Contents
Aldebaran, My Love - The Sequel
Chapter 4
Perjalanan menuju tempat tinggal sepupunya diselimuti dengan keheningan yang suram. Setelah mereka turun dari mobil, Andin menatap rumah berlantai dua yang asri tersebut dengan perasaan gugup. Baru seminggu yang lalu dia meninggalkan rumah itu dengan hati yang kalut. Kata-kata sepupunya kembali terngiang-ngiang dibenaknya.
Wanita murahan.
Pengkhianat terkutuk.
Dan kata-kata makian lain yang tidak kalah menyakitkan.
Dengan menahan napas, Andin menunggu seseorang membukakan pintu setelah Aldebaran membunyikan bel. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan Andin dapat melihat ekspresi terkejut melintas di wajah sepupunya yang cantik saat melihat Andin dan Aldebaran berdiri dihadapannya sebelum ekpresinya berubah menjadi seringai jahat.
“Wah, kebetulan sekali kalian ada disini,” sapanya ceria dan Andin mengerjap bingung melihat tingkah sepupunya yang tampak senang melihat mereka ada disana. “Sebentar lagi akan datang tamu yang pasti senang sekali bertemu kalian disini,” lanjutnya, matanya berkilau jahat.
“Siapa yang datang, Na?”
Terdengar suara Tante Sarah dari dalam rumah.
“Andin dan suaminya, Ma!” jawab Dayana, sengaja menekankan kata suami.
“Suaminya?” tanya Tante Sarah bingung.
Andin memejamkan matanya, berusaha menguatkan hatinya dan meredam rasa bersalahnya. Tante Sarah tidak tahu apa-apa tentang rencana balas dendam Dayana maupun tentang pernikahan Andin dengan Aldebaran. Namun, sama seperti Dayana, Tante Sarah juga membenci Aldebaran karena meninggalkan Dayana dan menyalahkannya atas kecelakaan yang menimpa putri semata wayangnya itu. Ditambah dengan kematian suaminya setahun yang lalu, rasa benci itu semakin membara.
Tante Sarah memasuki ruang tamu dan berdiri di depan pintu, tepat dibelakang Dayana yang sedang duduk di atas kursi rodanya. Dia berdiri mematung beberapa saat ketika melihat Aldebaran. Tidak butuh waktu lama bagi Tante Sarah untuk pulih dari kekagetannya dan bergerak melewati Dayana untuk menampar wajah Al dengan sangat keras.
"Berani-beraninya kamu datang kesini setelah apa yang kamu lakukan pada anak saya!" teriaknya histeris.
Andin memekik kaget dan berlari menghampiri Tante Sarah.
"Tenang Tante, please ..." pinta Andin sambil memeluk lengan Tante Sarah. "Aku yang ngajak Mas Al kesini buat bicara dengan Mbak Dayana. Mas Al ga tau apa-apa tentang kecelakaan itu!" Andin menjelaskan.
"Ada apa ini sebenarnya?" teriak Tante Sarah.
"Tante, kita masuk dulu ya." bujuk Andin. "Kita bicarakan ini baik-baik."
Andin menuntun Tante Sarah duduk di sofa ruang tamu. Mereka semua masuk ke ruang tamu dan ketika pintu tertutup, Aldebaran yang sedari tadi hanya diam, angkat bicara.
"Saya langsung saja," kata Al tanpa basa-basi. "Saya datang kesini untuk bicara dengan Dayana tentang alasan dia mengirim sepupunya ke Jakarta untuk balas dendam pada saya."
"Apa? Balas dendam?" Tante Sarah menatap Al tidak percaya.
"Iya. Balas dendam," jawab Al dingin. "Anak Anda menyuruh sepupunya untuk menjerat saya dan meninggalkan saya tepat di hari pernikahan kami untuk membalaskan sakit hatinya."
Al mengalihkan perhatiannya pada Dayana yang duduk di kursi roda. "Saya ikut prihatin atas kecelakaan yang menimpa kamu, tapi saya sama sekali ga tau apa-apa tentang kecelakaan itu." Al menatap Dayana dengan tajam. "Mungkin kamu lupa, tapi kamu sendiri yang bilang untuk jangan pernah hubungi kamu lagi kalau saya tetap memilih pindah ke Jakarta."
Aldebaran kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Menatap semua yang ada di sana satu per satu. "Dan kalian seharusnya sadar bahwa tidak sepantasnya Dayana memaksakan pernikahan kami tetap dilangsungkan di saat kondisi saya dan keluarga saya sedang terpuruk. Ketika adik saya dibunuh dan mama saya depresi," lanjut Al tanpa ampun.
Hening. Tidak ada yang bersuara. Dan Al kembali memfokuskan perhatiannya ke Dayana.
"Saya sudah minta kamu tunggu saya sampai semua masalahnya selesai. Tapi kamu malah beri saya ultimatum, pilih kamu atau keluarga saya." Aldebaran menggertakkan giginya, tidak mampu lagi menahan amarahnya. "Ketika saya memilih keluarga saya, kamu malah playing victim dan merasa paling tersakiti sehingga berhak untuk balas dendam, begitu?" tanya Al murka, menggebrak meja dengan keras.
