Try new experience
with our app

INSTALL

Tempat Dia Di Sini 

Keesokkan Harinya di Kampus

Badan sudah pulih, Ening pun beraktivitas seperti biasa. Namun kali ini berbeda, Trio EAD tidak bertemu di parkiran. Sesampainya di kelas, ia melihat Danu sudah duduk di bangkunya, sedangkan Aji belum terlihat. 


"Pagi Dan."

"Ya," jawabnya singkat


Ening yang heran dengan sikapnya, segera menyeru


"Lo kenapa, sakit?"

"Apa sih," jawabnya dengan menghempas tangannya

"Lo kenapa sih?"

"Hust, jangan keras-keras."

"Makanya jawab, lo kenapa?"


Danu mengajaknya duduk, kemudian bercerita tentang hari kemarin. 


"Gue takut Ning"

"Lo kira lo sendiri yang takut? Gue juga kali."

"Ini gara-gara lo tahu tidak?"

"Lah, lo kenapa menyalahkan gue?"

"Ya karena lo yang lebih dulu diteror. Andai waktu itu lo tidak tidur di kelas, pasti tidak bakal kaya gini," ucapnya kesal

"Kok lo ngomong gitu sih," jawabnya kesal


Terjadi perdebatan antara Danu dan Ening, sampai akhirnya berhasil dilerai oleh Aji. 


"Kalian apa-apaan sih. Tidak di rumah, di luar, ribut terus. Gimana nanti kalo jadi satu atap, ribut gini?"

"Aji, jangan jadi kebiasaan deh. Ngomongnya jadi kemana-mana," ucapnya kesal sembari meninggalkan kelas


Aji yang khawatir dengan Ening, memperingatkan agar tidak terlalu jauh dan terbawa amarah.


"Jangan jauh-jauh, ingat kemarin."


Namun peringatannya dihiaraukan oleh Ening. Ia semakin menjauh dari kelas dan kakinya membawa ke pintu loker.


"Ini kenapa gue kesini sih?"


Takut terjadi apa-apa, ia pun berniat kembali ke kelas. Saat akan melangkah, terdengar lirih suara rintihan dari bawah. Suara itu sama seperti tempo lalu.


"Kak, tolong."


Suara tersebut terdengar beberapa kali, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mendekati suara tersebut. Perlahan ia menuruni anak tangga, perlahan pula tercium aroma melati yang sangat pekat. Ruangan luas yang sebelumnya sunyi, sekarang terdengar suara langkahnya dan rintihan. 


Beberapa langkah terakhir sebelum dasar, rintihan tersebut berubah suara tawa yang menakutkan. Ening yang terkejut, segera berlari kembali ke atas. Namun sayang, sosok perempuan berseragam SMA sudah menghadangnya di sana. 


"Mau kemana kak," sapanya lembut

"Jangan ganggu, tolong pergi."


Sosok tersebut kembali tertawa dengan suara keras, Ening yang takut segera kembali ke bawah dan menuju pintu barat. Ia berusaha agar tidak bertemu atau digapai oleh sosok tersebut. Dalam cemasnya ini, Ening mengingat apa yang diucap pak ustadz. Sebisa mungkin dia harus menghindar dari sosok tersebut. 


"Ma, tolong Ening," batinnya


Jarak kedua tangga yang tidak terlalu jauh, rasanya sekarang sangatlah jauh. Semakin ia mendekat, semakin menjauh tangganya. 


"Kak, tolong."


Mendengar rintihan tersebut, ia menghentikan langkah. Dilihat ke belakang, sosok tersebut sudah berubah menjadi Ningrum. Kali ini, dia berparas cantik, pakaian yang dikenakannyapun bersih, ditambah tidak tercium anyir dari badannya. 


"Ningrum," sapanya pelan

"Kak, tolong."


Saat tengah bertatap mata, Ningrum kembali berubah menjadi sosok berseragam SMA. Tanpa berfikir panjang, dia berlari menuju tangga. Diiringi isak tangis dan tawa nyaring, ruangan tersebut terasa mengerikan. Beberapa kali sosok tersebut berubah wujud secara bergantian antara Ningrum dan berseragam SMA. Hingga akhirnya, kengerian berakhir saat beberapa dosen, security, dan mahasiswa termasuk Danu dan Aji memasuki loker.


Saat ditemukan, Ening sudah berada di pintu barat, posisinya tengah berpegang pintu yang tertutup. 


"Ning," sapa Aji panik sembari berlari ke arahnya

"Aji," jawabnya pelan sembari memeluknya


Hening seketika, hingga mereka memutuskan mengantarnya pulang. Sesampainya di rumah, mama Mirna syok mendapati putrinya kembali mengalami teror. Tangis memenuhi ruang tamu. Saat semuanya terfokus kepada Ening, sapa salam terdengar dari pintu. 


"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."


Pak ustadz mendatangi rumahnya, sang mama yang heran dengan hadirnya beliau, segera menyeru


"Pak ustadz."

"Siang bu Mirna. Tadi Aji yang meminta saya ke sini bu, dia bilang juga kalo Ening kembali mengalami kejadian seperti kemarin."

"Iya pak ustadz, tolong saya, tolong anak saya. Saya tidak tega melihatnya seperti ini terus pak, tolong. Saya harus gimana?"

"Sebentar, boleh saya bersihkan Ening dulu?"

"Boleh pak, silahkan."


Proses pembersihan hanya dilakukan beberapa menit, hingga akhirnya Ening merasa tenang dan tertidur. 


Di ruang tamu, pak ustadz menyarankan agar Ening segera mencari barang yang di maksud. Untuk detail barangnya, pak ustadz sendiri tidak tahu. Namun menurut bayangannya, barang tersebut berbentuk lingkaran dan ada tangan. 2 tanda yang sepertinya bisa memudahkan untuknya. 


"Saya selaku dosen, turut serta membantu dari jauh. Kami ada memantaunya dari CCTV, jadi jika terjadi apa-apa, kami bisa langsung bergerak."


Seluruh dosen dan Aji, Danu setuju dengan pernyataan tersebut. Dirasa semuanya selesai, mereka pun pamit pulang.