Contents
Aldebaran, My Love - The Sequel
Chapter 2
Andin tersentak bangun dan kepanikan menyerangnya saat melihat suaminya tidak berada disampingnya. Andin buru-buru bangkit, menarik napas ke dalam dadanya yang terasa sesak dan mencari dengan liar ke sekeliling ruangan. Air mata lega membasahi wajahnya saat mendengar pintu kamar mandi terbuka dan melihat suaminya keluar dari sana.
"Mas Al?"
Aldebaran melangkah masuk ke dalam kamar dan berbalik membelakangi Andin sambil mengancingkan kemejanya. Nada suara Andin yang putus asa saat memanggil namanya menghancurkan hatinya. Al harus segera pergi dari sana sebelum pertahanannya runtuh dan Andin menyusup lebih jauh ke dalam hati dan pikirannya.
Kemarin sore, sebelum kembali ke Jakarta setelah acara Business Conference selesai, dia sedang minum-minum bersama beberapa rekan bisnis yang dia temui di Singapore ketika Michi menghubunginya. Dia sudah menghindari beberapa panggilan telepon dari Michi sebelumnya dan memutuskan untuk menjawab teleponnya kali ini. Saat itu dia sedang setengah mabuk tapi dia bisa mendengar kata-kata Michi dengan jelas.
Aldebaran belum pernah mendengar Michi semarah itu padanya. Michi mengatakan bahwa tidak seharusnya Al meninggalkan istrinya yang sedang hamil dan menunjukkan gejala depresi. Depresi katatonik yang menyebabkan tubuh Andin tidak responsif yang umumnya disebabkan oleh trauma psikologis karena kehilangan orang yang dicintai. Dan Michi yakin Aldebaran-lah yang menjadi penyebabnya.
Aldebaran panik dan bergegas kembali ke Jakarta dengan penerbangan yang lebih awal untuk mengecek keadaan Andin. Awalnya dia hanya bermaksud mengecek dan langsung pergi setelah memastikan keadaan Andin baik-baik saja tapi ketika melihat Andin, Al merasa tersihir oleh segala sesuatu tentang Andin: matanya yang teduh dan penuh cinta, bibirnya yang indah, rambutnya yang halus, tubuhnya yang sempurna, aromanya, sentuhannya, suaranya ...
Dan sekarang pikiran Aldebaran kacau balau. Dia merasa diserang dari segala penjuru dan dia ingin lepas. Dia tidak ingin terus-terusan berada di dalam mantra sihir Andin yang hanya akan membuatnya terluka. Dia harus melindungi dirinya.
"Mas Al ... jangan pergi ..." isak Andin, menggoyahkan pertahanan Al.
"Stop, Andin!" Aldebaran berteriak frustrasi. Andin membuatnya merasa seolah DIA-lah yang jahat karena memilih untuk pergi. Padahal Andin-lah yang memiliki rahasia dan rencana jahat untuknya. Andin-lah yang sudah membuatnya hancur dan terlihat seperti orang bodoh. Dan Andin-lah yang dari awal berniat untuk meninggalkannya. Tapi sekarang Andin pula lah yang memohon supaya Aldebaran jangan pergi.
Tiba-tiba Aldebaran merasa sangat pusing dan mual yang membuatnya terduduk di atas kursi meja rias. Dia mengalami hangover, efek dari terlalu banyak minum alkohol kemarin.
"Mas Al … kamu kenapa?" Andin berlari menghampiri Al dan menempelkan tangannya ke pipi dan dahi Al dengan khawatir. "Pusing? Lapar? Mau aku buatin sarapan?" tanya Andin sambil membelai dan mencium rambut Al.
Aldebaran tidak mengerti jalan pikiran Andin. Andin terlihat sangat mencintainya. Selalu melayaninya, memanjakannya, dan menuruti segala keinginannya. Tapi di balik itu semua Andin juga tega memperdayanya demi balas dendam yang sebenarnya juga bukan salah Aldebaran sepenuhnya.
Mendadak Al berdiri dari kursi dan melepaskan diri dari Andin. Setiap saraf di tubuhnya gelisah. Dia harus pergi dari sana.
Aldebaran melangkahkan kakinya keluar kamar tapi Andin menahannya.
"Mas Al, please … jangan pergi. Aku cinta sama kamu, Mas," Andin memohon.
Aldebaran tidak tahan mendengar kata-kata cinta dari Andin yang membuatnya tak berdaya dan ingin segera kembali ke pelukan Andin sekaligus melupakan segala kebohongan yang ada. Dan dia harus menghentikan kegilaan ini sekarang juga.
"Tapi saya udah ga cinta sama kamu!" teriak Aldebaran berbohong, berusaha sekuat tenaga untuk mengakhiri ini semua. "Rasa cinta saya sudah hilang setelah mengetahui rencana jahat kamu! Kalau bukan karena anak yang ada di kandungan kamu, sudah saya usir kamu dari sini!"
Aldebaran bisa melihat dari wajahnya yang syok bahwa Andin tidak percaya Al tega mengucapkan kata-kata itu padanya. Andin terhuyung mundur ke dinding, tubuhnya gemetar hebat.
"Andin ..."
Seketika Aldebaran menyesali perkataannya.
"Baik, aku akan pergi dari sini. Aku akan pergi kalau itu yang kamu mau. Aku akan—" Suara Andin pecah dan dia tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Napasnya tersengal, dia melangkah mundur hingga punggungnya menyentuh dinding dan tubuhnya merosot ke lantai. Andin meringkuk di lantai, memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar.