Andin menangis sesenggukan mendengar penjelasan dari Al, merasa sangat menyesal dan membenci dirinya sendiri atas keterlibatannya dalam rencana balas dendam Dayana. Aldebaran tampak hancur dan Andin ingin sekali menghampiri Al dan meraih suaminya itu kepelukannya. Tapi dia tidak berani, takut Al akan menolak sentuhannya.
Andin mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dia melihat wajah Tante Sarah yang pucat pasi dan Dayana yang sedang menatap Al dengan sebutir air mata yang menetes dari sudut matanya.
Andin tersentak melihat tatapan yang diberikan Dayana untuk Al ketika dia pikir tidak ada orang yang melihatnya. Andin bisa melihat rasa cinta yang begitu dalam di matanya, yang berusaha dia tutupi di depan semua orang. Dan Andin tiba-tiba menyadari motif balas dendam Dayana yang sebenarnya.
Dayana tidak balas dendam karena kecelakaan yang sudah membuatnya lumpuh dan menghancurkan karirnya, tapi dia balas dendam karena keputusasaan akibat tidak bisa mendapatkan Al kembali.
Tapi semudah membalikkan telapak tangan, ekspresi Dayana kembali berubah dingin dan penuh kebencian saat menyadari Andin sedang memperhatikannya. Ponsel ditangannya bergetar dan seringai jahat kembali menghiasi wajahnya ketika membaca dan membalas pesan yang ada disana. Beberapa detik kemudian terdengar suara bel pintu berdering.
“Akhirnya tamu yang ditunggu-tunggu datang juga. Andin ayo bukain pintu, itu tamu buat lo dan suami,” katanya sambil tersenyum manis penuh arti.
Merasa penasaran, Andin melangkah kearah pintu dan membukanya. Dan ketika pintu terbuka, Andin melihat mimpi buruknya berdiri dihadapannya.
Lisa.
Andin hanya bisa tertegun saat Lisa menatapnya dengan seringai merendahkan dan dengan lancang berjalan masuk ke dalam rumah tanpa di undang seolah-olah dia berhak berada disana.
"Al!" Lisa memekik senang ketika melihat Aldebaran.
"Lisa ... ngapain lo disini?" ujar Al, kaget melihat Lisa ada disana.
"Kebetulan gue lagi di Bali dan pengen ketemu Dayana tapi karena lo disini, kita perlu bicara," kata Lisa tanpa basa basi. "Gue udah hubungin lo berkali-kali tapi ga ada respon."
Andin terkejut mendengar perkataan Lisa. Andin tahu bahwa Lisa dan suaminya merupakan teman baik di SMA tapi dia tidak sadar kalau suaminya masih menjalin komunikasi dengan Lisa sampai saat ini.
"Bicara apa lagi?" geram Al frustasi. "I'm not in the mood for your bullsh*t. Sekarang keluar dari sini! Ini pertemuan pribadi."
Al mencengkeram pergelangan tangan Lisa dan menariknya ke arah pintu.
"Lepasin Al!" teriak Lisa marah sambil menarik lepas tangannya dari cengkeraman Al. "Gue ini lagi hamil anak lo, brengs*k!"
Tubuh Andin serasa disambar petir mendengar pengakuan dari Lisa. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada yang dirasakannya saat ini. Air mata jatuh bercucuran membasahi matanya dan dia tidak bisa menghentikannya.
Seperti sedang berada di tengah-tengah mimpi buruk, Andin melihat tubuh suaminya menegang dan dia menyaksikan semuanya tepat di depan matanya. Andin melihat tangan Al mengepal di kedua sisi tubuhnya dan melihat amarah membara di matanya saat dia menatap Lisa.
"Kita sama-sama tau kalau itu ga mungkin," kata Al dengan nada suara sedingin es. "Gue ga pernah tidur sama lo. Jadi hentikan omong kosong lo sekarang juga dan pergi dari sini."
"Apa?" ujar Lisa terengah-engah, shock bercampur sakit hati terdengar jelas dari suaranya. "Lo ga ingat?"
Lisa menangkupkan tangannya ke mulutnya dan air matanya mengalir deras menuruni wajahnya. "Di hotel di Jakarta Selatan dua bulan lalu, we slept together, Al. Di malam setelah lo berantem sama Vino di cocktail party. You don't remember?"
Andin mengingat dengan jelas malam yang dimaksud oleh Lisa. Malam ketika mereka kembali dari Puncak dan suaminya meninggalkannya dan tidak pulang ke rumah malam itu dengan dalih ingin menenangkan diri setelah pertengkaran mereka.
Dan sekarang Andin tahu kemana suaminya pergi malam itu dan dengan siapa dia ‘menenangkan diri’.
To be continued ...
Saturday, January 28, 2023