Try new experience
with our app

INSTALL

Dear Grey 

Tingkah Si Bayi yang Sukar Ditebak

"BYUUR!! "

Pak Beni baru saja mendorong pintu kelas 11.IPA.1 yang sedikit tertutup  dan melangkah masuk  saat seember air dengan gemilang mengguyur tubuhnya.

Tak ayal lagi, seragam Pak Guru malang itu, buku - buku yang dibawanya, semua habis bayah kuyup. Tak ada siswa yang berani mentertawakan kejadian itu. Kelas itu sunyi bagai mati. Tapi mereka sembunyi - sembunyi melirik pada satu orang yang sedang setengah mati menahan tawanya. Grey Fernanda Adinegoro.

"Siapa yang sudah melakukan ini?!" Terdengar pertanyaan Pak Beni menggelegar.

 Sunyi.

"Sekali lagi saya tanya, siapa?!"

Kelas tetap sunyi, tak ada yang berani berkutik.

"Baik, jika tidak ada yang mengaku, saya akan laporkan pada Kepala Sekolah, agar seluruh siswa 11.IPA.1 diberi hukuman," ancam Pak Beni, sambil bergerak keluar kelas.

Seluruh siswa kelas 11.IPA.1 itu serentak memandang pada Grey, sudah pasti, karena tak ada yang rela terkena hukuman, hanya karena ulah satu orang kan? Sementara Grey yang dipandang, justru menyembur tawanya, tak sanggup ditahan lagi, pemuda itu akhirnya sampai terbungkuk - bungkuk karena tertawa, bahkan saat Pak Beni dengan raut wajah sangat murka datang mendekatinya, Grey masih tertawa. 

"Kamu! Ka - kamu..!" Pak Beni sampai kehilangan celah untuk memarahi, karena pemuda itu tertawa tanpa jeda.

Rosaline hanya bisa tercengang menyaksikannya, Grey ini lagi kesambet ato gimana? Setelah apa yang dilakukannya di kantin dengan gue, setelah percakapan itu, Grey terlihat sangat gusar, tapi kok sekarang bisa jadi jail gini? Ketawa - ketawa kayak lagi happy banget, gak ada beban. Ppffh...Cepat banget mood Grey berubah?

"Grey Fernanda Adinegoro!! " akhirnya meletus bentakan Pak Beni. "Ikut saya ke ruang Kepala Sekolah!"

Grey tak menjawab, masih saja tertawa. Baru setelah Pak Guru itu menggebrak meja, pemuda itu terlonjak kaget dan berhenti tertawa. Tapi raut wajahnya seperti mengejek, menengadah dari tempat duduknya, menatap Pak Beni.

"No problem!" Grey berkata ringan, sambil masih sesekali tertawa, pemuda itu mengikuti Pak Beni keluar kelas.

"Tuh anak emang sakit!" Sembur Sheila setelah Pak Beni dan Grey  tak nampak lagi dari pandangan. Siswa - siswi kelas 11 IPA.1 yang lain juga seperti baru punya nyali untuk bicara, langsung heboh membicarakan Grey.

"Iya, berani bener ngerjain Pak Beni," Tika ikut berkomentar. Sementara Rosaline hanya bisa menghela napas menanggapinya.

*****

ROSALINE baru kembali dari toilet saat berpapasan dengan Grey yang berjalan keluar dari ruang Kepala Sekolah. Sedangkan Pak Beni tidak terlihat bersama Grey. Mungkin Pak Guru itu pulang untuk mengganti bajunya yang basah akibat ulah Grey.

"Hi, Princess, where are you goin'?" Sapa Grey sambil mengiringi Rosaline, seperti lupa dengan percakapan mereka yang tidak menyenangkan saat di kantin.

"Ke kelas," 

"Ehm sekarang lo resmi jadi pacar gue kan?" 

"Hah?" 

"Gue udah bilang ke Pak Kepsek,"

Rosaline langsung berhenti berjalan, menoleh pada Grey. 

"Bilang apa?"

"Yah soal Danni. Dijamin dia besok bakal bisa masuk sekolah lagi," sahut Grey sambil tersenyum.

"Ta - tapi...,"

"Dan lo jadi pacar gue kan?"

"Gue belom bilang setuju, Grey,"

Grey hanya mengangkat bahu.