Aldebaran menghampiri Andin, menarik tubuh Andin ke dalam pelukannya
"Andin, please. Saya minta maaf," kata Al dengan suara serak, merasa sangat menyesal. “Saya yang akan pergi dari sini, bukan kamu. Kamu harus tetap disini karena ada banyak orang yang bisa jagain kamu disini.”
Tapi Andin seolah tidak mendengar kata-kata Aldebaran. Dia melepaskan diri dan berjalan menjauh dari Al dengan langkah goyah. Tubuhnya gemetar hebat menahan isak tangis saat dia naik ke tempat tidur, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putih, seperti mayat yang ditutupi kain kafan.
~~~
Aldebaran pergi meninggalkan rumah dan masuk ke mobilnya yang dingin, berharap agar rasa sakitnya, penyesalannya, cintanya, dan seluruh hidupnya berakhir saat ini juga. Al berpikir untuk menyetir tanpa arah, pergi jauh ke tempat dimana tidak ada seorangpun yang bisa menemukannya. Al membayangkan mobilnya terjun ke jurang yang dalam dimana dia bisa melayang dan tidak merasakan apa-apa lagi.
Itu lah yang Aldebaran inginkan—untuk tidak merasakan apa-apa lagi.
Aldebaran menghembuskan napas dengan keras dan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil. Selama empat hari terakhir, Aldebaran sangat merindukan Andin dan ingin sekali menghubunginya. Namun, Al belum siap untuk memaafkan Andin. Empat hari bukanlah waktu yang cukup untuk membuat keputusan. Al menyadari bahwa dia masih butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk berpikir apakah dia bisa memaafkan kesalahan Andin dan menerimanya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya kelak.
Dia harus benar-benar yakin sebelum dia memutuskan untuk kembali pada Andin.
Lama Aldebaran duduk disana dengan pikirannya yang kalut dan suram sampai dia berada pada satu kesimpulan bahwa dia tidak akan tenang jika dia tidak memastikan bahwa Andin dan calon bayi mereka baik-baik saja. Bayangan wajah Andin yang begitu syok dan terluka saat mendengar kata-katanya yang kejam terus menghantuinya.
Dia benar-benar seorang baj*ngan. Tidak ada seorang pun suami yang tega mengusir istrinya yang sedang hamil, seberapa pun besarnya kesalahan sang istri. Dan sekarang Al harus memastikan bahwa Andin tidak akan pergi meninggalkan rumah mereka karena kata-katanya barusan.
Aldebaran keluar dari mobil dan kembali ke dalam rumah. Naik ke tempat tidur, Al berbaring diam di samping Andin, wanita yang masih sangat dicintainya, dan mendengarkan helaan napasnya. Setiap beberapa menit, napas Andin akan bergetar seperti seseorang yang sudah menangis lama. Andin berbaring meringkuk menghadap dinding, berpaling dari Al.
Setelah beberapa saat, akhirnya Aldebaran melepaskan selimut yang menutupi tubuh Andin dan memeluknya erat. Andin nyaris tidak bergerak. Dia tidak menarik diri dari Al, tetapi dia juga tidak bersuara sedikit pun. Andin menghukum Aldebaran dengan kebisuannya dan Al tahu dia pantas mendapatkannya
Aldebaran mencium kepala Andin, rambutnya, bahunya, dan Al tidak sanggup menahan tangisannya.
"Andin ... saya minta maaf ..." bisik Al putus asa. "Maafin kata-kata saya tadi yang ga berperasaan. Saya ga bermaksud ngomong seperti itu, Ndin."
"Kamu sengaja, Mas," kata Andin getir. "Kamu emang bermaksud nyakitin aku. Aku akan pergi kalau itu yang kamu mau. Ga ada gunanya juga aku disini kalau kamu udah ga cinta …" isak Andin pilu.
"Andin ... saya cinta sama kamu." Al memeluk Andin erat. "Percaya sama saya. Saya ga bermaksud ngomong begitu!"
"Mas, aku tau aku salah karena terlibat dalam rencana Mbak Dayana." Andin menangis sesenggukan. "Tapi kamu harus tau kalau aku benar-benar cinta sama kamu. Aku pergi ke Denpasar untuk memberitahu Mbak Dayana kalau aku ga sanggup ninggalin kamu."
"Ndin ... balik sini hadap saya," kata Al, meraih bahu Andin.
"Ga mau," bisik Andin, menahan tangis.
“Ndin, hadap saya. Saya pengen liat wajah kamu."
Andin berbalik, mendongakkan wajahnya dan menatap Al dengan matanya yang bengkak dan sembab.
"Andin ..." Aldebaran memejamkan matanya, tidak tahan melihat wajah Andin yang mengguratkan kesedihan yang mendalam.
“Forgive me,” pinta Al sekali lagi, memeluk Andin makin erat.
Aldebaran mencium Andin dengan lembut, terus menciumnya sampai dia yakin Andin sudah memaafkannya. Mereka tidak beranjak dari tempat tidur untuk waktu yang lama, bersentuhan dan berpelukan erat, sementara Aldebaran bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan terhadap Dayana dan bagaimana nasib rumah tangganya dengan Andin nantinya.
To be continued …
Wednesday, January 25, 2023