Contents
Trah
Trah 2. Undangan Mancanegara
Trah 2. Undangan Mancanegara
Adly Alfahem yang menerima delapan kartu undangan dari Raja Alberga saat undangan itu sampai di kantor menteri dalam negeri. Saat memeriksa undangan-undangan itu, betapa terkejutnya ia ada nama putrinya yang tertera. Ia tidak mengerti, bagaimana bisa demikian. Ia serahkan saja dahulu kartu-kartu itu kepada menteri di kantor itu.
Menteri dalam negeri memeriksa. Ia tersenyum menerima undangan itu. Ia tahu harus mengirim ke mana saja undangan itu. Akan tetapi, keningnya mengernyit saat menemukan satu undangan yang namanya tidak ia kenal.
“Siapa Lily Adly? Artis apa? Atau dia selebriti? Tidak ada di Negeri Bebanda nama artis atau selebriti Lily Adly,” gumamnya sembari berpikir. “Apa mungkin salah negeri? Bisa jadi dari negeri lain, tapi terkirim ke Bebanda,” benaknya kemudian.
Menteri itu langsung menelepon ke luar negeri ke pejabat Bebanda yang ditempatkan di Negeri Duhinbaia. Pejabat yang dihubungi itu langsung menelepon menteri Duhinbai yang berwenang dalam urusan itu. Menteri Duhinbai yang dihubungi juga tidak paham. Menteri Duhinbai itu langsung menelepon Pangeran Barata.
“Hm ... gara-gara keisenganku mengundang artis tidak jelas jadi merepotkan kementerian,” lirih Pangeran Barata dengan senyum-senyum, sama sekali tidak merasa bersalah, malah senang membuat kebingungan kecil antar negeri.
“Pak Menteri, itu nama salah satu artis di Negeri Bebanda. Memang sepertinya tidak terkenal. Aku juga tidak tahu alamatnya, tapi minta pihak Bebanda tetap mengirimkannya. Pokoknya aku mau undangan itu sampai ke artis itu!” ujarnya di telepon.
“Untuk apa mengundang yang tidak dikenal?”
“Tidak perlu tanya, Pak! Tugas Anda hanya menyampaikan! Pokoknya undangan itu harus sampai ke Lily Adly!”
Pesan dari Barata lekas sampai ke menteri Bebanda. “Siapa Lily Adly? Harus kirim ke mana undangan ini?” gerutunya sembari memegang kartu undangan atas nama Lily Adly.
Pada saat itu, Adly Alfahem yang sedang mengantarkan secangkir kopi mendengarnya dan melihat undangan yang sedang dipegang. “Pak Salam tidak mengenal Lily Adly?”
“Tidak, Adly. Em ... apa kamu tahu di Negeri Bebanda ini ada artis namanya Lily Adly? Eh, namanya mirip kamu ya, Adly?”
“Itu nama putri saya, Pak.”
“Nama putri kamu?”
“Iya, tapi putri saya artis baru dan belum terkenal. Tidak mungkin diundang. Pasti undangan itu salah, Pak.”
“Katanya sih memang artis yang belum dikenal, Adly. Berarti, ini undangan untuk putri kamu, Adly.”
“Ah, tidak mungkin, Pak. Yang diundang itu yang papan atas, kelas internasional. Lah, Lily baru, Pak. Terkenal saja belum.”
“Iya memang katanya ini undangan untuk artis belum dikenal. Sudah pasti ini untuk putri kamu! Mana lagi yang namanya Lily Adly? Sudah, ini pokoknya sampaikan sama putri kamu karena katanya Pangeran Barata mau undangan ini sampai ke Lily Adly!” Salam menyodorkan undangannya kepada Adly.
“Iya, baiklah kalau begitu, Pak.” Adly menerimanya lalu kembali ke dapur.
***
Adly sudah pulang kerja sebelum magrib. Sesampainya di rumah, ia meletakkan undangan itu di kamar Lily. Setelahnya, ia menyibukkan diri dengan ayam-ayam dan bebek-bebeknya. Sementara itu, Lily masih belum pulang dari pekerjaannya. Biasanya kalau tidak tengah malam, dini hari baru pulang.