"Gue gak mau tau, pokoknya gue udah ngelakuin sesuai permintaan lo,"

"Grey! Gak bisa gitu juga kale!" Rosaline mendelik kesal, tidak mengira Grey ternyata memenuhi permintaannya tentang pembatalan hukuman skorsing Danni, tapi ya tidak begini juga caranya, bagaimana mungkin Grey sudah bertindak sendiri tanpa persetujuannya?  

"Oh ya, lo juga jangan takut Danni bakal gangguin kita, karena gue juga udah minta Pak Kepsek mindahin Danni ke kelas sebelah!"

"Apa?!" Rosaline terhenyak. " Lo mindahin Danni?"

"Iya, gak apa kan?"

Plaaak!! 

Saking kesalnya Rosaline, hingga gadis itu tak dapat menahan tangannya untuk tidak menampar Grey, membuat mata hazel pemuda itu mendelik lebar karena sangat terkejut. 

"Lo..Lo nampar gue?"

Grey terpana, seolah tak percaya sahabat masa kecilnya,  sudah begitu berani menamparnya.

"Mentang - mentang lo punya power, lo pikir lo bisa seenaknya ngatur - ngatur??!" Sembur Rosaline begitu gusar. "Lo jahat banget, Grey!"

"Rosaline!" Sia - sia Grey memanggil, karena Rosaline sudah pergi meninggalkan pemuda itu dengan penuh kemarahan. "Aduuh..Kepala gue..,"

Tadinya Rosaline tak peduli dengan suara rintihan Grey, emosi sudah memenuhi hatinya, hingga gadis itu tetap meneruskan langkah. Bodo amat! Begitu pikirnya. Tapi saat Rosaline mendengar teriakan beberapa siswa yang juga melintas di koridor itu, baru Rosaline terusik untuk menoleh ke belakang. 

"Grey??!" Rosaline mendekap mulutnya, terperangah, menyaksikan Grey ternyata sudah ambruk ke lantai koridor sekolah. Beberapa siswa tampak sudah berjongkok, memeriksa Grey.

"Hey, tolongin dia!"

"Kayaknya dia  pingsan,"

"Ayo bawa ke UKS!"

 "Grey?" Rosaline tergesa mengiringi siswa - siswa yang menggendong Grey ke UKS. Ya Tuhan, Grey kenapa? Kok dia tiba - tiba jatuh pingsan? Sedang sakitkah dia? Salahkah gue menampar Grey? 

Karena begitu khawatir akan kondisi Grey, Rosaline menunggui pemuda itu di UKS, secara jam pelajaran Bahasa Indonesia juga kosong, karena Pak Beni pulang.

Rosaline menghela napas, amarahnya seketika mereda berganti dengan rasa iba melihat wajah Grey yang tampak begitu pucat bagai tak berdarah, dan tubuh pemuda itu terasa begitu dingin saat Rosaline menyentuhnya. 

Dari di kantin saat jam istirahat tadi, gue udah liat kondisi Grey gak bagus, Ya Tuhan, sakit apa sebetulnya Grey? Luka di pergelangan tangannya, di wajahnya... Kok seperti luka karena....

"Uukh," Grey terdengar merintih. "Kepala gue..,"

"Grey? Lo baik - baik aja?"  Rosaline sedikit lega melihat Grey akhirnya siuman.  "Syukurlah lo udah siuman,"

"Gu - gue di mana?"

"Tenang aja, lo di UKS," tawar Rosaline sambil membantu Grey duduk. "Ini gue buatin teh hangat buat lo, biar badan lo enak,"

"Thanks,"

"Lo kenapa, Grey? Perlu gue telepon Bodyguard lo?"

"Gak usah, I am fine, mungkin gue cuma kecapean aja,"

"Cuma kecapean? Jangan bohong, Grey, gue tau lo gak baik - baik aja,"

Grey memandang Rosaline dengan mata hazelnya, ekspresi wajah pemuda itu sangat sukar ditebak maknanya.

"Lo..Lo marah ama gue?" Bukannya menanggapi kata - kata Rosaline, justru pertanyaan itu yang meluncur dari mulut Grey.

Rosaline terjengah mendengarnya, sesaat gadis itu bingung hendak menjawab bagaimana. Dia memang marah karena Grey sudah bertindak sesukanya, tapi di sisi lain dia merasa begitu khawatir pada kondisi sahabatnya itu.

"Are you?" Grey  seperti menuntut jawaban Rosaline.

