli bukan buat dimainin sih,” balasnya sedikit memberanikan diri walau masih sedikit takut.


“Halah, bisa gua tebak lu mau bikin bakso lato - lato ya. Kan keluarga lu terkenal aneh di kampung ini,” timpal salah satu teman si pembuli itu.


Remaja ini meremas tangannya sendiri karena menahan rasa marah tapi sayang keempat temannya ini malah menarik tubuhnya dengan kuat ke arah kebun yang tak jauh dari mereka berada.


“Eh kalian mau apa, lepas,” rintihnya sambil berontak karena dua temannya ini begitu kencang menarik tubuhnya yang sedikit kurus ini.


“Enggak usah berisik, anak cowok kok bawel. Emang mulut lu ada dua, kagak kan?” 


“Lepasin, aku mau dibawa ke mana?” ia terus berteriak memohon kepada teman - temannya supaya berhenti. Namun apalah daya tenaga mereka lebih besar ia tidak bisa bergerak terlalu banyak saking kencangnya tarikan mereka yang terus berjalan sampai ke tengah - tengah kebun.


Tak lama kemudian dua temannya mendorong remaja tersebut ke arah pohon yang paling besar di kebun ini, dua sisanya mengambil tali yang memang kebetulan ada tergeletak tak jauh dari salah satu pohon di sana.


“Eh kalian mau apa?”


“Berisik lu, bisa diem enggak sih!” bentak si ketua geng saat membelit tubuh si remaja menggunakan tali yang ditemukannya. 


Setelah cukup kencang ia langsung mengikat dan meninggalkan remaja tadi sendirian tanpa kejelasan maksud dari perbuatan mereka.


“Hey mau ke mana? Jangan tinggalin aku, nanti kakak aku nyariin,” teriaknya.


Si ketua geng berbalik lalu berkata, “Bodo amat itu sih derita lu.” 

Ia dan teman - temannya begitu puas melihat tubuh kurus itu terikat di pohon lalu segera pergi meninggalkannya daripada nanti ia meracau tidak jelas lagi.


“Hey awas ya, kalian jangan cari - cari sama keluarga Kliwon!” teriak si remaja saat punggung teman - temannya sudah jauh.