Try new experience
with our app

INSTALL

Dear Grey 

Kegundahan Rosaline

JIKA gadis lain mungkin senang diperebutkan oleh dua pemuda sekaligus, yang terang - terangan berjibaku demi dia, Rosaline justru pusing tujuh keliling dibuatnya. Yang satu, kekasih yang sangat dicintainya, sedangkan yang satu lagi adalah sahabat masa kecilnya yang pernah  begitu dekat dengannya. 

Rosaline mondar - mandir di depan ruang Kepala Sekolah, begitu gelisah. Danni dipanggil Kepala Sekolah sebagai dampak pemuda itu memukul Grey. Duh, semoga Danni tidak diskor gara - gara ini, batin Rosaline.  

"Ayang!" Sembur Rosaline langsung, begitu melihat pemuda itu akhirnya keluar dari ruang Kepala Sekolah.

"Ngapain lo masih nyamperin gue? Lo kan udah jadi pacar si Bayi?" Sindir Danni, tanpa menghentikan langkahnya.

"Ayang, gue tetap pacar lo dong, gak ada yang bisa ngatur gue pacar siapa," Rosaline menukas, sambil berusaha mengiringi langkah panjang Danni. "Plis, lo jangan baper dengan kata - kata Grey,"

"Gue gak baper!"

"Grey pasti cuma kebawa emosi aja, Ayang, jadi dia asal ngomong,"

"Lalu yang ngaduin gue sampe ke Pak Kepsek, apa itu asal ngomong juga?" Danni berhenti berjalan, dan menoleh pada Rosaline. "Dua minggu, Ros. Gue diskors  dua minggu  hanya gara - gara gue mukul si Bayi,"

"Dua minggu?" Rosaline terhenyak. Danni mengangguk, tak bersemangat.

"Apa kata orang tua gue nanti? Mana ada kompetisi Basket lagi Sabtu ini, pasti Tim Basket marah ama gue," keluh Danni.

"Maapin gue ya, gara - gara ngeributin gue..," Rosaline menunduk, sangat merasa tak enak hati dengan Danni. "Iya, gue terima kok kalo lo marah..,"

 Danni menghela napas, memandang gadis itu, tanpa tau harus berbuat apa. Dibelainya rambut  Rosaline karena melihat gadis itu seperti mau menangis.

"Udahlah, jangan nangis lo. Si Bayi itu emang gak punya otak, gak mungkin gue diem aja, Ros! Lo cewek gue..,"

"Ayang Beb," Rosaline justru jadi benar - benar baper mendengar itu, dipeluknya pemuda itu. "Terima kasih ya, gue sayang lo banget!"

Sementara Danni hanya diam saja dipeluk Rosaline, keningnya berkerut seolah ada yang menyesakkan perasaannya juga saat itu.

"Ros,"

"Ya?"

"Gue harus ke ruang guru, mengambil tugas yang harus gue kerjain selama Diskors, dengan Bu Devi," 

"Eh iya - iya," Rosaline buru - buru melepas pelukannya pada Danni, secara sudah banyak siswa - siswi yang melintas, berbisik - bisik sambil terkikik, melihat mereka yang sudah seperti dalam drama Korea, berpelukan di tengah lorong koridor sekolah, mana di depan ruang kepala sekolah lagi. Untung Kepala Sekolah tidak tiba - tiba keluar dari ruangannya dan memergoki mereka.  Dengan wajah merona merah, Rosaline mengikuti Danni menuju ruang guru.

****

SETELAH perisitiwa yang terjadi saat mata pelajaran Biologi tadi, Grey yang pergi ke UKS untuk mendapatkan pengobatan lebam pada wajahnya akibat dipukul Danni, baru muncul lagi di kelas saat pelajaran terakhir - Bahasa Indonesia, sudah  dimulai lima belas menit yang lalu. Wajah Grey tampak sedikit pucat, Rosaline mengangkat alis melihatnya.

"Darimana kamu?" Tegur Pak Beni, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, saat melihat Grey melenggang masuk kelas, bahkan tanpa mengucapkan kata salam atau permisi dengannya.

"UKS," sahut Grey singkat, tapi pemuda itu masuk kelas ternyata hanya untuk mengambil ranselnya, dan kemudian kembali hendak keluar kelas.

"Mau kemana lagi kamu?" Pak Beni tidak sama dengan Pak Sugandhi yang gentar dengan orang tua Grey. 

