Try new experience
with our app

INSTALL

Say Hi, Bye! 

CHAPTER 1

           Wajah Gavin tampak tegang, matanya merah memandang jauh ke depan jalanan yang kosong, Gavin sesekali memutar stir mobilnya.Disampingnya ada Vibi, gadis cantik bertubuh mungil yang terdiam sesekali melirik kearah Gavin.Vibi menghela nafas panjang, mencoba memberanikan dirinya untuk memecahkan keheningan yang membuat suasana canggung diantara mereka.
“Mau sampai kapan gini terus Vin?Kamu mau diemin aku selamanya?”
Gavin akhirnya melirik Vibi, mata merahnya menahan emosi sekaligus tangis yang berusaha Ia pendam. 
“Aku mau putus Bi” katanya menghela nafas panjang.
Vibi menatap Gavin, seolah sudah tau apa yang akan dikatakan Gavin. Vibi kembali melihat ke depan jalanan hatinya sakit namun Ia tetap masih bisa melukiskan senyum getir diwajahnya walaupun air mata yang sudah Ia bendung tak terasa membasahi pipinya.Vibi diam, mencoba tenang.
       “Aku udah minta maaf ke kamu ya Vin, aku gak tau kesalahan aku sebesar ini sampe kamu mau mengakhiri hubungan kita.Turunin aku disini aja.”
               Mendadak mobil Gavin berhenti, Gavin menatap Vibi antara tidak tega dan berusaha tegas membiarkan Vibi keluar dari mobilnya.Gavin hanya diam tanpa menahan Vibi.Sementara Vibi dengan langkah tegas meninggalkan mobil Gavin.Tangis Vibi sudah tidak tertahan, air mata mengalir begitu deras dengan suara isakan yang membuat dada Vibi semakin sesak.Sementara Gavin di dalam mobilnya, mengamuk memukuli stir mobilnya.Gavin sebenarnya tidak ingin memutuskan hubungannya dengan Vibi, tapi memang kesalahan Vibi sudah keterlaluan menurutnya. Sikap Vibi yang masih kekanak-kanakan membuat Gavin merasa dirinya yang menginginkan hubungan yang serius dan dewasa, tidak akan bisa sejalan dengan Vibi.
              Gavin menundukkan kepalanyadi stir mobilnya, rasa frustasinya mulai memuncak. Namun kemudian, Ckiitt.. Brakk..terdengar suara tabrakan hebat dari dalam mobil Gavin.Gavin terkejut, Ia bangkit melihat ke depan.Tanpa pikir panjang, Gavin keluar dari mobilnya, berlari tanpa memperdulikan apapun lagi.Orang-orang yang sudah ramai berkerumun saling berbisik menatap apa yang mereka lihat didepan mata mereka. LangkahGavin gontai mendekat, matanya nanar melihat apa yang sedang Ia saksikan. Vibi terbaring di jalanan dengan lumuran darah.Tanpa peduli dengan semua orang yang mengerumuni Vibi, Gavin langsung mengangkat tubuh Vibi dan membawanya.
Gavin tampak gelisah didepan sebuah ruangan bernomor 205, pikirannya kacau tangisnya pecah tanpa suara.Penyesalan tergambar jelas diwajah Gavin.Kedua orangtua Vibi mendekati Gavin, mereka merangkul Gavin berusaha menenangkannya.Namun tangis Gavin semakin deras.
“udah Vin, udah..” ujar Mama Vibi, sambil menepuk pundak Gavin.
              Gavin bangkit, langkahnya masih lemah masuk ke dalam kamar rawat Vibi, ruangan itu terasa hening hanya terdengar dentuman suara mesin EKG yang menandakan Vibi masih hidup. Tubuh Gavin lemas, melihat keadaan Vibi dengan wajah yang biasanya Ia lihat selalu ceria dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya seketika berubah menjadi pucat dengan mata indahnya yang tertutup. Gavin duduk disebelah tempat tidur Vibi, Ia genggam tangan Vibi yang penuh dengan infus sambil sesekali mencium punggung tangan Vibi.
“Bi, bangun.Jangan kaya gini, maafin aku Bi.” isak Gavin saat mengelus wajah Vibi.
Namun tidak ada respon apapun dari Vibi.Isak Gavin semakin kuat, hatinya terasa sakit melihat keadaan Vibi.

          Mata bengkak yang terlihat sangat lesu dan mengantuk menghiasi wajah Gavin. Tubuh Gavin terasa lelah meskipun tidak banyak aktivitas berat yang Ia lakukan, hatinya masih sakit, pikirannya melayang. Tubuh Gavin terbaring diatas tempat tidurnya, Gavin pun mulai memejamkan matanya, tidurnya pun akhirnya pulas.
Entah mimpi atau kenyataan, Gavin terbangun namun bukan kamarnya yang menjadi pemandangannya siang itu melainkan sebuah gedung sekolah yang sangat familiar untuk Gavin.
***