Try new experience
with our app

INSTALL

Misteri kelas IPA 

6. Kesurupan

Melihat yang terjadi pada Michelle, Rara dan Tasya berlari ke luar meminta pertolongan. Namun tak ada satupun yang mau menolongnya, semuanya terlalu takut.


Guru-guru berlarian menghampiri Michelle dan terkejut melihat tubuh Michelle yang masih melayang di udara sambil menjerit-jerit dengan mata melotot dan tangan kakinya masih dalam posisi merentang.


"Michelle istigfar." Teriak guru laki-laki yang biasa mengajar pelajaran PAI. Kemudian dia membacakan surat Al-fatihah dan beberapa surat pendek juga ayat kursi.


Namun Michelle malah semakin mengamuk. Dia turun ke lantai lalu mencekik Rara yang kebetulan berada di dekatnya.


Semua yang melihat mencoba melepaskan tangan Michelle dari leher Rara tapi tenaga Michelle sangat kuat sekali hingga beberapa guru pun tak sanggup melepaskannya.


Semua histeris karena Rara sudah terlihat kehabisan nafas namun tiba-tiba Rifki datang menghampiri Michelle dan seketika Michelle langsung melepaskan tangannya dan menjauhi Rifki.


"Ra, loe ga pa pa?" Tanya Tasya yang langsung menghampiri Rara yang terjatuh sambil memegangi lehernya.


Rara hanya menggeleng pelan dan terbatuk batuk lalu menangis ketakutan sambil memeluk Tasya.


Sementara itu Michelle teriak histeris dengan posisi berjongkok dan kedua tangan menutup masing-masing telinganya saat Rifki berbicara sambil menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya.


Rifki ikut berjongkok di samping Michelle dan membisikan sesuatu ke telinganya. Setelah itu Michelle terkulai lemah dan pingsan.


Semuanya panik dan dengan segera Rifki membawa Michelle ke ruang UKS yang diikuti oleh Rara dan Tasya juga beberapa perwakilan guru.


"Untuk yang lainnya masuk ke kelas dan belajar seperti biasa." Teriak pak Togar kepada teman sekelas Michelle yang semuanya berada di luar kelas.


"Tapi pak, kita takut." Sahut salah satu siswa perempuan.


"Iya pak setannya pasti masih di dalem." Tambah Aldino.


"Jangan banyak alasan, masuk sekarang atau kalian hormat ke tiang bendera di lapangan." Tegas pak Togar sambil pergi menyusul guru lainnya ke ruang UKS.


"Ahh gara-gara si Michelle." Keluh Nadia.


"Ya udah lah dari pada di hukum." Ardi pasrah dan masuk ke dalam kelas yang diikuti oleh yang lainnya.


Pelajaranpun kembali di mulai namun Michelle, Rara dan Tasya masih di ruang UKS.


Michelle yang belum sadarkan diri masih dalam perawatan tim medis begitupun Rara yang terlihat masih shock di temani oleh Tasya dan seorang psikolog karena takut mengganggu mentalnya akibat kejadian tersebut.


Sedangkan Rifki di suruh oleh pak Togar untuk menemani Michelle hingga dia sadarkan diri karena dikhawatirkan kejadian barusan akan terulang kembali.


Beberapa saat kemudian Michelle membuka matanya perlahan sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Rifki pun berteriak memanggil kembali tim medis.


Satu dokter di temani dua suster berlari menghampiri Michelle dan segera memeriksa nya kembali.


"Apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanya Dokter.


"Kepala saya sedikit sakit dok." Jawab Michelle sambil meringis memegangi kepalanya.


"Iya baik." Dokter itu mengangguk sambil menuliskan sesuatu di secarik kertas kemudian memberikan kertas itu kepada salab satu suster. "Sus, tolong ambilin obat ini ya."


"Baik dok." Salah satu suster pergi ke ruang obat.


"Nanti obatnya diminum trus istirahat dulu aja sampai sakit di kepalanya agak mendingan. Nanti Rifki yang akan nganterin kamu pulang." Ucap dokter.


"Kenapa saya dok?" Rifki yang sedang duduk di kursi samping tempat tidur Michelle sambil membaca buku terkejut hingga berdiri dan sedikit berteriak.


"Tadi pesan pak Togar seperti itu." Dokter itu tersenyum ke arah Rifki. "Ya udah saya tinggal dulu ya. Nanti suster yang tadi bawain obatnya. Yu sus." Dokter itu pun pergi bersama suster yang satu lagi.