"Pulang," 

Jawaban jujur Grey jelas membuat Pak Beni naik darah, menganggap Grey sedang mengolok - olok dirinya. Dianggap tunggul apa? Seenaknya bilang 'Pulang' tanpa dosa.

"Kembali kamu ke tempat dudukmu! Ini belum jam pulang!"

"But I want to go home, Sir,"

"Tidak ada pulang - pulang! Duduk kamu!"

Rosaline menggigit bibir bawahnya, begitu tegang, saat melihat Grey bukannya kembali ke tempat duduknya, tapi justru tetap melangkah keluar kelas walau sudah dilarang. Semua tau Pak Beni adalah seorang guru cukup killer di sekolah, tak ada siswa yang berani melawan Pak Guru itu.

 "Saya tau kamu anak Pak Harry Adinegoro, dan saya juga tau Pak Harry tak mungkin mengajarimu untuk berlaku tidak sopan kan?" Siindiran Pak Beni cukup jelas terdengar oleh siapapun yang masih sehat telinganya. Termasuk Grey. Pemuda itu seperti tiba - tiba tersulut emosi, langsung berbalik, dan  mendelik pada Pak Beni.

"Gak usah Bapak bawa - bawa nama Papa saya! Bapak pikirkan aja apakah Bapak masih sayang dengan pekerjaan Bapak atau tidak!"

Seisi kelas langsung tercekat, mendengar suara keras Grey.

"Kamu!!" Pak Beni apalagi, wajah Pak Guru itu  langsung merah padam karena marah,  pemuda yang sedang berdiri di depannya itu  jelas - jelas sedang mengancamnya. Berani betul dia.

"Karena saya, bisa membuat Bapak kehilangan pekerjaan Bapak, kapanpun saya mau!"  Grey lanjut berkata, sebelum melangkah keluar sambil membanting pintu kelas begitu keras  hingga nyaris copot dari engselnya.

Hampir semua siswa - siswi kelas 11 IPA. 1 itu tak berani bersuara, hanya terpaku memandang Pak Beni.

Ya Tuhan, apa - apaan sih si Grey? Rosaline mendekap mulutnya, tak percaya. Rasanya Grey dulu gak pernah bertingkah kayak badboy gini deh,   Seingat gue, Grey seorang yang sopan,  pengalah, gak pemarah kayak gini. Kenapa sekarang dia jadi berubah? Rosaline mengeluh, Apa yang  terjadi dengan lo, Grey? Apa yang udah mengubah lo?

 

Grey Fernanda Adinegoro

TIDAK ada yang tau setelah keluar dari kelas, sikap arogansi yang ditunjukkan Grey tadi  tiba - tiba saja seperti hilang, berubah dalam sekejap. Pemuda itu menyandar ke dinding bangunan sekolah, terbungkuk - bungkuk dengan kedua tangan menutupi kedua telinganya.

"Oh shit, the voices...They come again...My head...It's hurt..,," rintihnya tertahan. "The voices...Stop it! Stop it! Please stop...,"

"Grey? Kamu kenapa, Nak?" Sebuah teguran membuat Grey buru - buru menegakkan tubuhnya, menatap siapa yang menegurnya.

"Eh Bu Devi, sa - saya gak apa - apa kok," katanya sambil berusaha tersenyum pada Bu Devi.

"Benar kamu tidak apa - apa? Wajahmu pucat, kamu sakit?"

"Gak kok Bu, cuma sedikit pusing doang, laper kali," Grey mengangkat bahunya, masih tersenyum. "Ehm, tapi saya izin pulang aja ya Bu?"

"Ya sudah," kata Bu Devi sedikit khawatir melihat Grey yang masih tersenyum. Ibu Guru itu tak bisa dibohongi dengan raut pucat Grey, jelas siswanya itu seperti sedang ada masalah. "Kamu pulang sendiri atau ada yang menjemput?"

"Santuy Bu, saya udah ditunggu supir di depan..,"

Bu Devi hanya menghela napas melihat Grey yang berjalan terbungkuk - bungkuk menuju lobi bangunan sekolah, keluar ke teras.

Sebuah Mercedes Benz S - 600 Pullman  yang tak tanggung - tanggung, bahkan mengalahkan mobil Kepala Sekolah, terparkir tepat di depan teras sekolah, bersama mobil Sedan penggiringnya. Di dalam mobil mewah itu, seorang Supir sudah siap siaga di belakang kemudi. Dan seorang Bodyguard yang buru - buru membungkuk hormat, lalu membukakan pintu mobil untuk Grey.

"Semoga dia tidak apa - apa," batin ibu guru itu, iba.