Try new experience
with our app

INSTALL

(TAMAT) A Movie In Our Story 

Prolog

Sepasang mata biru tergugu. Sekalipun di sampingnya ada lelaki yang selalu setia menemani tanpa diminta, hatinya bergeming seakan tak ingin peduli. Memorinya terhisap pada kejadian yang tak pernah dilupakan. Paris, musik, dan dua lelaki di dekat yang selalu menyayanginya…

Mungkin, kalau dulu dia lebih bisa menakar diri, pada siapa hatinya akan memilih, kejadian menyakitkan itu tidak akan terus masuk ke lorong ingatannya sampai hari ini.

Sementara di sisi yang lain, pemilik sepasang mata sipit dengan segudang kesibukan menyempitkan hari, tak kalah pelik ketika memorinya tak ingin meninggalkan jejak yang terjadi di masa lalu. Sedikit pun, perasaan itu tidak boleh menguap. Di saat dia terlambat menyebutkan cinta, sampai akhirnya dihadapkan pada arti kehilangan. Lelaki yang hanya satu-satunya tertulis di hati, tanpa peduli pada lelaki lain yang berusaha mendekati.

Perasaan itu selalu membuatnya nyaman untuk membangun ruang privasi sendiri, tanpa perlu orang lain menguak tempatnya menyepi. Akan repot jika ada orang yang bertanya dan akhirnya tahu rahasia itu. Karena mungkin bagi logika yang lain, perasaan itu terlalu aneh untuk melulu diingat. Lebih baik dilupakan, dan segera menemukan yang baru untuk dicintai.

Berbeda cerita pada pemilik sepasang mata bulat yang masih terjebak apa artinya antara mengagumi dan mencintai. Baginya, cinta itu soal masa depan. Karena lelaki yang disukainya terlihat ada di sana, menyejukkan hatinya begitu ia melihat. Sama seperti kriteria lelaki yang begitu diidam-idamkannya. Tapi, cerita cintanya tak jadi indah, ketika lelaki itu justru menjauh dan lebih bersikap hangat pada temannya dibanding pada ia sendiri. Cahaya indah yang biasa dilihatnya di sana, perlahan memudar. Membuatnya bimbang untuk meneruskan perasaan yang sudah terlanjur jauh, atau justru merelakan. Yang jelas, keduanya akan membuat ia sakit…