***
Setelah salat magrib, istirahat makan malam, kemudian salat isya, Lily masih harus menunggu untuk pengambilan gambar selanjutnya. Ia tidak berhenti mempelajari naskahnya meskipun sudah hafal. Ia yang sedang duduk di balai-balai bersama yang lain merasa mengantuk. Ia jadi merebahkan tubuhnya di balai-balai itu sembari tetap membaca naskah. Tidak terasa rasa kantuknya membuatnya terlelap.
Belum lama tertidur, ia masuk ke alam mimpi. Di mimpinya itu, ia melihat tubuh belakang seorang pria yang berdiri di depannya. Sosok pria yang sepertinya ia kenal. Pria itu menoleh ke belakang ke arahnya. Ternyata Pangeran Barata. Pangeran itu tersenyum miring sinis kepadanya. Kemudian, sebuah peluru terbang ke arah pangeran itu. Seketika itu, refleks ia mendorong pangeran itu, membuatnya terkena peluru sekaligus terbangun.
Tidak berselang, seseorang berteriak, “Lily, ayo!” Dengan napas masih tersengal-sengal, ia lekas bangkit dan mengatur fokusnya pada pekerjaannya.
Sembari berada di set, aktris utama, aktor utama, dan para krue membicarakan soal akan adanya pertemuan internasional di negeri Duhinbaia yang dua tahun sekali diadakan. Mereka menerka-nerka siapa artis dan selebriti papan atas dari Negeri Bebanda yang akan diundang mewakili. Lily hanya menyimak pembicaraan mereka, tanpa mengeluarkan pendapat. Sesekali ia tersenyum atas terkaan mereka akan siapa-siapa yang kemungkinan diundang. Aktris dan aktor utama itu masing-masing juga berharap diri merekalah yang mendapatkan undangannya karena mereka merasa sudah go internasional. Dalam hati, Lily yang baik hati mengaminkan agar cita-cita mereka kesampaian.
Hampir tengah malam, Lily selesai pengambilan gambar. Kemudian, ia baru pergi dari lokasi itu tengah malam lebih sedikit karena ia harus berbenah diri terlebih dahulu. Ia memesan angkutan umum online untuk sampai ke rumahnya. Ia baru sampai di rumahnya pukul satu dini hari, saat melihat jam di ponselnya, saat angkutan online yang ditumpanginya sampai di depan rumahnya. Ia memegang kunci sendiri sehingga tidak perlu mengetuk pintu dan membangunkan siapa pun di rumahnya.
Saat menyalakan lampu kamarnya, ia melihat kartu undangan di meja riasnya. Ia penasaran dan mendekati. Ia mengambilnya dan membolak-balik kartu itu. Ia melihat tertera namanya. Ia membaca undangan itu berasal dari Raja Alberga Albifardzan. Matanya terbelalak seketika itu.
Kemudian ia tersadar. “Siapa sih yang iseng? Apa jangan-jangan ada yang tahu aku suka sama ....” Ia pun menjadi khawatir ada yang tahu soal hatinya. Akan tetapi, ia tahu jelas, ia tidak pernah bercerita kepada siapa pun. Semua tahunya dirinya hanya penggemar pangeran itu sama seperti yang lainnya. Itu artinya, orang yang iseng karena tahu dirinya penggemar Barata, tidak lebih. Ia tersenyum tenang.
“Mungkin adek yang iseng karena adek tahu aku ngefans sama pangeran itu,” batinnya lalu meletakkan undangan itu. Ia lekas bersih-bersih diri dan istirahat. Tidak lupa, ia menyetel alarm ponsel pintarnya empat puluh lima menit sebelum subuh.
***
Bakda subuh, Adly mengetuk pintu kamar Lily. “Lily, apa kamu sudah pulang?” tanyanya dengan berseru. Lily belum melepaskan mukena langsung membuka pintu. “Pulang jam berapa kamu, Sayang?”
“Jam satu seingat Lily, Ayah.”
“Sudah lihat undangan belum? Undangan dari Raja Alberga Albifardzan.”
“Ayah, mana mungkin? Itu pasti kerjaan adek suka usil karena tahu Lily ngefans sama Pangeran Barata.”
