Try new experience
with our app

INSTALL

CINTA TERLARANG 

Janda, so what?!

"APA?! Adik?" kata Jianna pelan. Kemudian mulutnya komat-kamit tidak terima dengan pernyataan Om-om yang mereka jumpai di depan gedung lantai lima itu. 

Disangka adik Renne, jelas bikin Jianna emosi. Mata gadis itu hanya menyipit tidak terima ke arah perempuan langsing di sampingnya, Renne slash maminya slash orang tua tunggalnya!

"Sudahlah, Je. Akui saja kalau penampilan Mami memang masih terlihat oke," balas Renne kepada anak gadis satu-satunya itu. 

Renne semakin puas, melihat raut muka Jianna tertekuk seperti baju yang bertahun-tahun lolos dari panasnya setrika. Baginya, kejengkelan anakanya adalah sebuah hiburan tersendiri yang tidak bisa diganti. Dan sekarang dia menikmatinya.

"Om-om tadi tuh yang juling! Atau..." tahan Jianna menatap Renne curiga.

"Atau apa?"

"Atau Mami memang suka digoda?" lanjuat Jianna penuh tuduhan. Matanya berusaha mengintimidasi Renne, memperlakukannya seolah seorang penjahat nomor wahid di muka bumi. 

Habis ini Mami pasti menyangkal tuduhanku. Dan endingnya, dia akan minta maaf. 

Sudah bisa ditebak, kamu Mam!

Mendengar tuduhan putrinya yang tampak cantik dengan dress abu-abu tanpa lengan itu, Renne langsung menghentikan langkah. Koper dia turunkan di anak tangga. Senyum manis tersungging di bibir tipisnya. 

Ibu anak kini saling tatap. 

"Kok kamu bisa tahu sih Je, kalau mami memang suka digoda?"

"What?!" Jianna kesal setengah mati karena terlalu berbaik sangka kepada maminya.

"Ah, kamu memang anak Mami yang mengerti Mami luar dalam!" tambah Renne santai dan tetap memamerkan senyum khasnya. Mantan Model yang masih tetap cantik itu sukses membuat putrinya terbelalak tak percaya. "Are you okey, Je?" tambah Renne yang percaya diri dengan memakai kaus oblong gombrong dengan V neck lebar dan memperlihatkan tali bra menggantung di lehernya.

"Sesak napas, Mam!" sungut Jianna seperti ada sebuah biji kedondong nyangkut di tenggorokan. 

Dia syok total mendengar jawaban Renne yang hanya bertaut 17 tahun darinya. Ditambah wajah Renne yang innocent dan selalu saja pasang wajah tanpa dosa setiap mereka saling serang. Sungguh, Jianna jengkel sampai ke ubun-ubun dengan maminya.

"Ngapain bengong, Je? Bukannya tadi sudah lihat ya, kalau lift-nya sedang di reparasi? Rumah kita di lantai dua lho, c'mon, darl!" ajak Renne masih dengan sikap seolah tidak terjadi apa-apa sambil mengangkat kopernya di tangga apartemen baru.

Jianna mengembuskan napas keras. Jika ada bendera putih, dia pasti sudah mengibarkannya tepat di muka Renne. Dia merasa selalu saja kalah dengan maminya. Dalam bidang apa pun! Maminya terlampau cantik, menarik, keren, berani, percaya diri. Ah, pokoknya segalanya. Jianna selalu merasa tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Renne. Gila nggak sih insecure sama mami sendiri?!

"Hey, kok masih manyun gitu? Tadi mami bercanda," ucap Renne tulus. Lama-lama dia tidak tega melihat bibir Jianna yang dimonyongkan dan tetap tidak berkurang panjangnya.

"Aku akui kok, orang yang sebenarnya juling itu yang bilang kalau Mami itu ibuku," jawab Jianna jujur dan ketus sekaligus.

"Kok bisa?" tanya Renne sambil tersenyum cantik membuat Jianna tambah kesal.

"Scara, penampilan Mami tuh mirip anak-anak kuliahan. Cantik, keren, seksi... ya, cocoknya jadi kakakku lah. Pakai sengaja nanya lagi."

"Ini beneran muji, atau nyindir sih?" tanya Renne dengan alis terangkat.

"Mami ngerasanya gimana? Disindir, atau dipuji?"

"Dua-duanya," jawab Renne santai, sambil memasang senyum termanisnya.

"Terserah deh! Mending kita fokus pada tangga ini yuk, Mam! Rumah kita masih di lantai dua, lho! Atau kita berantem aja di sini?" protes Jianna yang sudah mulai emosi.

Renne hanya diam. Sebenarnya, dia ingin tertawa, tetapi ditahan sebisanya. Dia pun mengikuti kata-kata Jianna untuk melanjutkan menaikki tangga. Siapa tahu bisa kembali mencairkan suasana.

"Ini apartemen atau rumah susun sih, Mam?" protes Jianna sambil menaiki satu per satu anak tangga dengan menjinjing kopernya.

"Di iklan tulisannya sih apartemen Je. Tapi, ini juga sudah lumayan kok. Bersih dan terawat. Maklum, beli dari kawan model Mami dulu. Mami sekarang kan cuma bisa nulis novel dan pegang ol-shop fashion terlaris di Jekardah, Je. Tahu dong berapa gaji Mami?" terang Renne sambil mencoba untuk tetap bercanda.

"Dark joke Mami payah!" balas Jianna acuh tak acuh. Kalau sudah membahas masalah keuangan keluarganya yang mepet itu, Jianna jadi mendadak sedih. Meskipun Renne selalu bisa berpura-pura bercanda dan seperti tidak ada beban, tetap saja Jianna tahu mereka hidup pas-pasan.

"Tapi, kan Je...."

"Nggak usah dibahas lagi," potong Jianna cepat.

Renne pun hanya diam. 

Jianna juga diam. 

Dalam diam, mereka terus menaiki satu per satu anak tangga.

Tubuh langsing mereka tidak sepadan dengan dua koper di tangan mereka. Sebenarnya banyak yang menawarkan bantuan secara gratis. Siapa lagi kalau bukan cowok-cowok sok baik di apartemen. Namun, Renne seolah memiliki alat pendeteksi tingkat kelayakan cowok yang bisa berinteraksi, atau hanya sekadar berbincang dengannya. 

So, dengan terpaksa, Ibu-anak itu pun harus menaiki tangga pelan-pelan, setapak demi setapak untuk sampai di lantai dua. Bila berpapasan dengan orang di tangga, senyum manis khas penghuni baru mereka pamerkan. Berharap dengan senyum manis itu, mereka akan mendapat tetangga yang tidak berlambe turah dan merepotkan.

Renne sadar betul dengan status single parents yang kini dia sandang. Status janda pasti akan menggelitik kuping dan lidah para tetangga barunya yang haus akan gosip. Dia tak bisa menghindar. Jenis manusia seperti itu adalah salah satu bukti kekayaan akhlak manusia di bumi. Namun, hidupnya tetaplah sepenuhnya miliknya. Cuek adalah senjata seorang janda untuk mengibas omongan mereka.

Anjing emang selalu menggongong, tapi Renne adalah kafilah yang tetep terus berjalan anggun dan percaya diri. Memangnya kalau janda kenapa?


 

Lanjutin besok Selasa depan ya :)