"Kita gak usah ngomongin itu sekarang, ok? Sekarang minum dulu teh hangat lo," Rosaline berkilah, menyodorkan gelas teh itu ke depan Grey. Tapi Grey hanya memandangi saja tanpa reaksi.

"Gue gak suka teh biasa, can I have a glass of lemon tea?"

"Haa??"

"Please?"

Rosaline terbelalak memandang Grey. Nih anak  sakit kok minta Lemon Tea sih? Tapi karena kasihan melihat raut wajah memelas Grey, akhirnya gadis itu berlari ke kantin untuk memesan Lemon Tea.

"Ini Lemon Tea - nya," Sia - sia Rosaline berkata begitu, karena saat kembali ke ruang UKS, ternyata tempat tidur Grey sudah kosong. "Yah elah, kemana si Bayi?"

"Waktu lo ke kantin, dia juga pergi," kata salah seorang siswi anggota PMR yang sedang piket di ruang UKS, memberitau Rosaline. 

"Kenapa gak lo cegah dia?" 

Siswi itu hanya mengangkat bahu. Rosaline mengeluh, kemana Grey? Kok tiba - tiba pergi? Apa dia balik ke kelas yak? 

Tapi, Grey ternyata tidak ada di kelas. Bahkan saat pelajaran berikutnya dimulai, Grey tetap tidak muncul. Hal itu membuat perasaan Rosaline, entah kenapa, tiba - tiba merasa tak enak. Apakah Grey pulang? Tapi kenapa? Bukannya tadi dia minta Lemon Tea ke gue, kok maen langsung ngilang gitu? Rosaline menggigit bibir bawahnya, mau tak mau merasa galau juga.

Saat bell pulang sekolah berbunyi, gadis itu mengutak - atik handphone  - nya berusaha mencari nomor Grey yang diblokir Danni tempo hari. Duh semoga masih ada, gue kok jadi risau gini yak? Gue harus nelepon si Grey, paling tidak biar tau sikon dia, baik - baik aja ato gimana.

"Eh, gak pulang lo?" Tegur Sheila, sahabat Rosaline. "Mo nginep di kelas?"

"Ih, tungguin kenapa," rutuk Rosaline, sambil masih menatap layar handphone - nya. 

"Lagi mo nelelpon sapa sih?"

"Gak, ini gue mo buka blokiran nomor HP, gimana ya?" Rosaline menyodorkan handphone - nya pada Sheila, dia tau sahabatnya itu pakar IT, maksudnya serba tau jika ditanya soal handphone.

"Hmm, biar gue liat dulu ya?" Sheila mengerutkan kening, memperhatikan handphone Rosaline, jemarinya kemudian bergerak lincah scrolling di atas layar handphone android itu. Tapi sebelum Sheila selesai, sebuah jeritan histeris membuat dua sahabat itu tersentak kaget.

"Eh siapa yang jerit - jeritan gitu?" 

"Yuk kita liat!" Sheila menarik tangan Rosaline, keduanya bergegas keluar kelas. 

Ternyata sejauh mata mereka memandang, siswa - siswi SMA Dewantara, hampir semua sedang berhamburan berlari menuju bangunan kelas bertingkat tiga, yang berada dekat lapangan basket. Rosaline dan Sheila melihat Tika sudah berada  di tengah kerumunan siswa, melambai  ke arah mereka.

"Ada apa ya?" Tanya Rosaline.

"I - itu ada siswa yang mau bunuh diri...," tunjuk Tika tergagap  membuat Rosaline dan Sheila serentak  mendongak ke arah  rooftop bangunan kelas bertingkat tiga, yang ditunjuk Tika.

"Grey?!!"  Rosaline langsung pucat - pasi. "Ap - Apa yang  dilakukannya?"

Bagai berhenti berdetak jantung Rosaline, karena tiba - tiba dipaksa harus menyaksikan pemandangan horror, Grey sahabatnya berdiri canggung di pinggiran rooftop, dengan kedua tangan merentang ke samping, seperti hendak terbang ke bawah, sikapnya terlihat begitu depresi. Ya Tuhan, tolong beri penjelasan pada semua ini, Rosaline menggigil, lemas, apa yang sebetulnya terjadi dengan Grey? Empat tahun mereka tidak bertemu, kenapa sekarang Grey jadi begitu rapuh? Kemana Grey yang dulu gue kenal, yang ceria, yang kuat..