“Itu Ayah yang bawa dari kantor Ayah bekerja. Ayah juga heran, tapi itu benar. Ayah yang menerima posnya waktu sampai di kantor. Ada delapan undangan. Ada untuk raja, artis, dan selebriti papan atas negeri ini. Terus Ayah lihat salah satunya ada nama kamu. Ayah biarkan, Ayah berikan ke pak Salam. Waktu Ayah mengantarkan kopi untuk pak Salam, Ayah lihat pak Salam bingung tidak kenal siapa Lily Adly. Lalu Ayah bilang itu nama kamu. Pak Salam langsung memberikan undangan itu ke Ayah.”
“Kartu undangannya ini berbeda kali dengan tujuh kartu yang lain? ‘Kan biasanya setiap negeri perwakilan tiga artis dan tiga selebriti. Ayah tahu sendiri pasti yang papan atas, yang sudah go internasional.”
“Iya, tapi undangannya sama semua, Lily. Ayah juga heran, Lily.”
Lily berpikir sejenak, kemudian, ia berkata, “Ayah tahu ada barang original ada barang palsu? Benar sama persis, tidak ada bedanya, tapi palsu.”
“Hm ... mungkin benar begitu, tapi bagaimana bisa ke kamu, Lily? Apa maksudnya?”
“Mungkin karena Ayah bekerja di kantor itu.”
“Kalau begitu, apa mungkin ada yang niat jahat? Ayah salah apa sama orang? Salah sama siapa?”
“Sudah Ayah, tidak perlu diambil pusing. Biarkan saja, Ayah!”
Adly tersenyum mengangguk. “Iya, kamu benar, tidak perlu dihiraukan.”
“Ayah, siapa artis dan selebriti Bebanda yang dapat undangannya?”
“Karina, Fahri, Linsa, Sarah, Saher, dan Adrian. Ya sudah, Ayah mau mengurus ayam dan bebek dulu.” Adly biasa mengurus ternaknya sebelum berangkat ke kantor kementerian dalam negeri.
“Nanti aku ada jadwal syuting dengan aktris utama Karina.”
***
Pagi menjelang siang di lokasi syuting.
“Yeah, lihat ini! Aku dapat undangannya!” seru aktris utama yang kali ini bekerja sama dengan Lily.
Lily mendengarnya lalu membatin, “Ternyata benar kata Ayah, Karina yang dapat. Aktris dan aktor kemarin tidak dapat. Dua nama lagi adalah artis yang berprofesi sebagai penyanyi. Tiga nama lainnya, adalah sosialita pebisnis sukses, pembawa acara, dan olahragawan.”
Kemudian, Lily melihat ke arah Karina. Ia melihat Karina memegang kartu undangan yang sama dengan yang didapatkannya. Ia mendekat ke Karina untuk melihat lebih jelas. Siapa tahu ia akan menemukan celah, perbedaan antara undangan yang asli dengan yang palsu.
“Boleh aku lihat, Kak?”
“Aduh, buat apa? Oke deh, boleh! Kasihan juga pasti kamu kepingin. Setidaknya pernah lihat undangan dari raja negeri besar walaupun tidak akan pernah mendapatkannya.”
“Terima kasih, Kak.” Lily memeriksa, tetapi sama sekali tidak menemukan perbedaan.
Deg, deg, deg, entah kenapa jantungnya menjadi berdebar-debar lebih dari normal. Kemudian, ia menjadi merasa jika undangan yang didapatkannya asli. Akan tetapi, pikirnya secara rasional itu tidak mungkin.
“Sini!” Karina merebut undangan miliknya yang dipinjamkan ke Lily.
“Terima kasih, Kak.”
***
Dini hari sepulang syuting, Lily mengambil undangan itu yang tergeletak di meja riasnya. Ia melihat-lihatnya. Kemudian, ia menjadi teringat mimpinya saat ketiduran sejenak di lokasi syuting malam sebelumnya. Deg, deg, deg, jantungnya kembali berdetak lebih dari normal.
“Salah atau benar undangan ini? Ini tidak mungkin benar, tapi ....”
Bersambung
Terima kasih
:) :) :)
DelBlushOn Del BlushOn Del Blush On delblushon #delblushon :)