Rifki kembali duduk di kursi dengan kesal lalu datang kembali suster dengan membawa obat yang diresepkan dokter tadi.


Michelle pun meminum obat kemudian kembali berbaring dan suster itu pergi keluar lagi.


"Kenapa loe ada disini?" Tanya Michelle merasa aneh karena yang menunggunya bukan Rara atau Tasya melainkan orang yang saat ini paling ia benci. Rifki.


"Disuruh pak Togar." Jawab Rifki ketus.


"Temen-temen gue?" Michelle bertanya kembali sambil melihat sekeliling.


"Mereka takut sama loe." Rifki menatap Michelle tajam.


"Takut?" Michelle merasa aneh mendengar pernyataan Rifki.


"Loe ga inget tadi hampir buat temen loe kehabisan nafas." Rifki menghampiri Michelle yang sedang berbaring di tempat tidur dan mendekatkan wajahnya ke wajah Michelle.


"Maksudnya?" Michelle memundurkan wajahnya dan bertanya pelan.


"Loe tadi cekik Rara. Sekarang dia masih di periksa psikolog karena masih shock." Rifki berjalan ke arah jendela.


"Apa? Gue cekik Rara?" Michelle berusaha mengingat kejadian barusan yang telah menimpanya.


Tapi dia hanya mengingat kalau dia melihat sosok hantu perempuan sekolah yang menyeramkan. Hantu tersebut menghampirinya sambil menyeringai dan setelah itu dia seolah berada di ruangan yang gelap dan tidak ada siapa-siapa.


Seperti dalam mimpi semalam, dia merasa sesak dan pusing kemudian tak sadarkan diri.


"Loe hampir bunuh temen loe sendiri." Rifki menggeleng-gelengkan kepalanya.


"Gue, gue ..." Michelle merasa shock kemudian menangis.


"Hey hey, jangan nangis disini." Rifki kembali menghampiri Michelle dan memegang kedua bahunya.


Tapi bukannya berhenti, tangisan Michelle malah makin keras.


"Sssttt." Rifki menutup mulutnya dengan jari telunjuk memgisyaratkan agar Michelle diam. "Nanti orang denger nyangkanya loe di apa apain gue lagi." Rifki terlihat panik.


"Tapi gue ga niat bunuh koq." Michelle mencoba menghentikan tangisnya.


"Iya gue tau." Rifki menjauhkan tangannya dari bahu Michelle. "Sebenernya tadi loe liat apa di kelas sampai bisa seperti itu?" Tanyanya.


Michelle menceritakan bagaimana dia bisa tak sadarkan diri termasuk menceritakan kejadian semalam.


"Eliza, gue tau itu pasti elo." Gumam Rifki yang terdengar samar-samar oleh Michelle.


"Apa? Loe ngomong apa?" Tanya Michelle yang mengagetkan Rifki.


"Nggak, gue ga ngomong apa-apa koq." Elak Rifki.


"Tapi tadi gue denger loe ngomong sesuatu deh."


"Perasaan loe aja kali."


Tiba-tiba pak Togar dan Bu Eri yang seorang psikolog di sekolah masuk menghampiri Michelle dan Rifki.


"Gimana keadaannya Michelle?" Tanya Bu Eri.


"Baik bu, mendingan alhamdulillah." Jawab Michelle.


"Emm alhamdulillah kalo gitu. Tadi di kelas Michelle ngelamun ya?" Tanyanya lagi sambil tersenyum kemudian duduk di kasur samping Michelle.


Michelle menengok ke arah Rifki dan Rifki memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya agar Michelle tidak menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.


"I-iya bu." Jawab Michelle pelan.


"Boleh saya tau Michelle lagi mikirin apa sampai ngelamun gitu?"


'Aduh gue harus ngomong apa?' Gerutu Michelle dalam hati.


"Kalau ga bisa cerita juga ga pa pa, kalau gitu saya keluar dulu ya. Nanti kita ketemu lagi. Ayo pak Togar. Biarkan Michelle istirahat." Bu Eri mengajak pak Togar keluar dari ruangan.


"Rifki, anterin Michelle pulang." Ucap pak Togar sebelum keluar meninggalkan mereka berdua.


"Iya pak." Jawab Rifki.


***