Contents
My Husband My Enemy
5. Jebakan Al
Andin sudah tidak tahu lagi harus bagaimana dia bersikap saat ini. Pasalnya, atas paksaan dari ayah dan ibunya, kini Andin berakhir di kafe milik Aldebaran. Di sebuah meja yang privasinya lebih mantap daripada meja yang lain. Bersama espresso, cheese cake, dan Aldebaran yang tampak begitu tenang mulai duduk di hadapan Andin dan kedua orang tuanya.
"Jadi, kamu Aldebaran?" tanya Papa Surya, mengedikkan dagu pada Aldebaran.
Aldebaran, dengan senyum yang sialnya sangat manis, mengangguk ringan. "Ya. Saya Aldebaran," jawab Aldebaran tenang.
"Kamu menjalin hubungan dengan anak saya Andin?" Papa Surya bertanya kembali tanpa basa-basi.
Aldebaran seketika menatap Andin. Yang ditatap langsung menggeleng, memberi Aldebaran pertanda untuk mengatakan penyangkalan atas tuduhan yang dilayangkan oleh ayahnya. Namun sayangnya, setelah Andin berusaha keras memberikan kode, Aldebaran justru membuang pandang dan kembali menatap Papa Surya. Entah mengapa, Andin merasakan firasat yang buruk.
"Ehm, apakah mungkin terjadi sesuatu sampai Anda bertanya demikian, Pak?" Aldebaran menjawab dengan senyuman ramah. Membuat Andin semakin ketar-ketir.
"Tentu saja! Saya dengar, Andin tidur di apartemen kamu semalam. Benar?" Mama Sarah menyerobot dengan nada agak melengking tinggi.
"Ma, tenang." Papa Surya menarik pelan Mama Sarah. Berusaha untuk menenangkan istrinya tersebut.
"Gimana bisa tenang, sih, Pa? Anak gadis kita ini, lho. Dia tidur di apartemen cowok! Terus tadi mual-mual. Apa Mama gak boleh khawatir dan marah?" decak Mama Sarah, terdengar menahan emosi.
Sementara itu, Aldebaran menatap Andin yang sudah pasrah. Hanya diam sambil menunduk dan memejamkan matanya menahan rasa malu. Aldebaran seketika mendapatkan ide, sehingga senyuman kecil muncul di bibir lelaki itu.
"Saya akan tanggung jawab."
Aldebaran tiba-tiba saja nyeletuk demikian. Membuat Mama Sarah dan Papa Surya langsung mengangkat wajah menatapnya. Keduanya terkejut. Namun sain mereka, tentu saja Andin yang paling terkejut dan tak habis pikir.
"Tanggung jawab buat apa?!" pekik Andin. Kedua matanya membulat.
"Saya akan menikahi Andin," lanjut Aldebaran, tidak menghiraukan Andin sama sekali.
"Lho? Lo gila, ya?!" Andin berdiri sambil menggebrak meja sampai espresso miliknya tumpah setengah. "Nikah? Nikah gimana maksudnya? Gue sama lo, gitu?"
Aldebaran lagi-lagi tersenyum lebar lalu mengangguk, membuat Andin semakin syok bukan main. "Benar. Kita berdua, nikah."
"Dasar sinting!" teriak Andin tak habis pikir.
Papa Surya langsung menarik Andin untuk kembali duduk. Pun dengan Mama Sarah. Papa Surya benar-benar sangat lelah menghadapi anak dan istrinya yang bar-bar.
"Kamu kenapa, sih? Al mau tanggung jawab, lho. Dia berniat baik mau nikahin kamu. Kenapa kamu malah ngamuk?" tanya Papa Surya pelan.
Andin mengerucutkan bibirnya. "Kita nggak punya hubungan apa-apa, Pa! Kita juga nggak ngelakuin apa-apa. Terus kenapa kita harus nikah? Kenapa Andin harus nikah sama cowok modelan jamet kayak dia? Nggak! Gak mau!" cerocos Andin.
Aldebaran yang awalnya hanya tersenyum puas mendengar Andin merengek, langsung memasang wajah sebal saat mendengar Andin memanggilnya jamet. Memang benar-benar gadis itu! Mana ada jamet seganteng dirinya, batin Aldebaran. Padahal nih, banyak perempuan yang memuji Al mirip salah satu aktor FTV, Arya Saloka. Lah, Andin tanpa berperasaan memanggilnya jamet. Al tidak terima hal itu.
"Andin!" decak Mama Sarah, memperingatkan Andin yang kata-katanya sudah keterlaluan.
"Saya bicara dengan orang tua saya dulu nanti, Ma, Pa," gumam Aldebaran dengan senyuman lebar, menengahi kegaduhan yang terjadi. Dan celetukannya itu embuat Andin semakin tak habis pikir. Aldebaran bahkan memanggil Mama dan Papa pada kedua orang tuanya! Apakah lelaki tersebut memang benar-benar gila?! pikir Andin.
"Al, lo bener-bener sakit jiwa, ya?" Andin meraih gelas miliknya dan nyaris saja melemparkan benda itu jika saja ayahnya tidak menahan.
"Andin, hei! Tenang. Tenang. Okay?" Papa Surya menahan bahu Andin. Jika tidak, bisa-bisa Andin akan sungguh melemparkan benda itu.
"Tapi, Pa ...."
Aldebaran tiba-tiba berdiri dan menghampiri Andin. Lalu lelaki itu meraih tangan Andin dan ... memeluknya. Iya, memeluk! Andin sampai hanya berdiri kaku. Benar-benar tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Tenang, Sayang. Aku tahu ini terlalu mendadak buat kamu. Aku minta maaf," gumam Aldebaran. Suaranya cukup keras sehingga mampu didengar oleh Papa Surya dan Mama Sarah.
Sejenak, Andin merasa bahwa dirinya baru saja diajak terbang. Pelukan Aldebaran, kata-kata lembutnya, serta panggilan sayang. Namun beberapa sekon dari itu, "Gimana akting saya? Bagus, kan? Jadi, kenapa kamu nggak ambil penawaran yang sebelumnya saya kasih?" bisik Aldebaran tepat di telinga Andin. Membuat Andin benar-benar meradang setelahnya. Dia telah masuk ke dalam jebakan pria bernama Aldebaran tersebut.
***